Share

6.Selanjutnya

"Wahai kaum adam, ketahuilah! selain hati rapuh kalian yang mudah terkoyak, ingatlah bahwa hati kaum hawa bahkan lebih rapuh lagi dari pada kalian dan jika hati kalian bisa terkoyak hanya karena hembusan angin, hati perempuan dapat terkoyak bahkan sebelum anginnya berhembus, hati kami berada satu langkah dari pada kalian dalam hal mudah untuk tersakiti, sekian! terima kasih atas perhatiannya!"

Fera mengakhiri pidato singkat tak bermanfaatnya di depan kelas, dan tanpa ba bi bu dia langsung saja kembali ke tempat duduknya di iringi dengan suara jangkrik yang bergema diseluruh kelas.

Teman-teman sekelas dan guru bahasa Indonesianya menatap kearahnya dengan mulut terbuka lebar, seolah tidak percaya bahwa telinga mereka baru saja mendengar pidato singkat, padat dan kurang jelas dari Fera.

Levi menggelengkan kepalanya heran menatap Fera, "Apa?" tanya Fera polos. Levi mengurungkan niatnya untuk berkata-kata kasar pada sahabatnya ini dan memilih untuk mengurut dadanya dan melihat ke depan kelas.

Sekarang ini sedang berlangsung salah satu dari pelajaran kesukaan Fera, Bahasa Indonesia.

Bu guru Asminah menaikan kembali kacamatanya yang merosot dan menatap ke seluruh kelas, rata-rata siswa dan siswi di kelas ini berbisik-bisik setelah Fera selesai berpidato di depan kelas.

Materi pelajaran hari ini memang mengharuskan setiap murid untuk menyiapkan pidato pendek dan menyampaikannya di depan kelas, temanya terserah kepada siswa/i itu sendiri, dan Fera memanfaatkan kesempatan ini untuk menyampaikan isi hati absurdnya yang sudah lama ingin sekali dia sampaikan pada teman-teman sekelasnya.

Seorang siswa bertanya pada Bu guru Asminah.

"Buk, memangnya pidato seperti itu di perbolehkan ya?" Fera menggerakkan kepalanya menatap tajam kepada Idris, satu-satunya siswa yang serius pada pelajaran di kelasnya. "Ya boleh lah, kata Bu guru saja temanya terserah pada kita kan? lalu apa masalanya?" Jawab Fera sewot.

" Bukan seperti itu juga Fera, pokonya kamu harus mempersiapkan pidato yang lain. Yang tadi itu tidak di hitung."

Ujar Bu Asminah kemudian, memadamkan api semangat dari dalam diri Fera dan mengobarkan api kemenangan di dalam hatinya Idris.

"Rasain!" ledek Idris pada Fera dan yang Fera lakukan hanya mengeluh tentang betapa tidak adilnya pidato bagusnya tadi tidak dihitung oleh gurunya ini. Lalu parahnya lagi, seluruh kelas termasuk Levi juga setuju kalau Fera harus mengulang pidatonya sekali lagi. Setelah rengekannya berhenti karena tidak ada satupun yang setuju dengannya.

Fera kemudian menatap Idris tajam lalu diarahkan kedua jari nya seolah ingin menusuk matanya sendiri lagi diarahkannya lagi jari telunjuk dan jari tengah itu kepada matanya Idris,yang artinya 'Aku mengawasimu'.

***

"Vi" panggilku pada Levi, sekarang jam istirahat sedang berlangsung dikelas hanya tersisa beberapa orang saja termasuk aku, Levi dan Melisa. Sedangkan yang lainnya bertugas untuk membeli makanan di kantin, kami hanya menitipkan jajanan kami pada mereka.

"Hm?" Sahutnya tidak tertarik dan sibuk mencatat Pr Bahasa Inggris yang setelah istirahat berakhir pelajarannya akan dimulai.

Tentu saja aku sudah selesai mengerjakan Pr yang diberikan oleh guru Favoritku itu 2 hari yang lalu. yang sedang dicatat oleh Levi dan Melisa sekarang saja adalah buku Bahasa Inggrisku.

"Loe seriusan suka sama si kelvin kelvin itu? " Tanyaku penasaran, aku memandangi wajahnya yang tadi sangat serius dan perlahan rona merah menghiasi kedua pipinya, dia mencubit lenganku "Apaan sih!" bantahnya keki, dan memilih untuk mengabaikanku. "Aww.. sakit Vi!" keluhku seraya mengusap bekas cubitannya Levi.

Melisa mengerutkan keningnya, "Seriusan? Levi suka sama cowok?" Telisiknya tidak percaya, pulpennya berhenti di atas kertas, yang aku yakin dia belum selesai menyalin jawabannya.

"Iya Mel, kemarin tau gak sih? pas anak multi media yang matanya hijau matre itu ke kelas?"

kataku lagi mencoba mengingat-ngigat hal kemarin.

"Terus-terus?" Tanyanya penasaran.

"Please Fer! gak usah bahas itu lagi oke?" Levi merajuk.

"Eh, apa pulak? gue kan juga berhak tau Vi, tentang orang yang loe suka, gue kan juga sahabat loe, sama kayak Fera!" Dan Levi memilih bungkam dan kembali mencatat, memilih untuk menghiraukan kami berdua dan menganggap bahwa kami adalah makhluk tak kasat mata.

"Jadi, kemarin itu pas si Kelvin itu masuk ke kelas, Levi jadi gugup banget terus dia jadi malu-malu kucing, mukanya meraaahh.. banget, terus pas gue tanya, mau gue kenalin sama dia gak? dia bilangnya gini. Apaan sih! persis banget kayak tadi"

Ujarku penjang lebar pada Melisa yang sekarang sedang tersenyum lebar.

"Hohoho... Levi... Boleh tuh mau dikenalin, mau aja kenapa? biar gak jadi secret admirer lagi. Mau lah, mau lah ya ya ya!" Desak Melisa kemudian, aku hanya tertawa melihat wajah Levi yang sudah memerah seperti buah apel hingga ke telinganya.

" Aku ke toilet dulu"

bagai berbicara pada tembok, Levi langsung berdiri kemudian pergi keluar kelas dengan tergesa-gesa.

Aku dan Melisa hanya tertawa melihat tingkah polos anak itu.

***

Ctik

Suara pemantik api yang dinyalakan terdengar dari belakang lab pemasaran. Kelvin dan kroni-kroninya berkumpul di tempat sempit namun strategis untuk berbuat onar itu, ruang lab pemasaran yang terletak di ujung sekolah yang di belakangnya terdapat pagar yang tinggi namun bisa di lewati itu menjadi tempat berkumpul yang pas bagi Kelvin dan rekan sejawatnya untuk membolos pelajaran.

Kelvin, Randi, Gio, sean dan julian. Mereka adalah sohib akrab yang juga satu tim di klub bola voli pria, mereka tidak terpisahkan satu sama lainnya dan juga mereka berlima adalah patner in crime.

Kelvin sedang menghisap rokoknya dan Randi sedang memakan kripik kentang yang baru saja di buka bungkusnya. Gio berjongkok diatas lantai semen yang kotor itu juga sedang menghisap rokoknya.

Sean berdiri sambil bersidekap mulutnya asik mengunyah permen karet.

Julian juga berjongkok di samping Gio dan menghisap rokoknya.

Asap membumbung dan bau rokok memenuhi tempat itu.

Dari samping lab itu, keluar asap-asap putih yang berasal dari mereka.

Lab pemasaran berada di belakang ruang kelas Akutansi yang mana itu adalah ruangan kelasnya Fera.

"Bro, gue heran deh, kenapa sampai sekarang gak ada cewek yang suka sama gue? " cetus Gio tiba-tiba.

Kelvin meliriknya jengah. 'Eh dasar jones satu ini, asik itu-itu aja yg dibahas' batin kelvin keki.

"Tauk, bauk kali badan loe" kata Kelvin asal.

"Enak aja ngatain gue bauk, lu kali bauk" Gio yang tidak terima bangkit dari kuburnya -eh, duduknya, diketekinya kepala Kelvin, "nih, cium-cium bauk kan kata lu"

"Eh sianyeng! Ku kepret nanti lu! "

Sementara Kelvin dan Gio sedang mengketek-keteki ria, Sean, Julian, dan Randi memilih untuk menghisap rokok saja dan mengabaikan mereka.

'Idiot' serentak terbesit kata keren itu dari kepala mereka melihat perangai Kelvin dan Gio.

Kegaduhan itu terdengar hingga ketelinga Levi yang berniat ke toilet, koridor yang dilaluinya mengundang rasa penasaran Levi untuk melihat siapa penyebab kegaduhan itu.

Levi melirik ke kelasnya, dan melirik ke belakang Lab pemasaran, karena kedua bagunan itu sedikit berdekatan makanya ini memungkinkan.

Mata Levi membulat, dia berdiri didepan 5 orang siswa yang dua dari mereka saling mengketeki sesamanya, dan ketiga orang lagi sedang merokok. Hukum rokok haram disekolah bagi murid bukan?

Levi yang tidak melihat siapa yang sedang berketekan berlari ke ruang guru yang berada tak jauh dari situ

"Buk, ada murid yang merokok dibelakang Lab"

Lapor Levi tergesa-gesa setelah membuka pintu yang tertutup, seorang Bapak guru satu-satunya yang berada di ruangan itu menoleh padanya.

"Ibuk siapa?"

Levi terkejut, pak... Pak guru killer???!!

Sebuah seringai terpatri di hatinya.

"Eh bukan buk tapi pak, di belakang Lab pemasaran ada yang ngerokok pak"

Setelah melapor Levi pun menunjukkan jalan pada Bapak killer itu untuk meringkus para siswa bandel.

Saat sudah sampai Bapak itu menanyakanya.

"Mana anaknya? "

"Itu pak! Mereka tuh!"

Tunjuk Levi pada 5 siswa bandel yang terkejut. Puntung rokok berjatuhan dibawah kaki mereka.

"KALIAN??!!"

Bapak killler itu terkejut melihat biang onar itu kembali berbuat onar.

"A...aku bisa jelaskan.." Kelvin pucat pasi, sehabis diketeki Gio dan menyesap rokok dia menjadi seperti itu.

Levi baru menyadari orang dilaporkannya rupanya Kelvin, 'mati aku' meradanglah dia.

Bersambung..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status