Lho ini kan orang tua nya Siti? Kenapa jadi pencuri?Aku memperbesar gambar di layar ponselku. Bener, ga salah lagi. Ini Bapak-bapak yang mengaku Bapaknya Siti. "Kenapa Al?" Lea yang mungkin heran melihatku kini menghampiri. Melihat apa yang tengah aku perhatikan."Ini seperti Bapak Siti, Le."Lea mengambil alih ponselku."Siti si Raisa gadungan? Masa, sih?""Iya! Aku inget banget kok, kumis dan tahi lalat nya mirip Rano Karno.""Kalau gitu besok kita samperin aja.""Kamu temenin, ya?""Iya.""Tapi, aku mau ketemu Pak Arsyad dulu. Kemarin sudah janjian besok mau bertemu.""Oh, ya, bagaimana proses perceraian lu?""Alhamdulillah tinggal selangkah lagi.""Wah, bentar lagi kita sama ya. Janda muda dan seksi.""Seksi? Maaf ya, aku ga mau jadi janda muda seksi. Aku ingin menjadi janda muda Sholehah.""Iya deh, iyaa ..." Aku terkekeh melihat ekspresi Lea yang bergegas menutup pahanya yang tersingkap karena duduknya yang tak sopan.***Pagi ini aku memandikan sabila. Rencana setelah mengan
Seorang wanita yang tak lagi muda dengan dandanan yang begitu menawan datang bersama seorang perempuan muda dengan gaya sosialita. Tanpa permisi keduanya masuk kerumah yang pintunya dalam keadaan terbuka itu. Mataku begitu terkesima ketika kedua orang itu sudah begitu dekat denganku."Mbak Aina Maharani Putri?" desisku, tanpa sadar bibirku sedikit terbuka."Awas lalar masuk!" sentak Ubay yang ternyata melihat reaksiku.Aku langsung merapatkan bibir. Tapi tak dipungkiri rasa kagum itu makin menjadi-jadi. Mimpi apa aku ketemu seorang selegram terkenal merangkap artis cantik yang wajahnya sering muncul di televisi, youtobe dan tiktok itu. Perempuan itu memamerkan senyum sambil berjalan ilegan ke arahku. Tangannya mengait ditangan wanita disebelahnya, sangat harmonis.Lea dan Ubay mendekati mereka, lalu menyalami perempuan yang memakai baju kebaya dengan sanggul yang menghiasi rambutnya.Aku terpaku, apa itu Ibunya Lea? Dan apa Mbak Aina saudaraan sama mereka. Duh, kenapa ga bilang-bilan
Paginya aku berangkat ke rumah Tante Irma. Semalam memang kami sudah janjian untuk bertemu. Mama Tety dijaga oleh Adit anaknya Tante Irma, jadi hari ini Tante bisa ke rumah sakit agak siang."Maafin Tante, ya, Al. Tante benaran malu sebenarnya ngeluh sama kamu. Tak seharusnya anak ini Tante titip sama kamu. Tapi saat ini posisi Tante, serba salah. Mau dibawa kerumah sakit, kasian. Ditinggal ga ada yang jaga. Om, selalu pulang malam. Sedangkan Adit, mana ngerti jagain anak kecil." Adit masih kuliah, apalagi memang anak satu-satunya, pasti untuk urusan jagain anak kecil itu sedikit mustahil."Gapapa, Tante. Walau sebenarnya saat ini Alina dan Mas Gunawan sudah resmi bercerai.""Resmi bercerai?Serius, Nak?"Aku mengangguk. Mata Tante Irma berkaca-kaca."Ya Allah ... Tante ga bisa membayangkan jika Mbak Tety tahu." ujarnya dengan suara bergetar menahan tangis."Kasian Gunawan. Walau kelakuannya benar-benar menyebalkan, dia tetap ponakan Tante. Sekarang semua yang kena getahnya." Lanjutnya
"Tante kita kemana? Jalan-jalan lagi, ya. Kemarin Lala jalan-jalan sama Om ganteng, beli banyak makanan dan mainan." Aku langsung teringat saat Ubay membawa Sabila ke Mall."Trus? Omnya marah-marah ga?""Engga. Omnya baik banget, apa yang Lala pinta langsung dibeliin. Ga kayak Papa. Jarang ajak Lala jalan-jalan."Aku kembali merenung, pasti karena Mas Gunawan harus membagi waktu denganku."Tante, Lala boleh tidak tinggal sama Om dan Tante?""Maksudnya?" Aku langsung menoleh."Lala mau kita tinggal bersama Tante sama Om, tinggal bersama-sama Lala. Lala jadi anak Tante dan Om."Astaga! Bocil, hayalan macam apa itu? Aku juga mau, eh!"Lala, Om dan Tante ga boleh tinggal bersama. Karena kita belum menikah." Aku mencoba menjelaskan dengan bahasa sederhana, walau bicara dengan anak kecil rasanya membutuhkan skill yang mumpuni agar mereka paham apa yang dibicarakan."Oooh, jadi, Om dan Tante baru akan menikah?""Lho, kok?""Iyaa, karena kata Om ganteng. Tante itu calon istri, Om."Aku kemba
"Bang! Lu kok gitu?"Ubay tak menanggapi Lea. Lelaki itu langsung masuk ke dalam. Aku terdiam, tak tau harus berbuat apalagi.Lea menyerahkan Sabila yang dalam gendongannya padaku, lalu menyusul Ubay ke dalam.Entah apa yang mereka bicarakan. Aku memilih membawa kembali barang-barang Sabila ke mobil."Kita ke rumah Tante aja, ya." bisikku.Sabila mengangguk. Wajah Sabila murung, senyum keceriaan hilang dari wajahnya."Eh, mau dibawa kemana barang-barangnya!" bentak Ubay yang sudah keluar dengan Lea di belakang."Maaf, Bay. Sabila aku bawa kerumahku aja. Biar aku yang jaga." Lirihku."Biar kamu bisa bertemu dengan Bapaknya tiap hari? Lalu kalian balikan gitu?" tudingnya dengan nada rendah tapi cukup membuat perih.Aku melongo? Lea yang sedari tadi memasang wajah cemberut berlari ke arahku dengan senyum yang merekah."Lu! Kelewatan, Bang! Anak orang sampe pucat gitu wajahnya.""Haa, maksudnya?" Aku makin bingung."Nona cantik, sini sama Om ganteng. Katanya mau tinggal bareng sama Om dan
"Ya, gapapa. Aku kesini juga mau ketemu Lea dan Lala. Mereka ada kan?""Kirain mau ketemu aku." gumamnya.Aku melempar senyum, masih dalam masa Iddah, belum bisa memberi lampu hijau pada siapapun."Apaan, kaga ah, masa pake baju ini!" Lea melempar gamis dress Maxi berwarna mocca itu ke atas kasur. "Coba dulu, Lea. Aku juga memakai baju yang sama.""Emang mau kemana sih? Mau makan malam aja ribet amat, pake kerudung segala kayak mau ke pengajian." Gerutunya."Sssttt ... Pokoknya nurut sama aku, plisss ..."Dengan segala bujuk rayu. Akhirnya aku berhasil membuat Lea memakai gamis itu, dan kerudung pashmina squre dengan warna senada. Setelah salat magrib Lea yang sudah aku dandani berjalan pelan dengan tangan kupegang. Kami semua sudah rapi, tinggal turun menunggu Ubay."Gw kayak pengantin." Kekehnya."InsyaAllah calon pengantin." bisikku."Ah gw kalau ga sama Arsyad, ga mau!""Makanya kamu berubah, ini ngomongnya udah balik lagi kayak Bang Juned!"protesku. Lea kembali ketawa."Ketawan
POV IgunRaisa hilang, meski dari bukti yang didapat oleh Alina. Raisa hanyalah nama samaran, tapi aku tetap harus mencari dia. Ada banyak hal yang harus kami bicarakan. Dia tak bisa pergi begitu saja, membawa mobil Mama, dan meninggalkan Sabila bersamaku. Berbagai tempat kudatangi, bahkan polisi pun sudah turun tangan. Perempuan itu hilang bak ditelan bumi.Hingga saat melewati kafe hati, aku melihat seseorang yang tiba-tiba saja sangat kurindukan. Alina!Perempuan itu datang dengan temannya dan laki-laki yang menyebabkan aku dipecat dari kantor. Pasti si Haqi yang mengadu pada Pak Adrian bahwa aku punya istri dua. Aarggghh ... Ingin kuhantam kepala laki-laki itu, tapi aku sadar. Dia orang kaya, apa saja bisa dia lakukan padaku, termasuk menyingkirkanku tanpa jejak. Aku terus memperhatikan mereka dibalik kendaraan yang terparkir. Ada Sabila bersama mereka. Rasa didada panas membara. Alina seperti sepasang suami istri yang sedang makan malam bersama teman-temannya.Tak tahan melihat
Terduduk di bibir ranjang Mama. Aku harus mencari kemana, menanyakan langsung kepada Mama, tentu saja itu tidak mungkin.Aku beralih ke kamar sebelah. Kamar dimana tempat aku dan Alina dulu tidur jika menginap disini. Dan terakhir menjadi kamar Raisa.Sebagian pakaian Raisa masih ada disana. Beberapa baju gamis, dan atasan lengan panjang begitu juga beberapa kerudung yang pernah dia pakai. Pasti perempuan itu sengaja tak membawa pakaian ini karena memang dia pakai hanya untuk menarik perhatian Mama saja.Mataku tertuju pada beberapa lembar pakaian tidur wanita yang berwarna cerah dengan bahan begitu transparan. Sejak kapan Raisa punya lingerie seperti ini? Rasanya selama bersamaku dia tak pernah memakainya. Mataku tak sengaja melihat sebuah kertas yang sengaja diremuk. Aku membuka kertas itu. Beberapa nota pembelian perhiasan, tiket ke bioskop dan ini apa? Kuitansi pembayaran sebuah hotel. Sejak kapan dia menginap di hotel. Aku meremas kertas itu dengan geram. Jangan-jangan selama a