Saat aku hamil lagi, Arif Ravindra memutuskan berhenti berjudi dan berjanji akan bekerja keras demi menafkahi keluarga kami. Aku pun menangis terharu. Dengan tangan gemetar, aku menyerahkan semua tabungan hasil kerja paruh waktuku selama setahun kepadanya. Ada dua lembar uang jatuh ke lantai. Saat aku memungut uang dan mengejarnya keluar, aku melihat adegan yang mengejutkan. Aku melihat di ujung gang, para preman mafia yang biasa menagih hutang kini bersikap begitu hormat kepada Arif. Ternyata, kemiskinannya hanyalah pura-pura. "Bos, besok kami masih perlu mengerumuni di depan rumahmu?" Arif duduk santai di dalam mobil Lincoln panjang dan menjawab dengan acuh, "Tidak perlu." Ia menatap cincin di jarinya dan menghela napas. "Sudah bertahun-tahun dia membuktikan cintanya. Dia rela bekerja keras demi membayar hutangku, bahkan dia sampai kelelahan dan keguguran.” “Aku sudah sangat merasa bersalah padanya. Kini saatnya memberitahu identitas asliku biar dia tidak perlu bekerja keras lagi." Namun Lina Candra, sahabat kecilnya yang duduk di sampingnya malah tidak sependapat. “Tidak, belum waktunya! Bagaimana jika dia ternyata seperti wanita-wanita sebelumnya, hanya tertarik dengan uangmu dan statusmu sebagai kepala mafia?" "Lebih baik tunggu sebentar lagi. Kita lihat apakah dia mau melahirkan anak ini." Setelah berpikir sejenak, Arif mengangguk, "Baik, ikuti pendapatmu. Lagi pula dia sudah bersamaku begitu lama, pasti tak tega meninggalkanku." Aku menggenggam erat uang di tangan, membalikkan badan dan menangis sejadi-jadinya. 'Arif, cinta penuh kebohongan ini, aku tidak mau!'
Lihat lebih banyakSejak hari itu, Arif tidak pernah menyerah. Setiap hari aku selalu menerima surat cintanya dan hadiah-hadiahnya. Mulai dari pagi ketika keluar bekerja hingga malam pulang rumah, dia seperti bisa menembus semua celah, selalu menemukan cara untuk menyampaikan semua itu ke depanku.Namun setiap kali, aku dengan tanpa belas kasihan membuangnya ke tempat sampah. Luka masa lalu tidak akan hilang hanya karena beberapa kata manis darinya. Aku sangat jelas, hubungan antara kita sudah benar-benar berakhir.Namun, Arif seolah tidak bisa memahami hal ini. Suatu hari, saat aku pulang kerja, dan baru saja keluar dari lift, aku melihat dia berdiri di depan pintu rumahku. Di tangannya, dia memegang seikat besar mawar, wajahnya penuh dengan harapan."Sari, aku..." Tapi sebelum dia selesai berbicara, aku telah membuang mawar itu ke tong sampah di sebelah."Masih ada urusan? Kalau tidak, tolong pergi." Aku berbicara dengan dingin."Sari, mengapa kamu tidak mau memberiku satu kesempatan?" Dia bertan
Setelah meninggalkan Arif, aku pindah ke sebuah kota di selatan yang asing. Meskipun agak tidak terbiasa dengan iklim dan makanan di sini, tetapi setelah meninggalkan masa lalu, semangatku untuk hidup kembali menyala.Aku menggunakan sisa uang yang kumiliki selama ini untuk menyewa sebuah rumah kecil yang sederhana tetapi hangat. Kemudian, aku menemukan pekerjaan sebagai pegawai kantor di dekat tempat tinggalku. Meskipun gajinya tak seberapa, tetapi cukup untuk menopang hidupku sendiri.Setiap pagi ketika berangkat kerja, pemilik toko bunga di lantai bawah, Rian, selalu memberiku senyum yang hangat. Dia tampan, cerah, dan ramah. Senyumnya seperti segaris sinar matahari yang menembus ke dalam hatiku, memberiku kehangatan yang sudah lama hilang.Awalnya, saat kami belum begitu kenal, aku hanya akan menanggapi dengan senyum yang sopan.Ketika pulang kerja, Rian akan memberikan aku sebatang bunga margaretha. "Sari, sudah capek kerja? Bunga ini untukmu, semoga kau suka."Dia berbicara
Arif pulang ke rumah dengan hati yang dipenuhi kemarahan dan penyesalan. Dia menutup pintu dengan keras, seluruh tubuhnya dipenuhi oleh rasa sakit dan amarah yang tak tertahankan.Lina saat ini ternyata masih belum pergi. Dia mendengar suara, lalu dengan cepat melangkah ke arahnya."Arif, kamu sudah pulang! Sari di mana? Dia tidak ikut kamu pulang?" Lina bertanya dengan berpura-pura peduli, namun di wajahnya tersembunyi sedikit kesenangan.Sementara Arif menatapnya dengan dingin, tanpa mengucapkan satu kata pun."Arif, apa yang terjadi? Jangan-jangan si wanita jahat itu tidak mau kembali denganmu? Aku sudah tahu, dia pasti membencimu karena kamu tidak punya uang, jadi melarikan diri!" Lina melihat Arif tidak menanggapi dirinya, mulai menghina aku tanpa batas.Pada awalnya, dia mengira Arif akan seperti sebelumnya, mudah percaya pada kata-katanya. Namun, tak diduga amarah Arif tiba-tiba meledak. Dia mengangkat tangan, lalu menampar Lina hingga dia terjatuh ke lantai."Diam kamu!" Ar
Arif terbangun dengan kepala yang berat akibat mabuk.Dia menggosok pelipisnya. Semalam dia minum, berharap bisa melupakan tatapan dingin aku.Saat ini dia tidak menemukan ponselnya, jadi meminjam ponsel teman untuk menghubungiku. Tapi ternyata, nomorku tidak aktif.Kegelisahan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya meluap dadanya.Dia tergesa-gesa bangun dan pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan, sosokku terus muncul di benakannya. Dia tidak mengerti, bagaimana wanita yang dulu selalu patuh dan tunduk padanya bisa tiba-tiba menjadi begitu tegas dan tidak tergoyahkan?Setelah sampai rumah, dia mulai menata rencana permintaan maaf. Bunga-bunga, makanan enak, perhiasan, semua disiapkan dengan teliti. Dia ingin memulihkan hatiku. Namun, ketika dia melihat sekeliling, baru pertama kalinya dia benar-benar memperhatikan betapa kumuhnya rumah ini. Furnitur bekas bernoda, cat dinding yang mengelupas, memperlihatkan batu bata di baliknya. Di teras, baju bayi yang bernoda bergoyang tertiu
Dalam keadaan koma, aku merasa seperti tenggelam di antara kabut gelap tanpa arah. Dan secara samar-samar aku mendengar suara pertengkaran Arif dan Lina."Semuanya karena kamu!" Suara Arif terdengar marah. "Kalau bukan karena ide kamu menyuruhku pura-pura miskin dan berjudi hanya untuk menguji cinta Sari, dia tidak akan jadi sopir taksi. Dia tidak akan dihina, dipermalukan, dan pingsan karena terlalu marah!""Siapa sangka tubuhnya selemah itu?" sahut Lina dengan dingin. "Lagi pula, kalau saat dia dihina dan kamu menolongnya, dia pasti akan tahu kamu mengawasinya diam-diam, kan?""Arif, aku cuma membantu kamu menguji cinta! Bantu kamu mencari istri yang akan setia padamu, baik ketika kamu kaya maupun miskin!""Tapi aku merasa aku sudah keterlaluan. Aku melihat dia dihina, tapi malah tak membantu. Aku jadi merasa seperti bukan laki-laki!"Suara Arif terdengar penuh penyesalan."Arif, kamu tidak salah! Ingatlah pacar-pacar pertamamu, mana yang tidak tertarik dengan uangmu? Mereka bahkan
Operasi aborsi dijadwalkan seminggu ke depan. Selama masa penantian ini, aku tetap bekerja sebagai sopir taksi tanpa berhenti.Malam ini, aku menerima penumpang pria. Begitu masuk ke dalam mobil, bau alkohol langsung menusuk. Secara refleks, aku menutup hidung. Sejak hamil, penciumanku sangat sensitif terhadap bau.Pria itu pun menatapku dengan tatapan sinis."Kamu jijik sama bauku? Kamu cuma seorang sopir taksi saja, emangnya kau lebih hebat dariku? Seenaknya saja meremehkan aku."Aku tidak berkata apa pun, hanya mengingatkannya untuk mengenakan sabuk pengaman.Di tengah jalan, dia mulai bertingkah, “Cewek, kamu cantik banget. Ngapain jadi sopir taksi?”“Mending ikut aku. Aku bisa bikin kamu hidup enak.”Aku terpaksa hanya bisa menyetir sambil menghindari tangannya yang mulai menyentuh aku, dan wajahku sudah mulai masam.“Pak, tolong hormati saya.”“Hormat? Sopir taksi kayak kamu harusnya bangga aku mau sentuh.”Tiba-tiba dia mendorongku ke kursi, ekspresinya penuh penghinaan.“Kamu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen