Masuk“Kumohon ... setidaknya biarkan aku hidup kembali dengan takdir yang layak,” ucap Aricia. Setelah itu kesadarannya benar-benar sirna.
Bunyi cuitan burung menganggu tidur seseorang dari dalam tempat yang tak biasa. Sebuah tangan keluar dari dalam sebuah coffin. Seorang gadis berambut hitam menguap sembari menduduki dirinya dalam sebuah coffin yang terbuka.“Aku di mana?” tanyanya kebingungan.Gadis bermata merah lembayung itu menatap ke arah sekitarnya. Ia berada di dalam sebuah reruntuhan bekas sebuah kuil. “Apa aku sudah mati?” tanyanya lagi.Ingatannya memutar kembali saat-saat terakhirnya menghadang perampok yang hendak menikam Nenek Tua. “Ya, aku memang sudah tiada,” ucap Gadis itu.“Aricia Anahita Gracewill,” ucap suara seorang pria.Aricia menoleh pelan-pelan kemudian mendapati seorang pria berzirah perak yang tengah berdiri di ambang pintu yang terbuka lebar. Pria bermata biru laut itu menatapnya dingin, sementara Aricia mengedip-ngedipkan matanya kemudian sebuah panel misterius muncul. Panel itu menampilkan identitas dari Pria itu seperti sebuah Gim yang biasanya Aricia mainkan di waktu luangnya.[Victor Victor Frederic Ashkings, Duke of The North atau Sang Ksatria Naga Api Suci]“Apa aku tidak salah lihat?” tanya Aricia sembari menerjabkan kedua matanya.“Aricia Anahita Gracewill, menikahlah denganku,” ucap Pria itu.Aricia langsung membelalakkan kedua matanya. “Apa kau gila? aku baru bertemu denganmu,” sahut Aricia.Pria bertampang angkuh itu berjalan mendekati Aricia. Ia mengulurkan tangannya kemudian menyentuh wajah Aricia. “Tidak buruk juga, kau tidak tampak jelek.” Pria itu berucap dengan nada mengejek.Aricia menepis tangan Pria itu. “Mentang-mentang kau tampan jadi seenaknya menghina orang,” cibir Aricia. Aricia bangkit berdiri sembari mengabaikan Pria berambut pirang itu. Aricia mulai menepuk-nepuk lengan bajunya yang terdapat debu dari coffin. “Sebenarnya sudah berapa lama aku di dalam coffin itu?” tanya Aricia.“Kau baru meninggal tiga hari lalu,” sahut Pria itu.Aricia mendengkus jengkel. “Victor Frederic Aventio, apa maumu?” tanya Aricia.Pria itu menaikkan sebelah alisnya. “Bagaimana kau bisa tahu namaku? kita baru bertemu hari ini?” ia mulai mengamati Aricia dengan penuh selidik.“Ha? Apa maksudmu?” Aricia berjalan di hadapan Pria itu. “Panel ini menampilkan identitasmu, namamu, bahkan jabatanmu,” ucap Aricia menunjuk dada bidang Pria itu. Padahal Aricia menunjuk panel tampilan yang sayangnya hanya bisa Aricia lihat seorang diri.Pria itu menyeringai tipis. Ia langsung menyambar tangan Aricia dan menggengamnya. “Seperti kata orang-orang jika kau Healer legendaris yang sakti, kau bisa mengetahuiku dengan mudah,” ucap Pria itu memuji Aricia.Aricia menerjabkan kedua matanya. Kini ia mulai menyadari jika hanya dia seorang yang bisa melihat panel misterius itu. “Lepaskan aku.” Aricia berucap sembari berusaha melepaskan tangannya dari Pria itu.“Sayangnya, kau harus ikut denganku, Healer.” Pria itu berucap seraya menggendong tubuh Aricia kemudian berjalan membawanya keluar dari reruntuhan kuil ini.“Hei, lepaskan aku!” jerit Aricia.Pria itu mengabaikan jeritan Aricia. Ia menggendong Aricia seperti membawa sekarung gandum pada bahunya. Aricia tidak tampak berat sama sekali atau karena Pria itu terlalu kuat. Tubuhnya besar dan kekar menaiki kuda kemudian memindahkan Aricia untuk duduk di depan dirinya. Aricia jadi berkali-kali lipat lebih kecil diantara kedua lengan kekarnya yang sedang memacu tali pemandu kuda.“Kau mengabaikanku, padahal aku tak mau ikut denganmu,” omel Aricia."Oh sayangnya, aku tak menerima bantahan," ucap Pria itu bernada angkuh.Aricia bahkan tidak diberi kesempatan untuk menolak paksaan Pria itu. Aricia memilih terdiam untuk menenangkan hati dan pikirannya yang saat ini kalut, Aricia membiarkan Pria itu membawa serta dirinya melintasi padang yang tandus hingga ke depan sebuah gerbang kerajaan. Para prajurit yang menjaga gerbang langsung membungkuk hormat padanya kemudian membukakan gerbang kerajaan.“Perkenalkan diriku Sang Healer, namaku Victor Victor Frederic Aventio, Duke dari Helian meski kau sudah tahu tapi perlu kau garis bawahi jika aku membenci orang yang membangkang,” ucap Pria itu seperti ancaman untuk Aricia.Aricia menghela napas cukup panjang. "Terus kenapa kau memilihku, wahai Duke?" Aricia memerhatikan Penduduk yang berhamburan keluar dari kediaman mereka hanya untuk menyambut kedatangan Duke yang membawa dirinya."Karena aku butuh dirimu, Healer," jawab Duke sembari menatap kedua mata Aricia.Aricia langsung memalingkan wajahnya. Dia mendecak sebal ketika wajah Duke memandanginya. Ketika mereka sampai di depan sebuah mansion, Aricia mendecak kagum berulang kali. Kediaman yang megah, cantik dan fantastis seperti gambaran hidup dari komik-komik fantasi yang pernah ia baca."Wah, daripada kediaman, ini malah mirip kastil kerajaan," ucap Aricia.Duke yang sudah menuruni kuda mulai mengulurkan tangannya pada Aricia. "Turunlah dulu dari sana," suruh Duke.Aricia mengangguk malu. Ia pun meraih tangan Duke karena kuda yang dinaiki tinggi dari permukaan tanah namun Aricia kesulitan melompat karena dia tidak begitu tinggi, maka dari itu Duke langsung mengulurkan kedua tangannya untuk mengangkat tubuh Aricia menuruni kuda."Terima kasih sudah membantuku," gumam Aricia.Duke menyeringai tipis sembari menatap Aricia yang sedang menunduk itu. "Kau tahu terima kasih juga, Healer," ucap Duke.Aricia memutar kedua mata ruby miliknya dengan malas. Selain arogan, Pria ini juga menyebalkan karena sering meledeknya. Saat Aricia sedang terdiam, Aricia melihat Duke berjalan lebih dulu memasuki mansion. Aricia pun mengekori langkah Pria berzirah perak itu."Selamat datang, tuanku," ucap Pria muda berambut keriting.Pria itu sempat melirik Aricia dengan sinis kemudian mengganti raut wajah ramahnya pada Duke secepat itu. Dia membantu Duke melepaskan zirah besinya bahkan membantu melepaskan sepasang sepatu boots milik Duke. "Tuanku, mengenai pengintain di Plumeria, belum ada yang menyadari hilangnya Si Healer ini," ucap Pria itu memberitahu Duke.Duke berjalan menaiki anak tangga kemudian duduk di salah satu kursi kebanggannya. "Ya, lanjutkan," perintah Duke sembari menyanggah dagu tirusnya dengan salah satu tangan yang diletakkan di gagang kursi perak itu."Baik, tuanku, kalau begitu hamba permisi," ucap Pria itu kemudian meninggalkan Duke yang sedang memandangi Aricia.Aricia hanya berdiri di depan Pria itu. "Terus kau mau apa?" tanya Aricia ketus."Menikahimu, jadi milikku kemudian sembuhkan luka yang terjadi padaku saat peperangan," jawab Duke sembari menatap Aricia dengan remeh.Aricia mengepalkan kedua tangannya. Kemurkaannya menumpuk di perasaannya sendiri sementara Aricia tak bisa menerima paksaan Duke untuk jadi istrinya. "Apa begitu cara seorang bangsawan yang terhormat meminang seorang wanita?" Aricia bertanya dengan kedua mata ruby menyalangnya."Untuk seseorang yang dibuang dari keluarga dan kerajaannya sendiri, kau cukup bernyali untuk menantangku." Duke berucap sembari beranjak dari singasananya."Kalau begitu aku permisi." Aricia membalikkan tubuhnya karena hendak beranjak namun tak lama ia merasakan pergelangan tangannya dicengkeram kuat oleh Duke. "Apa lagi maumu?" sergah Aricia sembari menatap tajam Duke."Sudah kukatakan, aku tak suka dibantah,""Sungguh? bagaimana diriku saat itu?" tanya Victor dengan santai."Anda ... salah satu cara keabadian dari Iblis yang gagal didapatkan," jawab Aricia. "Aricia kau tahu, aku benci dongeng ...," ucap Pria itu segera Aricia sela."Dan aku mencintaimu, di versi apa pun itu!" jerit Aricia sembari memundurkan langkahnya. Kedua matanya membelalak karena menatap hal yang tak dapat ia percayai, ia baru saja mengungkapkan perasaannya karena rasa rindu menghantui dirinya. Aricia terisak sendiri. "Aku menderita karena harus berpisah darimu meskipun semua ini karena kebodohanku," ucap Aricia. Aricia berlutut sembari terus terisak. "Meski kau menipuku, memakai wujud dan rupanya, berbicara dengan suaranya, tapi ... aku ....," ucap Aricia tertahan. Ia menyeka air matanya sendiri. "Kau tetap licik, menggunakan penderitaanku untuk menjebakku Iblis!" bentak Aricia. Wajah Aricia menanggah, ia menatap sosok Victor Katsh Braun yang sedang menyeringai tipis padanya. Bagaimana Aricia baru bisa menyadariny
"Memangnya kenapa?" "Jika benar maka kau tak dapat luput dari hadapanku,""Ya, kenapa?""Demi membuktikan jika dongeng turun temurun itu benar maka jika Healer Gracewill bereinkarnasi maka keluarga Katsh Braun bertanggung jawab atas keselamatannya," "Tidak perlu,""Kalau begitu bagaimana jika kita menikah saja?""Apa katamu?!" kedua mata Aricia melotot sempurna. Sudahlah kembali pada hidup yang tak diinginkan tapi ia dijebak lagi untuk menikah dengan Victor lagi. Sejenak saat itu Aricia terdiam, dia pernah menolak Victor meski bertolak belakang dengan perasaannya. "Beri aku waktu untuk memikirkannya," ucap Aricia. Victor Katsh Braun mengangguk. Ia beranjak berdiri untuk pergi dari ruang perawatan ini. Pria itu sempat menatap Aricia sejenak. Samar-samar benaknya menampilkan kilas sosok wanita yang mirip dengan Aricia meski ia sendiri yakin belum pernah bertemu dengan Aricia. "Tuan Braun?" tanya Aricia menatap Pria yang melamun di hadapannya itu.Victor menggeleng. "Maaf, aku akan p
"Aku mengenalmu, jauh sebelum kau bertemu denganku," ucap Aricia. Perasaannya bergemuruh tentu saja, sosok lelaki yang membuatnya cinta setengah mati dan juga membuat Aricia rela mengorbankan dirinya. Aricia sendiri meragukan arti perasaannya pada Victor tapi saat kehidupan itu ditinggalkan kemudian kembali, justru Victor kembali hadir pada sosok Pria ini.Victor Katsh Braun hanya memandangi Aricia dengan heran. Dia tak kenal Aricia sebelum Erika yang mengenalkan Gadis yang hendak bekerja sebagai perawat neneknya itu. "Jangan menatapku begitu, kau seperti orang patah hati padahal aku baru pertama kali bertemu denganmu," ucap Victor dengan nada dingin meskipun suaranya berat. "Lantas kenapa?!" sahut Aricia menginggikan suaranya. "Kenapa? apakah kau mau uang untuk membalas budi jasamu?" sahut Victor tak mau mengalah. Aricia malah menatap geram Victor. Di dunia yang ia kenal, Victor Frederick Ashkings memanglah pria yang arogan. Seharusnya ia terbiasa tapi ini dunia asalnya. Bagaimana
[Sistem akan melakukan reset pada protagonis]"Eh? apa maksudnya? apakah aku selesai?" tanya Aricia yang bergumam dalam kehampaan itu. Aricia terdiam mendapati dirinya di ruang hampa. Aricia menatap keheningan semua ini. Ia seorang diri kemudian beranjak berdiri. "Aku di mana?" Aricia bergumam seorang diri. Aricia menatap cahaya-cahaya yang berkilau ke sekitarnya kemudian berkumpul membentuk sosok seorang wanita yang bercahaya. Aricia bahkan tak bisa melihat jelas rupa wajahnya. "Siapa kau?" tanya Aricia."Aku selama ini membimbingmu," jawab Wanita itu.Kedua mata Aricia membulat sempurna. "Kaukah Sistem?" Aricia menunjuk Wanita itu. Sang Wanita hanya mengangguk pelan. Sekujur tubuhnya hanyalah cahaya, sampai ia mendekati Aricia kemudian menyentuh pipi kanannya. "Kau memilih Ending yang menyakitkan dirimu sendiri, Aricia." Sang Wanita berucap sembari membelai wajah Aricia. "Kalau begitu, apakah semua orang yang mengenalku sudah melupakanku?" tanya Aricia bernada sendu. Ia memikirkan
"Kalian datang berdua?" Ratu Clara bertanya dengan nada angkuhnya. Ia duduk di singasana hitam, istana yang sudah suram dan banyak monster besar yang menjadi bawahannya. Sekejab mata, Plumeria yang putih sudah jadi gelap. Aricia berdiri di sebelah Victor, Duke yang seharusnya tak perlu bersikap sejauh ini. "Aku berniat mati sendiri, asal kau tahu." Aricia berceletuk sembari tersenyum kecil. "Katakan, bagaimana cara memulihkan semua kekacauan yang kau buat, bedebah!" bentak Aricia yang langsung merubah raut wajahnya.Ratu Clara tertawa terbahak-bahak. Ia menertawakan Aricia yang berani menantang mautnya sendiri. "Clara sudah tiada, aku baru saja melahap habis jiwanya seperti yang ia inginkan ... dia hanya mau kematianmu!" bentak Ratu Clara sembari menuruni singasananya. Aricia langsung waspada. "Victor, aku tak mau kau yang berkorban," tegas Aricia.Duke Victor tertegun mendengar ketangguhan Aricia. Seorang Wanita yang berdiri lebih dulu di depannya bagaikan ksatria yang tangguh. Sek
"Tabib Agung ... Helian memberi sinyal meminta bantuan!" "Victor!" teriak Aricia panik. Ia mengabaikan deretan para bangsawan yang menatap Aricia. Saat itu Aricia merasakan jika tangannya digenggam oleh Tabib Agung Gilovich. Aricia langsung menoleh mendapati wajah cemas dari Pria Tua itu. "Guru, anggaplah aku manusia dari antah berantah ... yang telah siap mati," ucap Aricia tersenyum lembut. Tabib Agung Gilovich menggeleng. "Belati itu masih bisa menyegelnya tapi kekasihmu jadi kunci keabadiannya," sahut Pria itu."Aku tahu, aku tahu." Aricia menurunkan tangan Sang Tabib. "Aku tak akan mengambil takhta, aku tidak tahu apakah aku masih hidup usai berhadapan dengan Ratu kalian ... sebaliknya, carilah garis keturunan yang aku yakin masih ada," perintah Aricia dengan suara mengalun lembutnya. Aricia keluar dari Markas Penyembuh. Ia menghela napas, terasa penat karena semuanya tak kunjung usai. Aricia berhenti di depan gerbang Plumeria. Ia merasakan angin senja berhembus pelan membelai







