Short
Cinta di Tengah Bahaya

Cinta di Tengah Bahaya

Oleh:  GinaTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
7Bab
4Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Saat aku hamil lagi, Arif Ravindra memutuskan berhenti berjudi dan berjanji akan bekerja keras demi menafkahi keluarga kami. Aku pun menangis terharu. Dengan tangan gemetar, aku menyerahkan semua tabungan hasil kerja paruh waktuku selama setahun kepadanya. Ada dua lembar uang jatuh ke lantai. Saat aku memungut uang dan mengejarnya keluar, aku melihat adegan yang mengejutkan. Aku melihat di ujung gang, para preman mafia yang biasa menagih hutang kini bersikap begitu hormat kepada Arif. Ternyata, kemiskinannya hanyalah pura-pura. "Bos, besok kami masih perlu mengerumuni di depan rumahmu?" Arif duduk santai di dalam mobil Lincoln panjang dan menjawab dengan acuh, "Tidak perlu." Ia menatap cincin di jarinya dan menghela napas. "Sudah bertahun-tahun dia membuktikan cintanya. Dia rela bekerja keras demi membayar hutangku, bahkan dia sampai kelelahan dan keguguran.” “Aku sudah sangat merasa bersalah padanya. Kini saatnya memberitahu identitas asliku biar dia tidak perlu bekerja keras lagi." Namun Lina Candra, sahabat kecilnya yang duduk di sampingnya malah tidak sependapat. “Tidak, belum waktunya! Bagaimana jika dia ternyata seperti wanita-wanita sebelumnya, hanya tertarik dengan uangmu dan statusmu sebagai kepala mafia?" "Lebih baik tunggu sebentar lagi. Kita lihat apakah dia mau melahirkan anak ini." Setelah berpikir sejenak, Arif mengangguk, "Baik, ikuti pendapatmu. Lagi pula dia sudah bersamaku begitu lama, pasti tak tega meninggalkanku." Aku menggenggam erat uang di tangan, membalikkan badan dan menangis sejadi-jadinya. 'Arif, cinta penuh kebohongan ini, aku tidak mau!'

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1

Malam itu, Arif pulang lebih awal dari biasanya.

Dia duduk di hadapanku sambil makan, lalu bertanya dengan nada santai, “Bagaimana pekerjaanmu hari ini?”

“Baik-baik saja.” Aku menundukkan kepala dan suaraku sedikit tercekat.

Arif pun tidak berkata apa-apa lagi. Dia sama sekali tak menyadari bahwa suasana hatiku sedang diliputi kesedihan.

Aku menatap wajahnya sejenak lalu memberanikan diri bertanya, “Sayang, pemanas air di rumah rusak. Apa masih ada sisa uang dari yang kuberikan sebelumnya? Kita panggil tukang untuk memperbaikinya.”

Ekspresi Arif sedikit berubah seperti kesulitan. Ia merogoh kantong celana lalu berkata, “Maaf sayang, uangnya sudah aku pakai untuk bayar hutang. Sudah tidak ada sisa.”

Pembohong.

Aku memejamkan mataku. Di kepalaku terbayang kembali saat dia memberi tip besar pada pelayan restoran perempuan.

Tapi aku hanya menekuk bibir, menahan emosi dan berkata, “Tidak apa-apa. Aku cari cara sendiri lagi.”

“Oh ya, Lina lagi sakit. Kata dokter, dia harus makan makanan bergizi.”

Dia membelai pipiku dengan lembut.

Lalu, sambil bicara, ia mengeluarkan seikat ikan yang sudah dibersihkan. Seketika, udara dipenuhi bau amis.

“Lina akhir-akhir ini ingin minum sup ikan. Tolong rebuskan untuk dia ya?”

Matanya berbinar penuh harapan.

Entah kenapa, tiba-tiba aku teringat Arif pernah berkata dia paling tidak suka bau amis.

Dia membenci bau darah dan juga bau amis.

Tanganku pun mengepal dan kuku jariku mencengkeram telapak tangan begitu dalam.

Katanya, dia tidak pernah menyentuh daging mentah, bau darah membuatnya mual.

Tapi sekarang demi Lina, dia memegang ikan tanpa ragu, seakan lupa kalau aku sedang hamil dan sensitif terhadap bau amis.

Perutku tiba-tiba bergejolak karena bau amis yang menyengat.

“Sari, kamu kenapa?”

Aku tak bisa menahan diri dan rasa mual mendesak keluar. Aku lalu berdiri dan berlari ke kamar mandi.

Saat aku jongkok di depan toilet, air mataku menetes tanpa henti.

Aku mencintai Arif, bahkan rela menyerahkan segalanya.

Tapi sampai sekarang aku baru sadar, ternyata aku begitu rendah diri di hubungan ini.

Suara Arif terdengar dari belakang, dia bertanya dengan perhatian, “Sayang, kamu baik-baik saja? Apakah lambungmu sakit?”

Aku membelakanginya. Air mata masih jatuh tanpa suara.

Matanya yang coklat tua tampak menatapku, seolah-olah perhatian padaku, “Apakah kamu masih baik-baik saja?”

“Tidak apa-apa,” jawabku dengan singkat dan menundukkan kepala.

Dia pun menyodorkan obat sakit lambung dengan penuh perhatian, lalu berbalik menuju dapur.

“Sari, habis minum obat, tolong buatkan sup untuk Lina, ya. Kalau kamu masih merasa tidak enak badan, besok juga tidak apa-apa.”

Tapi aku hanya membelakangi dia dan tidak menjawab.

Dia juga tampak tak peduli, hanya mengganti sepatu dan bersiap keluar.

“Aku dapat kerja baru, nanti pergi wawancara. Kalau aku pulang malam, kamu tidur dulu saja.”

Langkah kakinya menjauh dan suaranya perlahan menghilang.

Aku mengambil ponsel, lalu menjadwalkan operasi aborsi dan membeli tiket ke kota yang jauh, bersiap untuk pergi ke kota yang baru dan memulai hidup yang baru.

Cinta yang penuh kebohongan dan ujian ini, aku tidak mau lagi.

'Arif, semoga kita tidak pernah bertemu lagi seumur hidup.'
Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
7 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status