Hayu dan Jelita masuk ke dalam ruangan. Jujur dia agak terkejut dengan kedatangan Jelita, namun dengan segera Candra menguasai dirinya, dia memasang wajah datar dan dingin seperti biasanya.
“Thanks, Yu. Berikan tamu kita minum,” kata Candra memberi perintah pada sekretarisnya.“Baik, Pak.” Hayu keluar, melangkah menuju pantri dan membuatkan minum untuk Jelita.Candra duduk berhadapan dengan Jelita, dia masih acuh tak acuh, menunggu Jelita membuka suara.“Ndra, apa aku mengganggu kamu?” tanya Jelita, melihat Candra yang tidak begitu ramah padanya, akhirnya kata-kata itu yang pertama kali keluar dari mulutnya, alih-alih mengatakan alasannya kenapa dia datang ke kantor Candra. Apalagi mengingat pesan yang dikirimkan Candra padanya tadi pagi, jujur, itu membuat nyali Jelita menciut.“Kamu bisa lihat sendiri bukan? Tanpa perlu aku jawab, kamu sudah tahu apa yang aku lakukan, jadi langsung saja kamu katakan apa maksud kedatangan kamu kali ini, bahkan seharian iniMinggu pagi, hari dimana semua orang menunggunya. Mereka yang bekerja bisa melakukan family time ataupun me time, setelah enam hari bekerja keras.Namun naas bagi Hayu, hari ini dia harus pergi ke kediaman keluarga Hardana. Kemarin ketika baru saja dia selesai berdebat dengan Candra dan mendorong atasannya masuk ke ruangannya, Bu Nia datang ke kantor Candra, beliau menghampiri Hayu dan mengatakan, jika hari ini ingin mengajak Hayu membuat kue. Jadi, mau tidak mau Hayu pun menyetujui permintaan wanita ramah itu.Hayu segera bangkit dari ranjangnya, dia bersiap-siap dan harus segera berangkat ke sana. Baginya cepat berangkat sama dengan cepat pulang. Naif memang, tapi itulah harapan yang selalu dia tanamkan pada dirinya. Membuatnya berpikir sepositif mungkin agar dia bersemangat.Hayu yang memakai kulot serta crop tee dan sneakers, tampak seperti anak kuliahan. Wajahnya yang baby face tak memperlihatkan umurnya yang sudah saatnya membina rumah dan tangga.Hayu tur
Setelah terombang-ambing dengan kegilaan sekretarisnya, akhirnya Hayu dan Candra sampai juga di kediaman keluarga Hardana. Bu Nia sudah menyambut mereka berdua di depan pintu masuk. Dia bahagia melihat Hayu datang.Bu Nia sama sekali tidak peduli dengan putranya, dia malah sibuk merangkul Hayu dan mengajaknya masuk ke dalam rumahnya.“Kamu sudah sarapan?”Hayu menggeleng, dia sendiri malah lupa, jika dia sama sekali belum memasukkan apapun ke dalam perutnya."Ayo kita makan dulu, setelah itu temani Ibu ke mall."Hayu melongo, seingatnya mama Candra mengajaknya membuat kue, kenapa jadi mengajaknya ke mall, apa mungkin mengajaknya membeli bahan-bahan terlebih dahulu.Candra yang berjalan di belakang mereka pun kesal, dia seperti di anak tirikan oleh mamanya sendiri. Mereka bertiga sudah duduk di meja makan, jangan tanya papa Candra, tentu saja beliau pagi-pagi sudah berada di lapangan golf.Bu Nia menyiapkan sarapan untuk Hayu dan Candra, beliau send
Saat mereka hendak keluar dari counter sepatu, mereka bertiga berpapasan dengan orang yang paling tak diharapkan Candra.Bu Ayu sedang bersama dengan Jelita, sungguh kebetulan yang membuat mood semua orang anjlok seketika. Bu Ayu menatap Hayu dari atas ke bawah. Bu Nia yang tidak menyukai hal itu pun berdeham.“Hem, ehem, kenapa melihatnya seperti itu jenk, ada yang salah dengan calon menantu saya?” tanya Bu Nia tanpa beban.Jedar!Hayu kaget mendengar pengakuan terang-terangan dari Bu Nia, sedangkan Candra menampilkan wajah datar, tak terkejut sama sekali dengan perkataan ibunya.Jelita dan Bu ayu seketika pias, tak menyangka wanita yang baru kemarin di tendang dari rumahnya, sudah bisa menggaet hati keluarga Hardana."Apa kamu yakin, Jeng. Dia itu nggak sederajat dengan kita, memang kamu nggak malu punya menantu seperti dia, cuma seorang anak yatim piatu yang hanya memiliki ibu. Apa kata dunia kalau pewaris Hardana Group menikah dengan sekretarisnya y
Bu Ayu yang masih saja terngiang dengan perkataan Bu Nia, dia mendadak tidak mood lagi meneruskan keinginannya untuk memutari mall, dia mengajak Jelita pulang.Sejujurnya dia sudah curiga, beberapa hari ini sebelum hilangnya suaminya, dia seolah acuh tak acuh dengannya. Bahkan dia juga lebih sibuk dengan ponselnya ketimbang bercengkerama dengan dirinya. Mereka berdua terasa jauh satu sama lain.Banyak pertanyaan berkecamuk di dalam benaknya, dengan siapa suaminya itu berani bermain api, dia bukanlah wanita yang bisa di ajak main-main, sekali saja dia di khianati, maka dia tidak akan memaafkannya begitu saja.Apa karena ini, suaminya memberikan hak penuh perusahaan pada putranya, agar dia lebih bebas dan leluasa melakukan segala hal yang dia inginkan tanpa bertanggung jawab dengan pekerjaannya. Wanita mana yang mampu membuat suaminya hilang kewarasannya hingga dia mengorbankan banyak hal. Dia harus segera menyuruh orang untuk menyelidikinya, sebelum semuanya terl
Hayu merebahkan dirinya di ranjang, seharian memutari mall cukup membuatnya lelah, tiba-tiba saja dia memiliki penyakit encok. Ibu Hayu yang tahu anaknya kelelahan masuk ke kamar mengantarkan jahe lemon hangat. Hayu yang sedang berbaring pun bangun dan tersenyum ke arah ibunya. “Terima kasih, Bu.” Ibu Hayyu menangguk dan duduk di sebelah putrinya, “Capek, Nduk?” “Nggih, Bu. Seharian muter-muter mall, Bu Nia bilang bikin kue, tapi malah mengajak Hayu menghabiskan uang, yang tak ada habisnya,” ujar Hayu mendesah. Ibunya tersenyum melihat anaknya, di luar sana akan banyak perempuan yang menyukai hang out ke mall atau sekedar nongkrong di cafe, tapi anaknya itu sama sekali tak menyukainya. Dia cukup paham situasi keluarganya. “Kamu membeli barang sebanyak ini? Tumben?” Hayu buru-buru mengambil salah satu paperbag dengan brand ternama dan memberikannya pada ibunya. “Ini buat Ibu, semua ini bukan Hayu yang membelinya, Bu Nia dan Candra. Hayu sudah menolakny
Candra yang baru saja keluar dari kamar mandi dan melihat Bisma sedang menatap Hayu pun kesal, dia cemburu Bisma menatap Hayu selekat itu.Dia berdeham, menyadarkan Bisma jika dia sudah ada di sana. “Ehm, sudah lama? Ada apa kemari, bukankah tadi kita bertemu, apa ada hal lain yang membuatmu harus datang kemari, mengajakku makan malam, misalnya?” Hayu kesal dengan perkataan yang diucapkan Candra, entah apa maksudnya, dia ingin memanasi Bisma atau apa. Hayu juga tidak mau peduli. Dia masih sibuk menundukkan wajahnya.“Urusan kita sudah selesai, kamu bisa pulang sekarang,” ucap Candra pada sahabatnya. Dia tahu Hayu sedang sedih saat ini. Hal itu membuat Candra kesal. Bisma yang tahu jika saat ini dia tidak diinginkan di sana pun, dengan enggan berdiri. Dia mengambil berkas yang sudah mereka tanda tangani dan beranjak dari sana.“Aku pergi dulu, Hayu. Nikmati waktu kalian,” ucapnya pedih, bahkan Hayu bisa menangkap getaran pada suaranya itu.Hayu mengang
Hayu yang kelelahan malah tertidur di sofa depan televisi. Candra yang melihatnya pun membetulkan posisi tidurnya dan mengatur suhu AC di ruangan itu, sementara itu, dia masih berkutat dengan masakannya yang masih belum matang.Ponsel Hayu berdering, Hayu sama sekali tak terganggu dengan deringan ponselnya yang cukup memekakkan telinga. Dengan sigap Candra mengambil ponsel Hayu dan melihat siapa yang meneleponnya. Ibu Hayu menelepon. Candra bingung antara ingin menjawab panggilan itu atau tidak, takut jika sang pemilik ponsel marah dengannya. Akhirnya dia putuskan, untuk tak menjawabnya. Dia lebih memilih menelepon ibu Hayu menggunakan ponselnya.Sungguh definisi lelaki idaman. Candra menelepon sembari menunggu steik yang di masaknya matang dengan kematangannya medium rare.Akhirnya setelah menunggu hampir lima menit Ibu Hayu mengangkat teleponnya, “Halo, Bu. Maaf Candra mengganggu Ibu, saat Hayu sedang tidur, nanti mungkin setelah makan malam, Candra akan men
Candra kaget ketika melihat Bisma yang juga ada di sana.“Siapa yang sakit, Ndra.”“Hayu, kamu sedang apa di sini?” tanya Candra kembali, bukannya mereka baru saja bertemu dan sekarang, mereka juga bertemu lagi di tempat yang sama. dunia memang sempit, sekeras apapun dia menghindar, mantan kekasih Hayu ini, selalu ada dimana-mana."Hayu kenapa? Sakit apa, bagaimana keadaannya, apa aku bisa menjenguknya?"“Aldi bilang dia hanya lelah dan juga banyak pikiran, apa nggak sebaiknya, kamu jangan bertemu dengannya, bukan apa-apa, hanya saja, aku khawatir kalau ternyata dia banyak pikiran karena masalah kalian. Kamu kan tahu sendiri, Hayu bukan orang yang suka mengeluarkan keluh kesahnya pada orang lain. Jadi daripada pikirannya semakin terbebani, mendingan kamu menjauh darinya. Aku tidak mau terjadi apa-apa dengannya, apalagi kalau sampai dia harus ke psikiater, please. Lihatlah dia dari kejauhan, lepaskan dia dari siksa yang sudah kalian lakukan padanya, kata-kata mere