Uang di tangan makin hari makin menipis, sebagian sudah kupakai untuk membayar tagihan di hotel, kontrakan juga ongkos bolak-balik mencari kontrakan dan mencari Sabila. Sebelum uangnya habis aku harus segera mendapatkan penghasilan lain.Sore ini, aku sampai dirumah Farhan. Sebentar lagi dia pasti pulang dari kantor. Aku akan membongkar kebusukan laki-laki itu, kalau tidak mau menyerahkan uangnya padaku.Tepat jam lima mobil Farhan datang, aku yang menunggu di bawah pohon tak jauh dari rumahnya bergegas bangun. Masuk ke pekarangan itu dengan berjalan perlahan."Farhan!" Seruku saat Farhan yang baru keluar dari mobil hitamnya itu.Dia menoleh lalu segera membuang pandang."Kamu ga kirimin aku uang? Aku punya rekaman kamu dan Rika berduaan?" Ancamku."Oh, ya?" sahutnya cuek sambil mengambil sesuatu di mobil lalu menutupnya kembali."Kamu sudah siap hidup sengsara, ya Han?"Farhan tak menjawab. Namun, tiba-tiba dari pintu sebelah seorang wanita turun membawa banyak barang. "Oh, kalian s
POV Siti.Sial sekali hari ini aku bertemu lagi dengan Mas Gunawan. Padahal aku sudah berusaha menjauh darinya. Lelaki itu pasti marah besar jika tahu mobilnya sudah kujual untuk membayar Ki Kusumo. Dukun kampungan yang membuat aku kini tersiksa. "Seharusnya dari kemarin kau membayar uang ini, karena saya juga harus membeli kambing hitam untuk persembahan. Kau terlambat, sehingga membuat marah dia yang menolongmu untuk terlihat cantik," ujarnya dengan suara berat."Tolonglah, Ki. Saya baru dapat uangnya. Beberapa hari ini tubuh saya mengeluarkan bau yang tidak sedap. Dan wajah saya juga tiba-tiba terlihat tua. Kita sudah bekerjasama lama, Ki. Tolong bantu saya," aku memelas."Saya tidak bisa membantu kamu. Setidaknya Saya sudah membuat kamu terhindar dari menjadi tumbal atas permintaan kamu sendiri. Sekarang susuk itu tak akan bermanfaat lagi. Kamu silahkan pergi!""Tapi, Ki. Saya sudah menyerahkan banyak uang pada Ki Kusumo!" "Hahaha, kau kira itu cukup! Beberapa bulan ini kau tida
Kini, aku terpaksa kembali pada pekerjaanku yang lama. Setelah Sabila terpaksa kuserahkan pada Freddy. Hotel tempat aku dan Mas Gunawan menginap ternyata miliknya. Dan secara kebetulan kami bertemu saat aku mengajak Sabila jalan-jalan keluar. Aku sudah berusaha lari dan bersembunyi.Namun, Laki-laki itu dengan mudah mengikuti dan masuk ke kamarku."Walau, anak ini lahir dari seorang perempuan murahan seperti kamu. Aku akan tetap membawanya, dia benihku. Aku akan merawatnya jangan sampai dia besar menjadi seorang pelacur seperti ibunya." Sentaknya."Heh! Jangan merasa paling benar kamu Freddy! Kau juga laki-laki bejat yang tidur dengan banyak wanita."Freddy berdecih!"Aku sedari awal sudah menawarkan kehidupan yang lebih baik padamu. Kau yang tak mau. Padahal, asal kau tahu. Kau wanita pertama yang aku tiduri saat itu. Sekarang sudah terlambat, melihatmu saja aku sudah jijik. Aku kesini hanya untuk mengambil anakku,"Aku berontak, namun anak buah Freddy memegang kedua tanganku."Itu bu
"Lihat apa sih?"Tanya Mas Ubay saat aku sedang membaca portal media online yang memperlihatkan sebuah berita kecelakaan lalu lintas di jalan tol. Korbannya seorang perempuan yang tak punya identitas, wajahnya juga hancur tak lagi bisa dikenali, karena terlindas truk."Berita kecelakaan, Mas," sahutku sambil menaruh ponselku dan sekarang melihat ke arah Mas Ubay."Dedek, lagi apa?" Tangannya mengelus lembut perutku yang masih datar, perkiraan dokter usianya baru 4-5 Minggu.Saat tahu aku hamil, perhatiannya makin menjadi-jadi saja."Lagi mikirin Ayah, kapan ya, beliin Bunda rujak,""Eh, iya Ayah lupa. Yuk, kita beli sekarang," Dia langsung bangkit."Naik mobil apa mau pake motor,""Motor aja, Mas,""Oke!" Sahutnya sambil meraih kunci motor di atas meja.Saat hendak menaiki motor."Hey! Mau kemana? Kok pake motor?" Seru Mama yang baru keluar.Sejak aku dinyatakan hamil, Mama memintaku untuk tinggal bersamanya. Meski Lea keberatan. Tapi, kata Mama, Mama lebih berpengalaman dari pada Le
"Waaah, buahnya seger- seger banget, makan disini boleh, ya Mas?" Rajukku. Entah kenapa benar-benar sudah tak sabar ingin memakan rujak itu sekarang."Lama ga? Takutnya Mama khawatir, aku ga bawa ponsel soalnya,""Engga lama, kok. Sebentar aja," pintaku memelas.Mas Ubay akhirnya mengabulkan permintaanku. Usai makan rujak kami pun berniat hendak pulang."Mas, mau burger!" Cicitku."Burger? Tumben! kamu kan ga suka burger?"."Bukan, aku. Tapi, anak kita," ujarku sambil mengusap perutku yang masih rata."Oke, yuk kita cari,"Sesampainya di sebuah restoran Mas Ubay berhenti."Aku ga mau beli disini. Maunya di Abang-abang yang pake gerobak!""Emang ada?""Ada!" sahutku penuh semangat."Tapi, kan ga bersih, Sayang. Ga steril,""Aku pokoknya mau itu, ga mau yang lain,"rasanya ingin nangis saja. Apa begini perasaan wanita hamil? Kenapa aku tiba-tiba jadi cengeng begini."Iya, yaa ... Yuk kita cari,"Kami pun berkeliling mencari tukang burger. Sampai berkali-kali bertanya pada warga yang lewa
"Mama sebenarnya mau ngadain resepsi besar-besaran. Biar kita bisa mengundang kerabat besar dan juga rekan rekan bisnis Papa. Gimana pun, Ubay nanti yang akan menggantikan Papa. Anggap saja ini perkenalan Ubay dengan mereka. Tapi, Mama khawatir dengan kesehatan Alina. Lagi hamil muda takutnya kecapean," ujar Mama saat kami sedang makan malam."Gimana kalau sekalian resepsi Lea aja, Ma?" sanggah Lea. Yang malam itu menginap di rumah mama.Semua mata menatap ke arah Lea. Lea tampak malu lalu menundukkan kepalanya."Emang kamu mau menikah lagi?" cecar Mama tajam."Lea, dalam proses perkenalan dengan seorang laki-laki, Ma. Dia pengacara, orangnya InsyaAllah baik. Alina yakin, dia bisa membimbing Lea, dan alina juga percaya jika Lea memang punya keinginan untuk menikah semata-mata ingin mendapatkan ridho Allah," sahutku cepat.Kini semua melihat ke arahku. Lea menatap dengan mata berkaca-kaca. Aku tahu, Mama sudah tak percaya pada Lea. Setiap laki-laki yang dijodohkan dengannya berakhir ka
"Ya, gapapa kali, Al. Kasian tuh anak, bete banget sejak suaminya uring-uringan minta balik ke luar negeri,""Kenapa mereka ga balik aja, sih!" Sangat berharap malah aku, dia segera menjauh sejauh-jauhnya."Flo mau buka usaha di sini, apalagi sejak aku cerita kamu punya sebuah restoran. Wajah dia sangat bersemangat, biar dia nyontoh kamu, Al,"Aku tersenyum miring, aku yakin Flo bukan semangat ingin mengikuti jejakku. Tapi, semangat ingin menghancurkanku. Untuk bicara pada Lea, aku segan. Flo saudara Lea, takutnya mereka malah selisih paham karena aku.Paginya."Alina lagi hamil lho, jangan aneh-aneh Mama ga suka. Nanti kalian disana ga bisa jaga Alina, cucu Mama nanti kenapa-kenapa," tolak Mama tegas saat Lea mengutarakan rencana kami."Ada Ubay kok, Ma. Flo dan Andre juga ikut," seru Mas Ubay meyakinkan Mama.Aku memilih diam. Hati kecil melarangku untuk ikut, tapi alasan apa yang akan gunakan?Dan akhirnya rencana itu pun terealisasi. Keesokan harinya menjelang subuh kami sudah ber
Aina keluar dari mobil bersama Flo. Senyumku seketika padam. Kenapa ada dia? Lalu kenapa Mas Ubay tampak sangat marah."Kita balik sekarang!" Titah Mas Ubay mendekat lalu mengandeng tanganku masuk."Ada apa ini, Bang?" Tanya Lea panik."Tanya sama sepupu lu, itu! Udah gw bilang ga usah bawa dia, lu ngotot!" sahutnya sambil terus berlalu."Bang, jelasin dulu!"Mas Ubay berhenti yang membuatku seketika juga berhenti."Dia membohongi gw! Dia sengaja pura-pura sakit perut dan meminta gw menemaninya ke klinik. Dan lu tau apa? Ternyata dia menunggu perempuan itu disana, bukan untuk berobat!""Astaghfirullah ..." Lea menatap ke arah Flo dengan tatapan tajam."Sorry, ya teman-teman, kami duluan pulang," seru Mas Ubay."Sabar ya, Bro," bisik suami Dea sambil menepuk pundak Mas Ubay."Saya yang minta maaf kepada kalian semua. Acara kumpul-kumpul kita jadi berantakan gara-gara, saya." "Tak apa, Mas. Kami maklum," sahut Anggi cepat, sebagai ketua geng, Anggi tentu merasa punya tanggung jawab."A