"Sudah kukatakan, aku tak suka dibantah," ucap Duke sembari menyentuh dagu Aricia.
Aricia tak berkutik karena mampu merasakan tekanan dari Pria itu, belum lagi kedua mata biru menyalangnya yang tajam itu. "Kurasa Anda salah sangka, Duke," sahut Aricia menunduk."Ha? apa maksudmu?" Duke kini meraih rahang Aricia agar menatap kedua matanya langsung. "Aku tidak suka orang yang tak menghargai lawan bicaranya!" bentak Duke menggelegar.Ck, telingaku bisa tuli padahal aku dengar kok, batin Aricia mendumel."Maksudku adalah ... aku Healer yang tidak bisa menggunakan kemampuanku, kurasa mungkin Anda sudah salah menculik orang," ucap Aricia.Duke melototkan kedua mata birunya. "Sungguhan?"Aricia mengangguk. "Sungguhan, Tuan," jawab Aricia. Ya, habisnya setelah mati tiba-tiba di dunia antah berantah ini, mana mungkin aku bisa tahu cara mengendalikan kekuatanku, batin Aricia. Kedua mata biru Duke yang saat ini ada dihadapan Aricia berhasil membuatnya gugup karena sosok Duke memanglah tampan dan berkharisma hanya sikap pemaksanya yang menjengkelkan."Kalau begitu, bersihkan dirimu, makan dan istirahatlah," ucap Duke.Kedua mata Aricia berkedip-kedip tak percaya. Semula ia kira Duke akan memaksanya bekerja jika menolak menikah dengannya. "Berarti Anda tidak akan memaksaku untuk menyetujui lamaran itu bukan?" tanya Aricia riang."Tidak, aku hanya menyuruhmu istirahat," sahut Duke cepat.Aricia mendecak sebal. Jika begini ajakan pernikahannya belum batal. Aricia pun mengabaikan ambisi Duke karena dia sendiri tidak tahu mengenai dunia asing yang ia tinggali saat ini. Jangankan uang bahkan sehelai pakaian ganti Aricia tidak memilikinya.Para Pelayan mengurus semua keperluan Aricia dari mandi, makan dan tidur. Semuanya sudah disiapkan dengan layak seperti seorang Putri Bangsawan. Aricia yang memiliki hidup susah dan luntang lantung jadi termangun, ketika ia mengenakan pakaian yang tampak mahal dan sudah disajikan makanan yang tampak lezat dan pastinya bernutrisi baik.Aricia duduk di kursi yang empuk. Kedua tangannya memengang sendok dan garpu sementara itu dihadapannya ada seiris daging sapi yang dimasak lumayang matang, saus pedas dan kentang yang ditumbuk halus. Semuanya tercium lezat. Ketika Aricia menyantapnya, merasakan sensasi meleleh daging yang mahal dan enak."Ini ... sangat enak," ucap Aricia terisak. Aricia tak berhenti meneteskan air mata ketika menyantap makanannya. Hal ini baru pertama kali Aricia rasakan, karena dihidup sebelumnya ia harus bersusah payah untuk makanan sederhana bahkan hanya untuk mengisi perut saja Aricia sudah senang.Para Pelayan yang ada di ruang makan mewah itu terkejut menatap Aricia yang makan lahap sembari menangis. Salah seorang Pelayan bahkan mendekati Aricia untuk memberikan sapu tangan. "Nona, apakah ada yang salah dari makanan Koki?" tanya Pelayan.Aricia menggeleng. "Ini sangat enak," jawab Aricia."Apa yang membuatmu menangis saat makan, hm?" sahut Duke baru saja tiba.Aricia langsung mengelap air matanya dengan sapu tangan. "Maafkan aku Tuan hanya saja makanan ini sangat enak, dan saya bersyukur bisa menikmatinya," ucap Aricia sembari tersenyum lembut. Belum lagi tatapan dari kedua mata merah lembayungnya menatap sendu."Kalau begitu habiskan semua makanan ini, jika perlu besok Koki akan menyiapkan hal serupa untukmu, Healer." Duke berucap sembari duduk di seberangan Aricia. Pria itu meraih gelas berisi cairan merah terang kemudian menegaknya. Pria bermata biru itu sudah mengganti zirah dengan kemeja putih yang santai bahkan rambut pirangnya tampak masih basah sehabis mandi.Aricia melanjutkan makan malamnya dengan hening. Suara dentingan garpu dan peralatan makan yang terdengar bahkan saat Aricia sudah menyelesaikan makanannya, Aricia melirik Duke yang sedang menegak wine sembari menatapnya."Apa ada yang aneh dariku?" tanya Aricia. Ia menyadari jika sejak tadi Duke hanya memerhatikannya.Duke menyandarkan punggung kekarnya pada kursi yang ia duduki. "Tidak, aku hanya tidak menyangka bisa bertemu langsung denganmu Healer," jawab Duke."Tuan ... aku bahkan tidak mengerti akan keberadaanku ini, kenapa Anda menginginkanku? kenapa tidak Healer yang lain?" tanya Aricia.Duke tersenyum miring. "Kau pura-pura lupa atau sedang berlagak bodoh?" Duke memainkan ujung gelasnya."Apa maksudmu ...," ucap Aricia terpotong karena di sahut oleh Seorang Pria."Anda pasti berlagak tidak tahu, Healer hanyalah bakat suci yang dimiliki oleh seorang Pria sementara Anda mungkin jadi satu-satunya Healer perempuan di Plumeria," sahut Pria berambut keriting itu. "Hormat Yang Mulia Victor, hamba datang membawa surat perintah dari Yang Mulia Alphonse untuk menemuinya besok pagi di Istana." Pria itu berucap sembari menyodorkan nampan berisi surat pada Duke.Aricia terdiam memerhatikan seorang Victor Frederic Ashkings yang tengah membuka surat dan membacanya. Tak lama Duke kembali menatap Aricia sembari memberikan secarik surat itu pada Pria itu. "Healer, aku akan meninggalkan kediaman ini selama tiga hari, selama itu juga kau harus mengembalikan kemampuanmu yang legendaris itu karena aku membutuhkan kekuatanmu," ucap Duke."Bagaimana jika aku menolaknya?" sergah Aricia."Jadi kau lebih suka menjadi istriku?" tanya Duke tersenyum miring."Baiklah, baiklah, lebih baik aku bekerja padamu daripada jadi istrimu," jawab Aricia.Victor beranjak berdiri dari kursinya. Ia pun berjalan melintasi Aricia namun berhenti sejenak tepat disampingnya Aricia. "Bagus, kuharap aku bisa mengandalkanmu, Healer," ucapnya yang mirip seperti ancaman."Davis, antar Healer ke kamarnya," perintah Victor.Aricia bergidik ngeri tapi mengangguk pelan. "Baik, Tuan." Aricia tak lagi berani-berani menatap kedua mata birunya Victor namun Aricia mendengar langkah kakinya yang semakin jauh kemudian hilang oleh pintu yang tertutup kembali.Aricia menghela napas lega karena rasa tegangnya hilang usai Victor, Sang Duke itu pergi. "Rasanya jantungku dipaksa keluar," gumam Aricia."Jangan santai dulu, Healer," sindir Davis. Pria muda itu bersidekap sembari menatap Aricia dengan sinis. "Ayo cepat, aku diberi tugas untuk mengantarmu ke kamar," ketus Pria muda itu berjalan lebih dulu.Aricia terdiam sejenak. "Kau, Davis bukan?" tanya Aricia."Iya, namaku Davis Elliot, tangan kanan kepercayaan Duke Victor Frederic Ashkings," jawab Davis bangga.Aricia menghela napas kemudian ikut menyusul langkahnya. "Kalau begitu, mohon bimbingannya, Kakak Tertua," ucap Aricia memasang raut wajah datar."Eh? apa maksudmu Kakak Tertua?" Pria muda itu menaikkan sebelah alisnya. "Dasar Healer Gila seperti rumornya," ucap Pria itu sembari berjalan menaiki anak tangga.Aricia hanya diam tak membalas ucapannya karena kedua mata Aricia sedang menampilkan Panel misterius lagi. Panel itu muncul menjabarkan identitas dari Davis Elliot. Dia sebenarnya budak yang dibebaskan oleh Duke kemudian dilatih menjadi seorang assasin. "Hm, menarik," gumam Aricia."Ck, apa sih yang kau lamunkan," ketus Davis berhenti di depan sebuah pintu kamar. "Ini kamarmu yang sudah disiapkan." Davis berucap sembari membukakan pintu untuk Aricia.Ketika Aricia melangkah masuk, kedua matanya langsung menatap takjub. Ia terpukau pada kamar yang luas dan nyaman ini. Kasur yang luas bisa ia gunakan untuk berguling-guling, perabotan yang indah, bahkan ada sofa dan nakas meja. "Ini ... kamar tamu bukan? apa tidak berlebihan membiarkanku tidur di sini?" tanya Aricia sungkan."Apa maksudmu? semua isi di kamar ini jadi milikmu, Duke bahkan bilang jika perlu sesuatu tinggal katakan padanya,""Sungguh? bagaimana diriku saat itu?" tanya Victor dengan santai."Anda ... salah satu cara keabadian dari Iblis yang gagal didapatkan," jawab Aricia. "Aricia kau tahu, aku benci dongeng ...," ucap Pria itu segera Aricia sela."Dan aku mencintaimu, di versi apa pun itu!" jerit Aricia sembari memundurkan langkahnya. Kedua matanya membelalak karena menatap hal yang tak dapat ia percayai, ia baru saja mengungkapkan perasaannya karena rasa rindu menghantui dirinya. Aricia terisak sendiri. "Aku menderita karena harus berpisah darimu meskipun semua ini karena kebodohanku," ucap Aricia. Aricia berlutut sembari terus terisak. "Meski kau menipuku, memakai wujud dan rupanya, berbicara dengan suaranya, tapi ... aku ....," ucap Aricia tertahan. Ia menyeka air matanya sendiri. "Kau tetap licik, menggunakan penderitaanku untuk menjebakku Iblis!" bentak Aricia. Wajah Aricia menanggah, ia menatap sosok Victor Katsh Braun yang sedang menyeringai tipis padanya. Bagaimana Aricia baru bisa menyadariny
"Memangnya kenapa?" "Jika benar maka kau tak dapat luput dari hadapanku,""Ya, kenapa?""Demi membuktikan jika dongeng turun temurun itu benar maka jika Healer Gracewill bereinkarnasi maka keluarga Katsh Braun bertanggung jawab atas keselamatannya," "Tidak perlu,""Kalau begitu bagaimana jika kita menikah saja?""Apa katamu?!" kedua mata Aricia melotot sempurna. Sudahlah kembali pada hidup yang tak diinginkan tapi ia dijebak lagi untuk menikah dengan Victor lagi. Sejenak saat itu Aricia terdiam, dia pernah menolak Victor meski bertolak belakang dengan perasaannya. "Beri aku waktu untuk memikirkannya," ucap Aricia. Victor Katsh Braun mengangguk. Ia beranjak berdiri untuk pergi dari ruang perawatan ini. Pria itu sempat menatap Aricia sejenak. Samar-samar benaknya menampilkan kilas sosok wanita yang mirip dengan Aricia meski ia sendiri yakin belum pernah bertemu dengan Aricia. "Tuan Braun?" tanya Aricia menatap Pria yang melamun di hadapannya itu.Victor menggeleng. "Maaf, aku akan p
"Aku mengenalmu, jauh sebelum kau bertemu denganku," ucap Aricia. Perasaannya bergemuruh tentu saja, sosok lelaki yang membuatnya cinta setengah mati dan juga membuat Aricia rela mengorbankan dirinya. Aricia sendiri meragukan arti perasaannya pada Victor tapi saat kehidupan itu ditinggalkan kemudian kembali, justru Victor kembali hadir pada sosok Pria ini.Victor Katsh Braun hanya memandangi Aricia dengan heran. Dia tak kenal Aricia sebelum Erika yang mengenalkan Gadis yang hendak bekerja sebagai perawat neneknya itu. "Jangan menatapku begitu, kau seperti orang patah hati padahal aku baru pertama kali bertemu denganmu," ucap Victor dengan nada dingin meskipun suaranya berat. "Lantas kenapa?!" sahut Aricia menginggikan suaranya. "Kenapa? apakah kau mau uang untuk membalas budi jasamu?" sahut Victor tak mau mengalah. Aricia malah menatap geram Victor. Di dunia yang ia kenal, Victor Frederick Ashkings memanglah pria yang arogan. Seharusnya ia terbiasa tapi ini dunia asalnya. Bagaimana
[Sistem akan melakukan reset pada protagonis]"Eh? apa maksudnya? apakah aku selesai?" tanya Aricia yang bergumam dalam kehampaan itu. Aricia terdiam mendapati dirinya di ruang hampa. Aricia menatap keheningan semua ini. Ia seorang diri kemudian beranjak berdiri. "Aku di mana?" Aricia bergumam seorang diri. Aricia menatap cahaya-cahaya yang berkilau ke sekitarnya kemudian berkumpul membentuk sosok seorang wanita yang bercahaya. Aricia bahkan tak bisa melihat jelas rupa wajahnya. "Siapa kau?" tanya Aricia."Aku selama ini membimbingmu," jawab Wanita itu.Kedua mata Aricia membulat sempurna. "Kaukah Sistem?" Aricia menunjuk Wanita itu. Sang Wanita hanya mengangguk pelan. Sekujur tubuhnya hanyalah cahaya, sampai ia mendekati Aricia kemudian menyentuh pipi kanannya. "Kau memilih Ending yang menyakitkan dirimu sendiri, Aricia." Sang Wanita berucap sembari membelai wajah Aricia. "Kalau begitu, apakah semua orang yang mengenalku sudah melupakanku?" tanya Aricia bernada sendu. Ia memikirkan
"Kalian datang berdua?" Ratu Clara bertanya dengan nada angkuhnya. Ia duduk di singasana hitam, istana yang sudah suram dan banyak monster besar yang menjadi bawahannya. Sekejab mata, Plumeria yang putih sudah jadi gelap. Aricia berdiri di sebelah Victor, Duke yang seharusnya tak perlu bersikap sejauh ini. "Aku berniat mati sendiri, asal kau tahu." Aricia berceletuk sembari tersenyum kecil. "Katakan, bagaimana cara memulihkan semua kekacauan yang kau buat, bedebah!" bentak Aricia yang langsung merubah raut wajahnya.Ratu Clara tertawa terbahak-bahak. Ia menertawakan Aricia yang berani menantang mautnya sendiri. "Clara sudah tiada, aku baru saja melahap habis jiwanya seperti yang ia inginkan ... dia hanya mau kematianmu!" bentak Ratu Clara sembari menuruni singasananya. Aricia langsung waspada. "Victor, aku tak mau kau yang berkorban," tegas Aricia.Duke Victor tertegun mendengar ketangguhan Aricia. Seorang Wanita yang berdiri lebih dulu di depannya bagaikan ksatria yang tangguh. Sek
"Tabib Agung ... Helian memberi sinyal meminta bantuan!" "Victor!" teriak Aricia panik. Ia mengabaikan deretan para bangsawan yang menatap Aricia. Saat itu Aricia merasakan jika tangannya digenggam oleh Tabib Agung Gilovich. Aricia langsung menoleh mendapati wajah cemas dari Pria Tua itu. "Guru, anggaplah aku manusia dari antah berantah ... yang telah siap mati," ucap Aricia tersenyum lembut. Tabib Agung Gilovich menggeleng. "Belati itu masih bisa menyegelnya tapi kekasihmu jadi kunci keabadiannya," sahut Pria itu."Aku tahu, aku tahu." Aricia menurunkan tangan Sang Tabib. "Aku tak akan mengambil takhta, aku tidak tahu apakah aku masih hidup usai berhadapan dengan Ratu kalian ... sebaliknya, carilah garis keturunan yang aku yakin masih ada," perintah Aricia dengan suara mengalun lembutnya. Aricia keluar dari Markas Penyembuh. Ia menghela napas, terasa penat karena semuanya tak kunjung usai. Aricia berhenti di depan gerbang Plumeria. Ia merasakan angin senja berhembus pelan membelai
"Apa yang sedang kau coba katakan?" tanya Aricia. "Berhenti membuatku penasaran.""Aku ... jantung seorang Naga Suci dapat membuat Iblis hidup abadi sekaligus mendapatkan tubuh manusianya," "Apa!" kedua mata Aricia membelalak. Ia mendadak melangkah mundur. Ternyata usaha kerasnya menghunus belati peninggalan Ellis Francielli sebuah kesia-siaan. "Rever tewas untuk harga yang sia-sia," ucap Aricia dengan suara yang bergetar. Penyesalan dan merasakan diri sendiri yang salah menjadi-jadi karena semua itu Aricia berlari keluar dari kediaman Ashkings. "Aricia!" teriak Duke Victor hendak menghentikannya tapi mengurungkan niatnya.Davis yang sejak tadi telah kembali hanya bisa menatap prihatin tuannya itu. "Sire ... alangkah lebih baiknya kita membiarkan Healer menenangkan dirinya, Ksatria Rever orang yang cukup dekat dengan Healer jadi wajar jika dia berduka," ucap Davis. Duke kembali duduk di kursi kayu kemudian menompang dahi dengan kedua tangannya sembari menunduk. "Seharusnya aku kata
Tiga hari seorang Aricia terbaring tak sadarkan diri. Pagi ketika matahari menaiki permukaan angkasa semesta sosok Aricia membuka kedua kelopak matanya. Ia terbangun dengan keadaan tubuh seutuhnya terasa nyeri. Gadis itu mengerang pelan sembari menduduki dirinya. Ia menyibak rambut hitam panjangnya."Seingatku rambutku itu masih pendek?" tanya Aricia seorang diri dengan suara serak paraunya. Tenggorokannya terasa sakit. "Aku haus, butuh air." Aricia berucap sembari beranjak berdiri. Tubuh rampingnya memakai gaun tidur dengan jubah yang menutupi kedua lengan polosnya. Aricia berjalan keluar dari kamarnya. Ia berada di kediaman Ashkings dengan tatapan heran. "Bukannya kediaman ini hancur oleh ulah Ratu Clara," ucap Aricia sendiri. Tak lama ia mendapati Duke tengah menyeduh teh. Aricia tersipu karena Pria itu yang biasanya berpakaian resmi dan formal kini menggunakan kemeja putih yang sebagian lengannya digulung hingga ke sikunya. "Duke ... aku," ucap Aricia tertahan."Oh, iya, selamat
Ratu Clara tiba di istana dengan wajah masamnya. Seisi istana masih belum menyadari jika Sang Ratu sudah terpengaruh oleh iblis termasuk Ksatria Rever. Ratu tiba menatap Ksatrianya yang sibuk karena penyeranga diseluruh penjuru kota yang ada di Plumeria. Pria itu langsung mendatangi Ratu kemudian menggengam tangannya."Ya Tuhan, kemana saja Anda sedari tadi yang mulia?" tanya Ksatria Rever dengan cemas.Ratu Clara sudah buta mengenali segalanya. Selain perasaan benci yang teramat sangat dengan Aricia. "Apakah kau mencemaskanku?" tanya Ratu Clara.Pria itu mengangguk kemudian mendekap Sang Ratu. "Clar bagaimana bisa aku tidak mencemaskanmu sementara Sang Iblis di luar sana sudah mulai memporak-porandakan Plumeria?" Ksatria Rever berbalik melontarkan pertanyaan dengan senyuman hangatnya. "Apa yang sudah kau lakukan?" celetuk Ratu Clara sembari menepis tangan Ksatria Rever. Ia mengamuk tanpa sebab sembari mengayunkan kedua tangannya yang telah berupa cakaran tajam. Ratu Clara yang kehil