Share

Episode 6: Kelelahan Psikis 50%

Sepuluh tahun lalu yang lalu para Iblis dari Hutan Rimba menyerang seluruh Dunia dengan wabah penyakit hingga hanya tersisa tiga kerajaan besar yang bertahan. Kerajaan Plumeria merupakan kerajaan para penyembuh yang ditakuti para Iblis karena Bangsa Plumeria yang berhasil menyegel Iblis namun akibatnya ribuan Penyembuh tewas karena perang menyebabkan populasi para penyembuh berkurang. Plumeria kehilangan para penyembuh murni.

Aricia membaca tulisan yang muncul dari buku yang sedang ia baca, buku pemberian Dewi Verdandy. "Wah, keren seperti g****e versi kuno," ucap Aricia kagum. Setiap pertanyaan yang diajukannya akan dijawab melalui tulisan yang muncul di halaman lembarannya.

Aricia seharian ini sibuk mempelajari kondisi dunianya saat ini usai tahu kenyataan jika sepuluh tahun lalu sudah terjadi peperangan dalam menyegel Iblis. Aricia bergidik ngeri sendiri. "Tidak, tidak, pokoknya aku tidak mau mati dengan cara mengenaskan lagi," ucap Aricia seorang diri. 

Tok ... Tok ...

Aricia mendengar pintu yang diketuk dari luar. Ia segera beranjak berdiri kemudian membukakan pintunya. Tampak wajah masam Davis padanya karena itu Aricia hanya tersenyum canggung menanggapi Davis. "Hai, Davis, ada apa kemari?" tanya Aricia lebih dulu.

"Duke mau bertemu denganmu untuk membahas perang tiga hari lagi," jawab Davis.

Aricia terperanjat terkejut. "Apa? yang benar saja!" pekik Aricia. Hal yang paling dihindarinya justru terjadi lebih cepat dari yang Aricia duga. 

"Begitulah, kau disuruh segera menemuinya." Davis berucap sembari beranjak pergi.

Aricia menunduk lemas. Dia memang merasa aneh. "Kupikir-pikir aku ini aneh, aku bahkan belum bisa mengendalikan kekuatanku," ucap Aricia lesu. 

Biar pun begitu Aricia mendatangi ruangan Duke. Ia baru hendak mengetuk hanya saja suara Duke dari dalam sudah menyahut menyuruhnya segera masuk. Saat Aricia masuk sudah ada dua orang Ksatria pangkat tinggi yang berdiri menghadap Duke. 

"Ini Healer yang akan mengurusiku, Aricia Anahita Gracewill," ucap Duke sembari menatap Aricia.

Salah seorang Ksatria berambut kelabu langsung menatap terkejut. "Tuanku, dia anak dari Gracewill, seorang Healer angkuh dari Plumeria, bukankah ini menentang Markas Penyembuh Plumeria?" tanya Ksatria itu.

"Apakah seorang kekasih membutuhkan peraturan hukum untuk mendampingi kekasihnya?" Duke bertanya dengan menghadap langsung Aricia, tentunya dengan seringai dan tatapan tersendirinya.

Aricia membelalakkan kedua matanya karena Duke sudah menyeretnya pada sesuatu yang tak Aricia tahu. "Yang Mulia, Wahai Duke ... Anda hanya memperkerjakanku, selagi itu pekerjaan sebagai Healer saya akan menerimanya meski bukan hanya dari Anda," sahut Aricia.

"Healer Gracewill, izinkan aku bertanya untuk memastikan sesuatu?" tanya Ksatria berambut cokelat kelam itu.

Aricia mengangguk sebagai jawabannya. "Silahkan Tuan Ksatria," jawab Aricia.

"Apakah Anda dan Duke benar-benar merencanakan pernikahan?" tanya Pria itu.

"Tentu saja tidak karena itu ...," ucap Aricia terpotong usai Duke Victor menyahut.

"Ya, kami terpaksa sembunyi-sembunyi karena hubungan bangsawan Helian dengan wanita diluar Helian akan dianggap tabu, apalagi kekasihku ini seorang Healer legendaris tapi nir etika," sahut Duke seenaknya.

Aricia mengepalkan kedua tangannya. Ia tak percaya jika dihina secara terang-terangan oleh Duke. Padahal dia yang butuh bantuanku tapi dia gengsi mengakuinya, batin Aricia geram. Aricia yang kesal pun membungkuk hormat kemudian membalikkan diri. 

"Aku cukup dengan semua ini, kalau begitu hamba permisi," ucap Aricia sembari beranjak pergi. 

Baru saja Aricia keluar dari ruangan Duke, ternyata Para Pelayan sudah mengerubungi sisi koridor yang dekat dengan ruangan Duke. Mereka menatap Aricia dengan remeh kemudian kembali berbisik-bisik mencaci Aricia.

"Wanita itu pasti menggoda Duke," ucap salah satu Pelayan. 

"Benar, dia sampai diakui begitu oleh Duke, sudah dicabut gelar bangsawannya tapi masih saja angkuh," sahut Pelayan lagi.

Aricia jadi murka namun ia tak bisa melakukan apapun. Bibirnya mengatup rapat menahan cacian yang bisa saja Aricia ungkapkan. Dia tidak tahu menahu tapi sudah jadi musuh semua orang. Aricia pun beranjak pergi menuju kamarnya lagi kemudian mengunci dirinya dari dalam. 

Bibir ranum Aricia bergetar hebat. Kedua mata merahnya berkaca-kaca bak kilapan batu ruby yang mahal padahal ia tengah menahan isak tangisnya meski ujung-ujungnya tumbah juga. Aricia merosot kemudian duduk sembari memeluk kedua lututnya sendiri. 

"Padahal aku tidak tahu apa-apa, aku lelah hanya berjalan pun ditatap penuh kebencian seperti itu," ucap Aricia disela-sela isak tangisannya. 

Baru saja berjalan tiga minggu di Mansion mewah ini tapi Aricia tidak merasa istimewah sama sekali. Ia tak lebih dipunggut oleh Duke untuk dimanfaatkan, Aricia duduk meringkuk seperti itu sembari menangis hingga hari yang semula cerah berganti menjadi senja temaram. Aricia sudah melewatkan waktu makan pagi dan makan siangnya karena sejujurnya perasaanya tak karuan. 

Tok ... tok ...

Aricia tak menghiraukan ketukan dari luar pintu kamarnya. Ia hanya duduk melamun dengan kedua tatapan datar. Ia tak lagi menangis tapi kedua matanya sudah sembab. Tangisannya seolah sudah tumpah semua dan Aricia tak lagi bisa menangis. 

"Aricia, apa kau di dalam?" tanya Duke dari luar.

Aricia tetap mengabaikannya. Ia hanya mau melamun seperti ini untuk meratapi nasibnya. "Kenapa aku tidak mati saja? kemudian bawa jiwaku ke neraka sekalian karena dihidupkan lagi di tubuh ini seperti penyiksaan bagiku," ucap Aricia seorang diri. 

"Aricia, jangan harap aku membujukmu untuk makan! lakukan sesukamu!" bentak Duke dari luar kamar Aricia, kemudian semuanya berubah jadi hening.

Aricia pun tergeletak di atas lantai yang dingin untuk merebahkan dirinya. Ia bahkan tidak bisa menggerakkan tubuhnya hingga panel kembali muncul memberitahu status Aricia saat ini. 

[Mengalami kelelahan psikis sebanyak 50% ambil mode pemulihan?]

[ya/tidak]

"Haha, apa lagi yang sistem ini coba berikan padaku?" gumam Aricia dengan suara paraunya. "Ya, lakukan sesukamu," ucap Aricia. Sebelum kedua tatapannya benar-benar gelap Aricia melihat panel mulai menghitung mundur kemudian Aricia tidak menyadari apapun lagi. 

Klik ...

Suara pintu terbuka memecahkan keheningan malam, sudah pukul dua belas saat ini. Seorang Pria berambut emas mendekati Aricia yang tergeletak tak sadarkan diri. Rambut hitam Gadis itu menutupi sebagian wajahnya membuat Pria itu mengarahkan tangannya untuk menepikan helaian rambut hitam lembut itu. 

"Kedua matanya sembab, apakah dia menangis sepanjang hari?" tanya Duke dengan datar. 

"Dasar bodoh." Duke berucap sembari menggendong tubuh Aricia dengan mudah. Pria itu menggendong Aricia kemudian meletakkannya ke atas ranjang kasur. Duke juga menyelimuti tubuh Aricia. 

Duke pun mengambil bangku kayu kemudian duduk ditepian ranjang kasur yang Aricia tempati. Aricia terlelap sangat pulas kemudian Duke terkejut usai menatap berkas cahaya dari tubuh Aricia. Cahaya yang menyelimutinya dengan perlahan-lahan terang menyilaukan kemudian redam dengan sendirinya.

Duke terkekeh puas usai menatap hal itu. "Apakah ini yang dinamakan Healer terpilih?" tanya Duke menyeringai tipis usai tahu jika kekuatan yang Aricia miliki bahkan bisa menyembuhkannya tanpa Aricia minta sekalipun.

"Kau membuatku semakin ingin memilikimu,"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status