Share

Bab 7

Author: Jayfi
Tatapan Mike berulang kali berpindah antara Prilly dan Libby. Setelah hening singkat, akhirnya pandangannya berhenti pada wajah Prilly.

Dengan sangat sulit, dia membuka mulut. Suaranya serak. "Aku pilih ... Prilly."

Begitu kata-kata itu jatuh, seluruh tubuh Libby seakan-akan kehilangan semua kekuatan. Dia terkulai lemas.

"Hahaha! Mike, kamu benar-benar sama seperti dulu. Demi masa depan, nyawa istri sendiri pun bisa kamu abaikan." Winston memotong tali yang mengikat Prilly, lalu melemparkannya ke arah Mike.

Mike segera menunduk dan menggendong Prilly dengan hati-hati, seolah-olah sedang menggendong barang pecah belah yang paling rapuh.

"Prilly, jangan takut. Aku akan segera membawamu ke rumah sakit."

Tanpa ragu sedetik pun, Mike langsung berbalik dan berlari ke luar, seolah-olah takut satu detik saja akan memperburuk luka Prilly.

Dia bahkan tidak memberi Libby sekali pun pandangan.

Winston mengeluarkan cambuk dan menghantamkannya dengan keras ke tubuh Libby. "Jangan salahkan aku kejam. Salahkan saja kamu yang jatuh ke tangan orang yang salah. Utang Mike harus ditebus olehmu."

Cambukan demi cambukan mendarat di punggung Libby. Dengan cepat, kulit dan dagingnya robek, membuatnya berlumuran darah. Rasa sakit yang menembus tulang membuatnya hampir tak bisa bernapas. Bahkan untuk mengeluarkan suara lemah pun dia tak sanggup.

Dalam kesadarannya yang mulai kabur, dia teringat saat dulu Mike memegang sebuah cincin polos, berlutut satu kaki di hadapannya.

Tatapan pria itu pernah begitu menyala dan suaranya juga begitu tulus. "Libby, menikahlah denganku. Aku akan melindungimu seumur hidup."

Namun ternyata ... seumur hidup itu hanya bertahan beberapa tahun saja.

Saat kembali sadar, Libby sudah terbaring di ranjang rumah sakit. Mike bersandar di tepi ranjang. Dasinya miring, kantong matanya hitam, seolah-olah dia telah menunggu lama.

"Kamu sudah bangun?"

Libby menoleh ke samping, menghindari tangan Mike yang ingin menyentuhnya.

Mike menarik kembali tangannya dengan kikuk, lalu berkata, "Waktu itu situasinya mendesak. Aku hanya bisa menyelamatkan Prilly dulu, baru mencari cara menyelamatkanmu. Winston itu gila. Aku nggak bisa asal membuat keputusan."

Suaranya tiba-tiba melembut. "Maaf, Libby. Karena aku, kamu menderita."

"Kalau aku benar-benar mati di tangan Winston, gimana?" Libby tiba-tiba bertanya. Suaranya serak. "Kamu akan menyesal?"

Mike terdiam. Suasana mendadak sangat mencekam. Beberapa detik kemudian, dia baru hendak berbicara, tetapi dering ponsel yang mendadak dan sangat nyaring memotong semuanya.

"Mike, kamu di mana? Aku ... sakit sekali ...." Suara lemah Prilly terdengar di ujung sana.

Mike refleks menatap Libby, lalu mengucapkan "istirahat yang baik" dengan gerakan bibir, kemudian pergi.

Mike pergi. Libby pun tertawa. Keraguannya beberapa detik tadi sudah cukup sebagai jawaban. Dia memang bukan pilihan pertama Mike lagi. Tentu saja, Mike tidak akan menyesal tidak menyelamatkannya. Dia yang bodoh karena masih bertanya.

Setelah keluar dari rumah sakit, Libby tak sempat membereskan apa pun dan langsung menuju bandara.

"Libby, lama nggak ketemu! Bibi kangen sekali sama kamu." Qaila memeluknya erat-erat.

Begitu tubuh mereka bersentuhan, luka-luka di tubuh Libby terasa nyeri, membuatnya tak sengaja mengeluarkan erangan pelan.

Saat itulah Qaila melihat luka-lukanya. "Libby, kenapa bisa begini?"

Libby menarik napas dalam-dalam dan menjawab dengan santai, "Nggak apa-apa, beberapa hari lalu aku jatuh."

Qaila masih ragu, tetapi karena Libby tidak mau berbicara, dia tidak memaksa. "Suamimu mana? Ah, lebih tepatnya mantan suamimu. Kenapa dia nggak ikut? Walaupun kalian sudah cerai, sebagai orang yang lebih tua, dia tetap seharusnya menemuiku."

Libby menunduk. "Dia lagi sibuk dengan perusahaannya yang mau melantai di bursa, jadi nggak sempat."

"Serius? Perusahaan mana?"

"Grup Bright."

Qaila tertegun sesaat. Itulah perusahaan yang memang sedang dia audit.

"Nggak usah bahas dia. Aku ajak Bibi makan di restoran favorit Bibi."

Saat makan, Qaila pamit ke toilet dan menelepon asistennya. "Selidiki kehidupan pribadi presdir Grup Bright, Mike. Aku mau seluruh datanya."

Asistennya bekerja dengan cepat. Saat Qaila keluar dari restoran, pesan-pesan itu sudah masuk. Dia membaca isinya. Dadanya sesak, matanya berkaca-kaca.

Libby sadar ada yang aneh. "Kenapa? Bibi nggak enak badan?"

Qaila menggenggam kuat tangan Libby, menghela napas. "Anak bodoh, selama ini kamu sudah menderita. Mulai sekarang, Bibi akan lindungi kamu."

Rasa tertekan dalam hati Libby seketika bergejolak, tetapi dia menelan semuanya. "Aku baik-baik saja."

Beberapa hari berikutnya, Qaila sibuk dengan audit. Libby mulai mengurus persiapan pindah ke luar negeri. Mengurus visa, memesan tiket pesawat, membereskan barang, belanja kebutuhan. Harinya penuh.

Sementara itu, Mike membawa Prilly ke pulau untuk memulihkan diri. Di media sosial, Mike setiap hari mengunggah momen mesra dengan Prilly.

Foto pertama, mereka bergandengan tangan berjalan di tepi pantai. Caption-nya adalah "Hidup seluas lautan. Terima kasih sudah hadir di sisiku".

Foto kedua, di pantai yang disinari matahari, mereka bersandar bersama. Caption-nya adalah "Hari ini mataharinya bagus. Kami memungut batu di tepi pantai".

Foto ketiga, malam penuh bintang, kembang api indah. Caption-nya adalah "Dengan cahaya bintang sebagai mas kawin, kuberikan padamu hidup tanpa beban".

Libby melihatnya, lalu tersenyum. Kalimat-kalimat itu dulu pernah Mike ucapkan padanya. Sekarang yang tersenyum bahagia adalah orang lain.

Benar, kalau sudah tidak cinta, hati pun tidak sakit lagi. Libby menatap vila yang sudah kosong tanpa jejaknya dan tersenyum puas.

Dia masuk ke ruang kerja, melepas cincin polos itu, meletakkannya bersama akta pengalihan saham di meja Mike. Dia tidak ingin membawa milik Mike bersamanya.

Tiga hari kemudian, audit Qaila selesai.

Libby menjemput Qaila dan pergi ke bandara. "Pekerjaan Bibi lancar?"

Mata Qaila berbinar, jawabannya tenang. "Perusahaan yang diaudit kali ini bermasalah. Nggak lolos audit untuk IPO. Sepertinya nggak akan jadi melantai."

"Oh, sayang sekali." Libby memandang ke luar jendela, tidak melihat berkas di tangan Qaila yang bertuliskan Grup Bright.

Kota itu terus menjauh dari pandangan, hingga perlahan menjadi kabur. Dia akhirnya meninggalkan tempat yang dulu menjadi saksi hidupnya bersama Mike.

Setelah selesai check-in, Libby mengeluarkan ponselnya dan menghapus semua yang berhubungan dengan Mike.

Di sisi lain, Mike menerima telepon. "Pak Mike, audit keuangan kali ini nggak lolos. Bapak harus segera kembali."

Hati Mike langsung mencelos. "Apa katamu? Apanya yang nggak lolos?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hatiku Hancur Bersama Perceraian yang Dilayangkan   Bab 17

    Manuel, lulusan unggulan, psikolog terkenal, muda dan berprestasi. Baik dari penampilan maupun status, semuanya adalah tipe yang disukai wanita.Mike datang ke kantor Manuel.Manuel melihat pria di depannya yang tampak lusuh. Dia bertanya sesuai prosedur, "Maaf, apa sudah buat janji sebelumnya?""Kamu Manuel, 'kan?" Nada Mike penuh provokasi."Ya, aku Manuel. Kamu siapa?" Manuel melihat pria yang tampak marah itu dengan heran.Saat ini, Mike sudah menahan amarah sekuat mungkin. "Tolong jauhi Libby. Dia itu milikku! Lebih baik kamu punya sedikit kesadaran diri dan segera hilang dari hidupnya!"Wajah lembut Manuel tampak sedikit terkejut, tetapi kemudian kembali tenang. Dia kira-kira sudah bisa menebak identitas pria ini. "Kamu mantan suaminya, 'kan? Libby pernah menyebutmu.""Kalau kamu tahu hubungan kami, kamu seharusnya paham bahwa perasaan kami itu bukan sesuatu yang bisa kamu campuri."Mendengar itu, alis Manuel langsung mengerut. Dia melihat Mike yang seperti orang gila dari atas s

  • Hatiku Hancur Bersama Perceraian yang Dilayangkan   Bab 16

    Mike menginap di sebuah hotel dekat rumah Qaila. Setiap pagi dia muncul tepat waktu di depan rumah Qaila, membawa berbagai jenis bunga segar. Dia pun memasak sendiri makanan favorit Libby, lalu mengemasnya dan mengantarkannya. Dia bahkan menulis beberapa surat cinta dan menitipkannya pada pembantu untuk diberikan kepada Libby.Seminggu kemudian, Libby akhirnya memutuskan untuk bicara dengannya."Mike, sebenarnya kamu mau apa?" Nada suara Libby penuh jarak, bahkan mengandung rasa muak."Libby, aku salah. Aku datang untuk minta maaf. Bisa nggak kamu kasih aku kesempatan buat menebus semuanya?" Suara Mike sedikit bergetar."Menurutku, aku sudah bicara dengan sangat jelas." Suaranya tenang tanpa sedikit pun kehangatan. "Di antara kita, semuanya sudah berakhir. Tolong jangan lakukan hal-hal yang nggak ada artinya lagi.""Belum berakhir! Buatku, semuanya nggak pernah berakhir!" Mike membantah dengan cemas, matanya memerah."Libby, aku tahu kamu benci aku, kamu dendam padaku, dan semua itu pa

  • Hatiku Hancur Bersama Perceraian yang Dilayangkan   Bab 15

    Mike terdiam sejenak, lalu melanjutkan, "Demi membuat perusahaan IPO, aku menyakiti Libby, mengkhianati perasaan Libby padaku. Sekarang aku sudah tahu aku salah. Aku berharap Bibi bisa memberiku satu kesempatan, memberiku kesempatan untuk menebus hubunganku dengan Libby.""Masalah audit perusahaan, aku tahu itu Bibi yang mengendalikan semua itu. Aku pun nggak menyalahkan Bibi karena itu adalah pelajaran yang pantas kudapatkan."Suaranya tercekat karena emosi. "Aku mohon, beri aku satu kesempatan lagi. Bukan kesempatan untuk perusahaan, tapi kesempatan bagiku untuk memperbaiki kesalahan, menjadi manusia baru.""Aku juga mohon ... beri aku dan Libby satu kesempatan. Aku tahu aku nggak pantas, tapi aku benar-benar nggak bisa hidup tanpa dia."Ruangan kantor sunyi. Hanya tersisa suara napas Mike yang berat dan tergesa-gesa.Qaila menatapnya dengan tenang, tetapi matanya setajam pisau, seakan-akan ingin membelah hatinya untuk melihat berapa bagian penyesalan itu benar dan berapa bagian hany

  • Hatiku Hancur Bersama Perceraian yang Dilayangkan   Bab 14

    "Prilly, kamu benar-benar berpikir begitu?"Melihat ekspresi terkejut Mike, di wajah Prilly malah muncul lebih banyak ejekan. "Keluarga Marwies melepaskanmu itu bukan hal aneh. Apa mereka harus tetap memelihara bidak yang sudah busuk dan bau ini, lalu menunggumu menyeret mereka turun, jadi bahan tertawaan seluruh lingkaran bisnis?"Setiap kata menusuk hati. Setiap huruf seperti palu berat yang menghancurkan sisa martabat Mike.Selama ini, dia penuh perhitungan, selalu menimbang untung dan rugi. Namun sampai detik ini, dia baru sadar betapa besar kesalahannya.Dulu, Mike mendekati Prilly dengan tujuan lain. Adapun Prilly, bukankah dia juga melihatnya sebagai investasi potensial?Saat investasi potensial itu kehilangan nilai, Prilly menekan tombol hapus dan mengeluarkannya dari permainan.Di hadapan keluarga seperti Keluarga Marwies, bagaimana Mike bisa dibandingkan dengan keluarga besar yang sesungguhnya?Dalam pertarungan antara "uang lama" dan "uang baru", dia kalah telak.Saat itu, M

  • Hatiku Hancur Bersama Perceraian yang Dilayangkan   Bab 13

    Dia tidak percaya! Dia tidak bisa percaya bahwa Keluarga Marwies akan begitu kejam, begitu tidak sabaran! Lebih-lebih lagi, dia tidak percaya Prilly akan memilih menjauh darinya saat dia berada dalam kesulitan!Padahal Prilly begitu mencintainya, begitu memahami dirinya!Sekarang dia sudah tidak punya apa-apa lagi. Dia tidak bisa kehilangan satu-satunya perempuan yang mencintainya. Dia harus mencari jawabannya!Setelah merapikan diri, Mike mengemudi menuju rumah mewah Keluarga Marwies di daerah paling elite kota. Rumah di lereng bukit itu melambangkan kekayaan dan status.Semakin dekat, hatinya semakin dingin. Rumah Keluarga Marwies diterangi cahaya gemerlap, dari jauh tampak seperti istana kristal. Di luar gerbang besi berukir, mobil-mobil mewah berjejer, pelayan berseragam menyambut dan mengantar para tamu dengan hormat.Siapa pun bisa melihat bahwa di sana sedang digelar sebuah pesta besar. Mike menghentikan mobil, tetapi langsung diadang oleh satpam."Pak, silakan tunjukkan undanga

  • Hatiku Hancur Bersama Perceraian yang Dilayangkan   Bab 12

    Sesaat sebelum keluar negeri, Mike diberitahu bahwa sebelum Grup Bright berhasil melantai di bursa, dia akan dibatasi untuk keluar negeri.Namun, kalau dia tidak pergi mencari Qaila dan Libby untuk menjelaskan situasinya, dengan kondisi perusahaan seperti ini, mustahil perusahaan bisa sukses melantai di bursa.Libby sudah memblokir semua kontaknya, membuatnya sama sekali tidak bisa menghubunginya. Dengan susah payah, dia mendapatkan kontak pribadi Qaila, lalu berkali-kali meneleponnya.Telepon tidak diangkat, dia mengirim pesan. Pesan tidak dibalas, dia mengirim email. Namun, Qaila tetap mengabaikannya.Keputusasaan sedikit demi sedikit menggerogotinya. Dia tidak bisa hanya diam menunggu mati seperti ini, melihat rencana perusahaan untuk melantai di bursa hancur begitu saja.Direktur keuangan mengingatkannya, "Pak Mike, sekarang kita harus bergerak lebih dulu. Karena audit sebelumnya gagal, kita audit di perusahaan lain. Usahakan sebelum IPO, audit kedua bisa selesai."Ucapan itu seola

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status