Share

Episode 2: Kerajaan Antah Berantah

“Kumohon ... setidaknya biarkan aku hidup kembali dengan takdir yang layak,” ucap Aricia. Setelah itu kesadarannya benar-benar sirna.

Bunyi cuitan burung menganggu tidur seseorang dari dalam tempat yang tak biasa. Sebuah tangan keluar dari dalam sebuah coffin. Seorang gadis berambut hitam menguap sembari menduduki dirinya dalam sebuah coffin yang terbuka.

“Aku di mana?” tanyanya kebingungan.

Gadis bermata merah lembayung itu menatap ke arah sekitarnya. Ia berada di dalam sebuah reruntuhan bekas sebuah kuil. “Apa aku sudah mati?” tanyanya lagi.

Ingatannya memutar kembali saat-saat terakhirnya menghadang perampok yang hendak menikam Nenek Tua. “Ya, aku memang sudah tiada,” ucap Gadis itu.

“Aricia Anahita Gracewill,” ucap suara seorang pria.

Aricia menoleh pelan-pelan kemudian mendapati seorang pria berzirah perak yang tengah berdiri di ambang pintu yang terbuka lebar. Pria bermata biru laut itu menatapnya dingin, sementara Aricia mengedip-ngedipkan matanya kemudian sebuah panel misterius muncul. Panel itu menampilkan identitas dari Pria itu seperti sebuah Gim yang biasanya Aricia mainkan di waktu luangnya.

[Victor Victor Frederic Ashkings, Duke of The North atau Sang Ksatria Naga Api Suci]

“Apa aku tidak salah lihat?” tanya Aricia sembari menerjabkan kedua matanya.

“Aricia Anahita Gracewill, menikahlah denganku,” ucap Pria itu.

Aricia langsung membelalakkan kedua matanya. “Apa kau gila? aku baru bertemu denganmu,” sahut Aricia.

Pria bertampang angkuh itu berjalan mendekati Aricia. Ia mengulurkan tangannya kemudian menyentuh wajah Aricia. “Tidak buruk juga, kau tidak tampak jelek.” Pria itu berucap dengan nada mengejek.

Aricia menepis tangan Pria itu. “Mentang-mentang kau tampan jadi seenaknya menghina orang,” cibir Aricia. Aricia bangkit berdiri sembari mengabaikan Pria berambut pirang itu. Aricia mulai menepuk-nepuk lengan bajunya yang terdapat debu dari coffin. “Sebenarnya sudah berapa lama aku di dalam coffin itu?” tanya Aricia.

“Kau baru meninggal tiga hari lalu,” sahut Pria itu.

Aricia mendengkus jengkel. “Victor Frederic Aventio, apa maumu?” tanya Aricia.

Pria itu menaikkan sebelah alisnya. “Bagaimana kau bisa tahu namaku? kita baru bertemu hari ini?” ia mulai mengamati Aricia dengan penuh selidik.

“Ha? Apa maksudmu?” Aricia berjalan di hadapan Pria itu. “Panel ini menampilkan identitasmu, namamu, bahkan jabatanmu,” ucap Aricia menunjuk dada bidang Pria itu. Padahal Aricia menunjuk panel tampilan yang sayangnya hanya bisa Aricia lihat seorang diri.

Pria itu menyeringai tipis. Ia langsung menyambar tangan Aricia dan menggengamnya. “Seperti kata orang-orang jika kau Healer legendaris yang sakti, kau bisa mengetahuiku dengan mudah,” ucap Pria itu memuji Aricia.

Aricia menerjabkan kedua matanya. Kini ia mulai menyadari jika hanya dia seorang yang bisa melihat panel misterius itu. “Lepaskan aku.” Aricia berucap sembari berusaha melepaskan tangannya dari Pria itu.

“Sayangnya, kau harus ikut denganku, Healer.” Pria itu berucap seraya menggendong tubuh Aricia kemudian berjalan membawanya keluar dari reruntuhan kuil ini.

“Hei, lepaskan aku!” jerit Aricia.

Pria itu mengabaikan jeritan Aricia. Ia menggendong Aricia seperti membawa sekarung gandum pada bahunya. Aricia tidak tampak berat sama sekali atau karena Pria itu terlalu kuat. Tubuhnya besar dan kekar menaiki kuda kemudian memindahkan Aricia untuk duduk di depan dirinya. Aricia jadi berkali-kali lipat lebih kecil diantara kedua lengan kekarnya yang sedang memacu tali pemandu kuda.

“Kau mengabaikanku, padahal aku tak mau ikut denganmu,” omel Aricia.

"Oh sayangnya, aku tak menerima bantahan," ucap Pria itu bernada angkuh.

Aricia bahkan tidak diberi kesempatan untuk menolak paksaan Pria itu. Aricia memilih terdiam untuk menenangkan hati dan pikirannya yang saat ini kalut, Aricia membiarkan Pria itu membawa serta dirinya melintasi padang yang tandus hingga ke depan sebuah gerbang kerajaan. Para prajurit yang menjaga gerbang langsung membungkuk hormat padanya kemudian membukakan gerbang kerajaan.

“Perkenalkan diriku Sang Healer, namaku Victor Victor Frederic Aventio, Duke dari Helian meski kau sudah tahu tapi perlu kau garis bawahi jika aku membenci orang yang membangkang,” ucap Pria itu seperti ancaman untuk Aricia.

Aricia menghela napas cukup panjang. "Terus kenapa kau memilihku, wahai Duke?" Aricia memerhatikan Penduduk yang berhamburan keluar dari kediaman mereka hanya untuk menyambut kedatangan Duke yang membawa dirinya.

"Karena aku butuh dirimu, Healer," jawab Duke sembari menatap kedua mata Aricia.

Aricia langsung memalingkan wajahnya. Dia mendecak sebal ketika wajah Duke memandanginya. Ketika mereka sampai di depan sebuah mansion, Aricia mendecak kagum berulang kali. Kediaman yang megah, cantik dan fantastis seperti gambaran hidup dari komik-komik fantasi yang pernah ia baca.

"Wah, daripada kediaman, ini malah mirip kastil kerajaan," ucap Aricia.

Duke yang sudah menuruni kuda mulai mengulurkan tangannya pada Aricia. "Turunlah dulu dari sana," suruh Duke.

Aricia mengangguk malu. Ia pun meraih tangan Duke karena kuda yang dinaiki tinggi dari permukaan tanah namun Aricia kesulitan melompat karena dia tidak begitu tinggi, maka dari itu Duke langsung mengulurkan kedua tangannya untuk mengangkat tubuh Aricia menuruni kuda.

"Terima kasih sudah membantuku," gumam Aricia.

Duke menyeringai tipis sembari menatap Aricia yang sedang menunduk itu. "Kau tahu terima kasih juga, Healer," ucap Duke.

Aricia memutar kedua mata ruby miliknya dengan malas. Selain arogan, Pria ini juga menyebalkan karena sering meledeknya. Saat Aricia sedang terdiam, Aricia melihat Duke berjalan lebih dulu memasuki mansion. Aricia pun mengekori langkah Pria berzirah perak itu.

"Selamat datang, tuanku," ucap Pria muda berambut keriting.

Pria itu sempat melirik Aricia dengan sinis kemudian mengganti raut wajah ramahnya pada Duke secepat itu. Dia membantu Duke melepaskan zirah besinya bahkan membantu melepaskan sepasang sepatu boots milik Duke. "Tuanku, mengenai pengintain di Plumeria, belum ada yang menyadari hilangnya Si Healer ini," ucap Pria itu memberitahu Duke.

Duke berjalan menaiki anak tangga kemudian duduk di salah satu kursi kebanggannya. "Ya, lanjutkan," perintah Duke sembari menyanggah dagu tirusnya dengan salah satu tangan yang diletakkan di gagang kursi perak itu.

"Baik, tuanku, kalau begitu hamba permisi," ucap Pria itu kemudian meninggalkan Duke yang sedang memandangi Aricia.

Aricia hanya berdiri di depan Pria itu. "Terus kau mau apa?" tanya Aricia ketus.

"Menikahimu, jadi milikku kemudian sembuhkan luka yang terjadi padaku saat peperangan," jawab Duke sembari menatap Aricia dengan remeh.

Aricia mengepalkan kedua tangannya. Kemurkaannya menumpuk di perasaannya sendiri sementara Aricia tak bisa menerima paksaan Duke untuk jadi istrinya. "Apa begitu cara seorang bangsawan yang terhormat meminang seorang wanita?" Aricia bertanya dengan kedua mata ruby menyalangnya.

"Untuk seseorang yang dibuang dari keluarga dan kerajaannya sendiri, kau cukup bernyali untuk menantangku." Duke berucap sembari beranjak dari singasananya.

"Kalau begitu aku permisi." Aricia membalikkan tubuhnya karena hendak beranjak namun tak lama ia merasakan pergelangan tangannya dicengkeram kuat oleh Duke. "Apa lagi maumu?" sergah Aricia sembari menatap tajam Duke.

"Sudah kukatakan, aku tak suka dibantah,"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status