Tidak pernah terpikirkan oleh Levana sebelumnya jika pernikahannya akan diadakan dengan begitu mewah. Ia pikir pernikahannya akan diadakan secara tertutup, mengingat dirinya menikah dengan pria yang sudah beristri. Namun, pikirannya itu salah karena pesta tersebut bahkan mengundang media besar dan meliput pesta pernikahannya.
“Sampai kapan aku harus menemui mereka semua, aku bahkan tidak mengenal satu orang pun di pesta ini,” bisik Levana saat Rave kembali menghampirinya.
“Tentu saja sampai orang yang menjanjikan akan melunasi utang perusahaanmu puas,” balas Rave yang mana arah pandangnya ke arah ayah mertua Levana.
“Tidak bisakah kau mencari alasan agar kita bisa pergi dari sini?” tanya Levana yang mana justru membuat sudut bibir Rave terangkat.
“Aku punya banyak alasan untuk kabur dari pesta ini, Levana, tapi tidak dengan dirimu. Nikmati saja pesta malam ini dan biar kuberi kau satu tips,” bisik Rave yang kini lebih mendekat ke Levana. “Manfaatkan untuk mencari kenalan yang bisa menguntungkanmu nantinya Levana.”
Baru saja Rave hendak melangkah pergi meninggalkan Levana, tangan gadis itu segera menahan lengan pria yang kini statusnya sudah berubah menjadi suaminya. “Ke mana kau akan pergi?”
“Ke mana lagi? Tentu saja mencari Lilian, kembali ke istri yang memang aku nikahi karena cinta.”
“Tak bisakah aku ikut denganmu? Setidaknya sampai aku keluar dari ruangan ini,” pinta Levana yang sudah pasti ditolak oleh Rave.
Tangan Levana yang semula menahan lengan Rave pun dilepas begitu saja. “Ingat janjimu padaku, Levana. Kau tidak akan mengganggu hidupku dan Lilian. Aku menikahimu karena pernikahanku dengan Lilian juga terancam. Jadi, lebih baik kau urus dirimu sendiri dan jangan terus mengaduh layaknya anak kecil,” cibir Rave yang mana langsung pergi meninggalkan Levana seorang diri di dalam aula besar pesta pernikahannya.
Melihat kepergian Rave membuat Levana mendadak memperhatikan sekitarnya. Semua orang sibuk dengan urusannya sendiri dan dirinya yakin tidak akan ada yang menyadari jika ia pergi meninggalkan pesta. Sayangnya, dirinya tidak tahu ke mana ia harus pergi. Masalah tempat tinggal tidak tertulis di dalam kontrak.
“Levana, selamat atas pernikahanmu,” ucap seorang wanita dengan gaun hitam yang senada dengan rambutnya. Di leher wanita tersebut melingkar kalung permata zamrud hijau yang sangat mewah, menjadikannya terlihat elegan.
“Terima kasih.” Hanya itu yang bisa dikatakan oleh Levana karena dirinya tidak mengenal wanita di hadapannya. Sebenarnya ia tahu wanita itu merupakan teman dekat Rave, hanya saja ia pura-pura tidak mengenalnya karena itu pilihan terbaik untuk saat ini.
“Ke mana Rave? Aku ingin menghampirinya tadi, tetapi belum sempat bertemu ia sudah menghilang begitu saja,” tanya wanita itu yang membuat Levana mendadak bingung haruskah dirinya berbohong atau tidak.
“Sepertinya dia sedang ke toilet, perlu aku panggilkan?” tawar Levana karena ia merasa ini bisa saja menjadi kesempatannya untuk kabur dari pesta itu.
“Oh tidak perlu, sampaikan saja padanya nanti kalau aku datang. Sekali lagi selamat atas pernikahanmu, Levana.” Baru beberapa langkah wanita itu menjauhi Levana, kini ia terlihat berbalik dan kembali menghampirinya. “Aku pernah di posisimu, Levana. Bingung di pesta pernikahanku sendiri. Kalau aku boleh memberimu saran, sebaiknya kau pulang karena tidak ada yang peduli pada kehadiran si pengantin. Para tamu hanya datang memenuhi undangan para orang tua saja,” bisiknya sembari menepuk pundak Levana dan berlalu begitu saja.
Kesepian mulai mendatanginya lagi saat wanita yang baru saja mengajaknya bicara memutuskan untuk pergi. Keberadaan wanita tadi sebenarnya membuat Levana cukup terlindungi karena tidak ada yang memandang rendah ke arahnya. Berbeda dengan sekarang, tatapan sinis kini kembali ia terima dan membuatnya kembali tidak nyaman.
Apa yang dikatakan wanita yang datang memberinya selamat memang benar, tidak akan ada yang peduli jika dirinya kabur dari pesta. Daripada malamnya berakhir dengan tatapan sinis dan menyedihkan dari orang-orang, lebih baik ia pergi dari sana.
Terbiasa tidak terlihat oleh orang lain, Levana berhasil keluar dari aula pesta pernikahannya. Yang ada di pikirannya sekarang adalah ke mana ia harus pergi. Haruskah ia pergi ke kediaman keluarga Maverick, atau ke rumah Rave dan Lilian, atau sebaiknya ia pulang ke rumah orang tuanya. Tentu saja dirinya tidak bisa pergi ke salah satu rumah tersebut, sehingga ia memutuskan untuk mendatangi klinik tempat dirinya bekerja.
“Levana!”
Sebuah teriakan dan ketukan keras berhasil membangunkan Levana dari tidurnya. Ia bergegas membuka klinik dan betapa terkejut dirinya ketika mendapati sang suami terlihat begitu marah kepadanya.
“Apa yang terjadi? Kenapa kau datang ke sini?” tanya Levana sembari membukakan pintu yang mana langsung diterobos begitu saja oleh Rave.
“Kenapa aku ke sini? Seharusnya aku yang bertanya kenapa kau ada di sini! Tidakkah kau tahu jika tindakanmu itu membuat kekacauan besar?” teriak Rave dan melemparkan ponselnya di atas meja.
Tahu jika itu kode untuknya, dengan cepat ia mengambil ponsel tersebut dan membaca berita yang muncul di layar. “Istri baru Rave Maverick pergi meninggalkan pesta dan bersembunyi di klinik hewan miliknya.”
Ponsel yang ada di tangan Levana jatuh begitu saja ketika dirinya menutup mulut karena terlalu terkejut dengan apa yang baru saja dibacanya. Perlahan ia melihat ke arah sang suami yang sudah mengambil kembali ponselnya dan menatap tajam dirinya.
“Kau tahu, Levana. Pernikahan kita baru berlalu beberapa jam dan kau sudah membuat masalah baru. Kenapa kau pergi ke sini, Levana. Kenapa?” Teriakan Rave seolah menuntut Levana untuk menjawabnya secepat mungkin.
“Maafkan aku, tapi sungguh, aku tidak tahu harus pergi ke mana tadi malam,” aku Levana yang menyesali tindakannya. Ia pun perlahan melirik ke luar klinik, masih terlalu pagi sehingga jalanan terlihat sepi.
Rave terlihat sangat frustasi menghadapi Levana saat ini. “Kau bisa pergi ke hotel, Levana. Tidak ada yang akan mencurigaimu jika kau memilih untuk beristirahat di hotel. Kenapa harus klinik!”
Tidak tahu harus menjawab apa, Levana hanya diam dan menundukkan kepalanya. Ia pasrahkan semuanya pada Rave, entah apa yang akan dikatakan pria itu dirinya akan terima.
“Ikut aku,” ajak Rave tiba-tiba yang mana membuat Levana tiba-tiba kebingungan.
“Ke mana?”
“Mau ke mana lagi, tentu saja pulang ke rumah!” bentak Rave yang masih terbawa emosi dengan tindakan Levana.
“Ke rumahmu dan Lilian?” tanya Levana yang tidak langsung dijawab oleh suaminya itu. “Maafkan aku jika terlalu banyak menyusahkanmu, tapi Rave, aku tidak bisa pulang ke rumahmu dengan Lilian. Itu hanya akan menambah rasa sakit untuk Lilian.”
Cukup lama Rave diam seolah tengah memikirkan tindakan yang tepat untuk dilakukan. “Kau punya rumah sebelumnya?” tanya Rave yang berhasil membuat Levana kembali terkejut sekaligus kebingungan.
“Tidak, tapi aku bisa tinggal di klinik untuk sementara waktu. Aku akan mengurus cicilan rumah nantinya,” jelas Levana cepat berusaha meyakinkan Rave jika semuanya akan baik-baik saja.
Akan tetapi, Rave sibuk dengan ponselnya sendiri dan tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh Levana. Setelah selesai dengan ponselnya, ia kembali menatap Levana dan terlihat menarik napas panjang sebelum akhirnya mengajaknya pergi.
“Aku sudah membeli rumah untuk kau tinggali, terserah mau kau apakan nantinya rumah itu, tapi selama pernikahan kita berlangsung, aku ingin kau tetap tinggal di sana,” ajak Rave yang mana mau tidak mau diikuti oleh Levana.
Belum sempat Levana pergi mengikuti Rave, sebuah pesan tiba-tiba masuk ke dalam ponselnya. “Jangan pikir hidupmu akan aman setelah menikahi Rave, Levana. Aku akan membuatmu menyesali semua keputusan yang sudah kau ambil.”
***
“Setelah mempertimbangkan seluruh bukti persidangan, Vincent Sullivan selaku Tergugat dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan pencemaran nama baik yang diajukan oleh Penggugat, Jacob Flynn. Informasi yang diberikan Tergugat kepada Francis Maverick merupakan fakta, yaitu adanya penggelapan dana, pemalsuan data, dan pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh Penggugat. Oleh karena itu, gugatan Penggugat resmi ditolak dan pengadilan membebankan seluruh biaya dan ganti rugi kepada Penggugat. Putusan persidangan ini dinyatakan selesai.”Ketukan palu sebanyak tiga kali berturut-turut pun terdengar, menandakan jika sidang benar-benar dianggap telah selesai. Perasaan Levana sendiri begitu lega setelah mendengar sang ayah dinyatakan tidak bersalah, sedangkan sang ibu menangis haru dalam pelukan Yara Maverick.Levana langsung mendongak ke arah samping kanannya begitu ia merasakan tangannya digenggam seseorang. Dirinya mendapati Rave tengah tersenyum tulus menatap ke arahnya dan dibalas senyuman yan
Pandangan Levana kini tak beralih sedikit pun dari pria di hadapannya. Ia dan Rave kini berada di dalam kamar Levana, duduk berhadapan dengan beberapa tumpuk berkas di hadapan mereka.“Jadi, bagaimana keputusanmu?” tegur Rave yang membuka pembicaraan lebih dulu.Embusan napas berat Levana kini terdengar dan mulai membuka salah satu berkas di hadapannya. Sebelumnya ia sempat berbicara langsung dengan ayahnya, menanyakan perihal kepergian kedua orang tuanya kemarin malam.“Semua perbuatanku di masa lalu itu memang benar, Levana. Walaupun semua informasi yang aku berikan pada Francis Maverick terkait Flynn Group benar adanya, pihak Flynn Group tetap saja bisa menjebloskanku ke dalam penjara dengan undang-undang pencemaran nama baik,” ujar sang ayah yang membuat Levana menggenggam erat ujung kemejanya.“Lalu, apa yang kau inginkan sekarang?” Suara Levana terdengar begitu dingin saat menanyakannya kepada sang ayah, membuat raut wajah sang ayah terlihat begitu sedih.Sebenarnya Levana meras
Seharian ini semua pekerjaan Levana mendadak terganggu karena ia terpikirkan dengan ucapan Rave sebelumnya. Ia tidak bisa bekerja dengan baik hingga rekan kerjanya sesama asisten lab menyarankan Levana untuk istirahat di ruangannya sebentar.“Berhenti memikirkannya, Levana. Hidupmu baik-baik saja sebelum dia datang kembali,” keluh Levana yang kini memejamkan matanya sembari bersandar di balik lemari.Sekuat apa pun Levana berusaha menepis pikirannya tentang Rave, ia tidak bisa melupakannya begitu saja. Pertemuannya kemarin malam seolah menghancurkan bentuk pertahanan Levana yang ia bangun sejauh ini.“Dari mana dia tahu jika aku sedang mengandung? Yang tahu tentang kehamilanku hanya mum dan dad saja,” gumam Levana yang mendadak bingung sendiri.“Mungkinkah ada orang lain yang mengetahuinya? Tapi siapa?”Keraguan mengenai kedua orang tuanya tiba-tiba mendatanginya. Ia penasaran dengan apa yang dilakukan kedua orang tuanya kemarin malam hingga membuatnya berada seorang diri di rumah.Ke
“Levana! Apa yang terjadi di rumah semalam? Kenapa bajumu berantakan di ruang keluarga? Dan baju siapa ini?” teriak sang ibu yang langsung membuka pintu kamar Levana tanpa permisi.Baik Levana maupun sang ibu sama-sama terkejut ketika pintu terbuka. Levana yang terbangun karena suara teriakan sang ibunya hanya bisa mematung saat menyadari posisinya saat ini. Begitu juga dengan sang ibu yang langsung membungkam mulutnya sendiri seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan.“Rave?” gumam sang ibu yang mana hanya gerakan bibir saja yang terlihat.Mata Levana refleks terpejam saat mengingat memorinya tadi malam. “Mum, ini tidak seperti yang kau bayangkan!” teriak Levana yang berhasil membangunkan pria di sampingnya.“Oh, Levana, jangan bergerak dan sebaiknya kau pakai bajumu dahulu,” sahut sang ibu yang langsung menutup pintu kamarnya. “Mum tunggu di bawah.”Tangan kanan Levana hanya bisa memijat keningnya saat menyadari apa yang terjadi tadi malam. Rave yang perlahan bangun pun
Tubuh Levana seketika membeku ketika dirinya membuka pintu dan mendapati Rave berdiri di hadapannya. Tubuhnya basah, wajahnya pucat, dan kulitnya mengkerut karena terkena hujan yang cukup deras.“Levana..” panggilnya pelan yang mana membuat Levana akhirnya tersadar dari lamunannya.“Rave? Apa yang kau lakukan di sini?Tangan Levana pun refleks menarik lengan Rave ketika dirinya tersadar dari lamunanya. Dengan kesadaran penuh dirinya mempersilakan suaminya itu masuk ke dalam rumah, khawatir akan kesehatan sang suami yang sudah basah kuyup seperti itu.“Sebenarnya apa yang kau lakukan di tengah hujan deras seperti ini? Kau benar-benar mencari penyakit,” tegur Levana yang kini sibuk sendiri membawakan handuk untuk Rave.Levana pun berlari kecil ke kamarnya, mengambilkan handuk untuk Rave. Sedangkan suaminya itu masih berdiri tepat di depan pintu rumahnya.Handuk yang Levana bawa pun langsung disampirkannya ke kepala dan tubuh Rave, mengusapkan di wajahnya hingga tidak lagi basah.“Lebih
Sidang perceraian Rave Maverick dan Lilian Flynn menjadi topik pencarian teratas. Tak hanya di sosial media, beberapa stasiun televisi swasta pun menayangkan siaran langsung sidang perceraian tersebut.Tak ingin terganggu dengan apa yang terjadi, Levana memilih untuk tetap pergi ke kampus. Dirinya tidak ingin hanya diam di rumah dan tidak berbuat apa pun, karena ujungnya ia pasti akan penasaran dan menonton tayangan sidang perceraian sang suami.“Kau baik-baik saja, Levana?” tegur asisten lab yang lain.Tangan Levana pun seketika berhenti dan menoleh ke arah rekan kerja. “Ya? Aku baik-baik saja. Apa aku membuat kesalahan?” tanya Levana yang kebingungan karena dirinya merasa tidak melakukan kesalahan.Kepala sang rekan kerja menggeleng cepat. “Kau … tidak terganggu dengan sidang perceraian Rave Maverick?” Kepala Levana langsung beralih kembali ke arah rekan kerja. “Oh, Levana, maafkan aku, tapi aku penasaran karena namamu terus dibawa oleh beberapa media.”Yang dikatakan oleh rekan ker