Share

Episode 4 : Takdir Masa Kini

"Apa maksudmu? semua isi di kamar ini jadi milikmu, Duke bahkan bilang jika perlu sesuatu tinggal katakan padanya," ucap Davis ketus. 

Aricia mengangguk sembari tersenyum sekenanya. "Terima kasih," sahut Aricia.

Davis memutar kedua bola matanya malas sembari menghela napas. Ia pun beranjak meninggalkan kamar yang Aricia tempati tanpa kesan yang ramah. Bunyi pintu yang ditutup cukup kasar juga mengejutkan Aricia. Aricia sampai mengedip-ngedipkan kedua mata merah lembayungnya.

"Kurasa di kehidupan sebelumnya aku juga sering diperlakukan lebih buruk dari Davis," ucap Aricia seorang diri. Kedua bahu Aricia menaik bersamaan seolah tak perduli. "Ya, kita tak bisa memilih orang-orang untuk menyukaiku semudah itu, jika muda maka aku akan sangat populer," kekeh Aricia di saat-saat seperti ini masih bisa bercanda dengan santai, padahal Aricia hanya menghibur hatinya yang resah, mentalnya yang letih dan kepalanya yang banyak pikiran itu.

Aricia pun menghidupkan pelita kemudian meletakkannya di atas nakas meja. "Tubuhku gerah, lebih baik aku mandi," ucap Aricia kemudian bergegas membuka pintu kayu ukiran bunga lily. Ia menatap bak mandi dari kayu dan keran air yang tak biasa karena bisa keluar jika sembari menaik turunkan tuasnya. 

Usai membasuh diri dan berganti pakaian. Aricia membaringkan diri ke ranjang kasur besar itu. "Rasanya empuk, nyaman dan layak pakai," gumam Aricia sembari berbaring telentang. Aricia teringat dengan panel misterius yang muncul. "Eh, iya, kemana perginya panel seperti gim itu?" celetuk Aricia.

Ia pun berpikir keras karena panel itu tak kunjung keluar. Aricia mulai mengingat-ingat gim yang pernah ia mainkan, siaran televisi maupun novel yang pernah ia baca. "Aha! keluarlah!" jerit Aricia, dan benar saja. Sebuah panel pun muncul di depan pandangannya. 

Rincian yang sangat lengkap mengenai dirinya mulai dari kemampuan, bakat spesial, kemampuan fisik dan kelemahannya. "Aneh ya, aku tidak memiliki kelemahan?" tanya Aricia sembari memerhatikan panel itu. Rincian kekuatannya ada di level 99 untuk sihir healer, kemudian yang terendah kemampuan fisiknya di level 12. 

Aricia semakin bingung karena sibuk bergulat dengan pikirannya sendiri, ia tak sadar malah langsung terlelap tidur. Besok paginya Aricia terbangun di kala fajar belum menampaki cakrawala. Hari masih terasa sejuk dan langit masih gelap. Aricia keluar dari kamar kemudian menuruni tangga. Ia membuka pintu mansion kemudian duduk di salah satu anak tangga untuk menikmati udara dingin pagi hari. 

"Healer, pagi juga bangunmu?" celetuk seseorang.

Aricia terkejut kemudian menoleh mendapati Duke sedang berdiri diambang pintu dengan jubah tidur tebalnya, kemeja putih dan celana kainnya. Aricia kembali menoleh ke depan untuk menanti mentari yang hendak terbit. "Aku menanti matahari terbit," sahut Aricia. 

"Kenapa kau menanti matahari terbit?" tanya Duke bernada dingin tapi penasaran.

"Bagiku mentari terbit selalu menjadi tanda dari kehidupan yang akan dimulai, aku selalu berharap hidupku masa kini dan masa depan akan lebih baik dari pada masa laluku," jawab Aricia.

Duke pun membuka jubah tidurnya kemudian menyampirkannya pada kedua bahu Aricia. Ia ikut duduk di samping Aricia sambil sama-sama menyaksikan mentari terbit. "Menarik, kau Healer yang cukup gila untuk mengangumi dewi Verdandy," ucap Duke Victor. 

Sebelah alis Aricia menaik. "Siapa Dewi itu?" tanya Aricia.

"Dia itu dewi masa kini, biasanya Healer yang menggilai ilmu pengetahuan akan meninggalkan kepercayaan ini karena ilmu yang membuatnya sombong," jawab Duke. Pria itu terkekeh pelan. "Tapi secara mengejutkannya justru kau mempercayai takdir," ucap Duke Victor.

Kala mentari menaiki cakrawala Aricia kembali menoleh menatap berkas cahaya indah dari mentari. "Seperti apa aku dulu?" tanya Aricia dengan sendu. Kenyataannya ia terdampar di tubuh yang tak ia ketahui di dunia antah berantah pula. 

"Healer angkuh yang berkepala besar karena menguasai semua jenis sihir penyembuhan, kau legendaris tapi kau juga yang tak percaya keberadaan Dewi dan Iblis," ucap Duke Victor. 

Aricia terkekeh geli karena merasa Duke berwajah serius ini malah cukup banyak tahu darinya, terlepas ia tahu hanya dari desas-desus penduduk kerajaan. "Serius? Anda kukira orang serius yang hanya sibut dengan siasat perang, ternyata Anda suka juga dengan rumor seorang Healer rendahan seperti saya," canda Aricia dengan nada menyindir.

"Tajam juga lidahmu." Duke Victor berucap sembari beranjak berdiri. "Kalau begitu aku menantikan persetujuanmu dengan lamaran pernikahanku," ucap Duke Victor menatap Aricia dengan kedua mata biru dinginnya itu.

"Aku menolaknya," sahut Aricia ketus.

"ya, ya, ya bangun saja benteng kokohmu itu, kelak kau akan bertekuk lutut oleh cintaku." Duke Victor berucap sembari beranjak pergi masuk ke dalam Mansion.

Aricia mendecih pelan sembari beranjak berdiri. "Seperti sudi saja aku menerimanya," ucap Aricia. 

Ketimpangan jadi hal yang Aricia pelajari saat pertama kali berada di dunia ini. Ia sadar jika ia hanyalah Healer buangan karena jika bukan karena bakatnya, para pelayan bahkan tak akan berani menatap kedua matanya secara langsung tapi pagi ini karena Aricia berjalan melintasi dapur, ia mendengar hinaan para pelayan kepadanya. 

"Healer itu sama seperti kita, masyarakat pinggiran yang naik derajat karena ilmu sesat," cibir Pelayan sembari memasak. 

"Ya, dia itu Healer gila, kenapa Duke mau menerimanya ke Mansion ini?"

"Apalagi jika bukan karena ia memakai sihir pemikat pada Duke."

Aricia tak jadi melintasi dapur melainkan diam di depan pintu sembari menguping perbincangan mereka. Aricia mendengar hinaan tentang dirinya dan juga rumor yang dibincangkan oleh Para Pelayan itu. Aricia gantian menatap sendu. Hinaan di dunia asalnya dan dunia ini masih sama-sama kejamnya. 

"Kurasa dewi masa lalu, kini dan masa depan sama-sama mengutukku," gumam Aricia kemudian berlari meninggalkan Mansion. 

Kedua pandangan mata merahnya sendu. Ia berjalan keluar dari perkotaan hingga berada di luar gerbang perbatasannya, sayangnya Aricia berjalan sembari melamun sehingga ia baru sadar jika mendapati dirinya ada di sebuah hamparan padang rumput nan luas seorang diri.

"Aku ... di mana?" tanya Aricia seorang diri. 

"Tolong, tolong aku!" teriak suara seorang Wanita.

Aricia langsung bergegas mencari sumber suara teriakan itu. Aricia mendapati seorang wanita yang terkena gigitan ular. Ia pun bergegas mendekati kaki Wanita itu kemudian mengikat bagian atasnya dengan sobekan ujung gaunnya agar racunnya tak menyebar. "Nona, aku memang Healer tapi aku hanya Healer pemula," ucap Aricia. 

"Tolong, bantu aku," ucap Wanita itu.

Aricia pun dengan ragu mengulurkan kedua tangannya. Kedua matanya terpejam. Tak ada salahnya jika dicoba, batin Aricia. "Kumohon, sembuhkan luka dan racunnya," ucap Aricia dengan asal tapi berkas cahaya terang keluar dari kedua tangannya. 

Luka di kaki Wanita itu sembuh dengan sempurna. Wanita itu tersenyum pada Aricia. "Wahai Healer, katakan permintaanmu, aku Verdandy akan memberikan takdir saat ini yang kau inginkan," 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status