Ghea melihat anak kecil itu begitu cantik. Wajahnya yang putih serta rambutnya yang lurus begitu menarik perhatiannya. Belum lagi matanya juga indah yang dihiasi bulu mata lentik. Sebagai orang dewasa, dia iri dengan anak kecil di depannya itu.
“Halo, Sayang, siapa nama kamu?” Ghea dengan lembut bertanya. Terbiasa menghadapi keponakannya, membuatnya tidak terlalu terkejut dengan ulah anak-anak.“Gemma Adlina Kavin,” jawab bocah kecil yang berusia lima tahun itu.“Oke, Gemma, kapan kamu masuk ke mobil?” Ghea benar-benar tidak tahu kapan anak kecil itu masuk, dan bagaimana anak kecil itu bersembunyi tanpa ketahuan.“Tadi saat pintu dibuka dan bunyi ‘klik … klik …’ langsung aku masuk.” Gemma menjelaskan dengan lancar sekali.Ghea mengingat memang tadi membuka pintu mobil dari jauh. Dia juga sempat berhenti sebentar untuk berterima kasih pada ibu guru yang mengantarkannya sampai di tempat parkir. Jadi mungkin anak kecil ini memanfaatkan momen itu untuk masuk ke mobil.“Lalu, kenapa kamu masuk ke sini?” Pertanyaan itu kembali dilemparkan Ghea.“Aku ingin bertemu, Mommy.” Gemma langsung memeluk Ghea.Ghea merasa anak yang sedang memeluknya ini begitu merindukan ibunya. Terlihat jelas pelukannya begitu penuh kerinduan. Untuk sesaat Ghea membiarkan anak kecil itu untuk melakukan apa yang dia inginkan. Mungkin dengan begitu kerinduan itu tersalurkan.Saat merasa pelukan itu cukup lama, Ghea melepaskan pelukan itu perlahan. “Ibu guru di sekolahan pasti sangat terkejut kamu tidak ada di sekolah. Jadi sebaiknya kita kembali ke sekolah.” Ghea berpikir untuk segera mengembalikan anak tersebut ke sekolah.“Baik, Mommy.”Ghea masih bingung kenapa anak ini memanggilnya mommy. Padahal anak kecil itu bukan anaknya. Lagi pula, dia tidak mungkin bukan hamil tanpa tahu anaknya. Karna Ghea seorang wanita, bukan pria yang bisa meninggalkan benih di mana saja, tanpa tahu ada anak yang tumbuh di rahim atau tidak. Namun, Ghea tidak mau memikirkan itu lebih dulu. Yang perlu dilakukannya adalah mengembalikan anak itu ke sekolah. Pasti satu sekolah heboh karena satu anak hilang. Bisa-bisa nanti dirinya dituduh menculik anak tersebut.“Sekarang ikut turun dulu.” Ghea menegakkan tubuhnya. Kemudian membuka pintunya untuk keluar. Bersamaan dengannya, Gemma juga ikut keluar. Sebelum kembali ke sekolah, Ghea harus izin dulu. Tidak bisa main kabur begitu saja pergi dari klinik.Ghea menautkan jari jemarinya. Menggandeng Gemma masuk ke klinik.Gemma memerhatikan klinik tersebut. Klinik yang didatangi ini adalah klinik yang biasa datanginya.“Kalau sakit, aku juga ke sini.” Gemma berceloteh menceritakan kebiasaannya.Dari ucapan Gemma, Ghea menangkap jika gadis kecil itu tinggal di daerah ini. Terbukti jika dia ke klinik-tempatnya bekerja.Ghea masuk ke klinik menemui Raya. Kebetulan Raya sedang mengobrol dengan seorang dokter laki-laki di lobi.“Ghe, bukan ini anak di sekolah tadi?” Raya yang melihat Gemma dengan seragam sekolah yang sama dengan sekolah yang tadi baru saja dikunjungi.“Iya, ternyata dia tadi masuk ke mobilku.” Ghea menjelaskan bagaimana anak ini berada di klinik. “Aku harus antarkan dulu dia ke sekolah. Sampaikan pada Dr. Luwis jika aku kembali ke sekolah,” lanjutnya bicara.“Kita akan praktik sore. Jadi kamu antar dan langsung pulang saja. Nanti aku akan pulang dengan Ray.” Raya melihat pria yang berada di sebelahnya.“Baiklah kalau begitu.” Ghea pun bergegas mengantarkan anak kecil tersebut ke sekolah. Menggandeng tangan Gemma, dia mengajak anak itu ke mobilnya. Di dalam mobil Ghea memasangkan sabuk pengaman sebelum melajukan mobilnya. Tampak Gemma begitu senang ketika bersamanya, hal itu terlihat dari senyumnya yang begitu ceria.“Besok, jangan masuk ke mobil orang tanpa izin.” Sambil melajukan mobilnya, Ghea menoleh sejenak pada Gemma. Membagi konsentrasinya pada jalanan yang dilaluinya. “Jika sampai mobil itu milik penjahat bagaimana?” tanyanya.“Maaf, Mommy.”Panggilan itu masih tersemat. Membuat Ghea benar-benar heran. “Kenapa memanggil mommy?” Rasa penasarannya membuatnya bertanya.“Karena memang mommy aku.”Dalam setiap ucapan Gemma tidak ada keraguan sama sekali. Membuat Ghea semakin dibuat pusing. Masih bertanya-tanya bagaimana dirinya bisa punya anak.Tak mau memikirkan hal itu, dia memilih fokus pada jalanan di depannya. Untung jarak sekolah tersebut tidak jauh, jadi Ghea sampai dengan cepat.Ghea turun bersama dengan Gemma. Dengan lembut, dia menarik tangan gadis kecil itu. Tampak sang guru begitu senang melihat Gemma yang datang. Guru itu pun langsung memeluk Gemma.“Maaf, Miss, tadi Gemma masuk ke mobil saya, jadi saya antarkan kembali ke sekolah.” Ghea tidak mau dianggap penculik anak. Jadi mau tidak mau dia harus menjelaskan.“Terima kasih, Dok. Ini kesalahan kami karena lalai mengawasi. Semoga ini tidak terjadi lagi.”Ghea mengangguk dan tersenyum.“Sayang, kita masuk ke kelas.” Guru itu mengulurkan tangan pada Gemma.Gemma masih diam saja. Tak bereaksi apa-apa. Dia melihat Ghea. Seolah tak mau pisah dengan wanita cantik yang dianggapnya mommy itu. Ghea yang melihat hal itu langsung berjongkok, menyejajarkan tubuhnya.“Anak pintar, harus dengar kata Miss.” Ghea membelai lembut rambut Gemma.“Apa Mommy akan pergi lagi?”Pergi lagi? Kalimat itu seperti dirinya yang pernah hadir di kehidupan Gemma, dan kemudian pergi lagi.“Aku kerja di Klinik Edelwies, kamu bisa mencariku di sana.”Satu anggukan diberikan Gemma. Kemudian, mendaratkan satu kecupan di pipi Ghea. Gemma melambaikan tangan ketika gurunya mengajaknya masuk. Ghea masih berjongkok dan memerhatikan Gemma. Masih berpikir kenapa gadis kecil itu menganggapnya ibunya.“Apa aku pernah terlahir sebelum ini?” Pertanyaan bodoh itu dilemparkannya pada dirinya sendiri ketika tidak menemukan jawaban kenapa Gemma memanggilnya mommy.Tak mau pusing Ghea segera pulang. Ingin beristirahat sebentar sebelum nanti sore dia akan kembali praktik lagi.⭐⭐⭐“Kenapa bisa anak itu masuk tanpa kita tahu?” Raya yang sedang menikmati makan siang dengan Ghea merasa benar-benar heran.“Kamu pikir, kamu saja yang tidak tahu dia ada di dalam mobil.” Ghea memasukkan makanan di dalam mulutnya dan mengunyahnya.“Apa sebelumnya kamu pernah hamil?”Ghea langsung tersedak mendapat pertanyaan dari temannya itu. “Kamu tahu bukan jika aku tidak punya pacar, bagaimana bisa aku hamil?”“Siapa tahu kamu bereksperimen menyatukan sel telur dengan sel—” Belum selesai Raya melanjutkan ucapannya, Ghea sudah menjejalinya dengan selada.“Kamu pikir aku segila itu?” Ghea kesal sekali.Raya hanya tertawa mendapati reaksi temannya itu. “Lalu kenapa dia memanggilmu seperti itu?”Itulah yang menjadi pertanyaan Ghea sejak tadi, tetapi dia tidak mendapati jawaban apa-apa. Saat tadi tanya dengan Gemma saja, dia hanya mendapati jika Gemma dengan yakinnya menjawab jika dirinya adalah mommy-nya.Ghea tidak menyangka hari pertamanya bekerja sudah dihadirkan dengan masalah pelik anak kecil yang memanggilnya mommy. Dia berharap ini bukan pertanda buruk jika hidupnya akan mendapatkan kemalangan.Kiara dan Kafi sampai di hotel. Hotel bertema Santorini tampak begitu indah sekali. Dominasi warna putih dan biru tampak cantik.“Cantik sekali.” Kiara yang melihat kamar yang dapat melihat laut, begitu terpesona. Apalagi suasananya benar-benar serasa di luar negeri.Dia segera membuka pintu balkon. Kolam renang yang berada di depan kamar menghadap ke laut. Warna air yang biru seperti laut membuat hati menjadi begitu tenang sekali. Suasana ini benar-benar memberikan kenyamanan luar biasa.“Kamu suka?” Kafi memeluk Kiara dari belakang. Mendaratkan kecupan di pipi Kiara.Pipi Kiara menghangat. Dia merasa malu dengan apa yang baru saja dilakukan Kafi.“Suka.” Kiara menjawab lirih.“Kita akan menikmati waktu di sini dan menikmati keindahan di sini.” Kafi akan menghabiskan waktu dengan sang istri nanti.Kiara tidak sabar untuk melihat keindahan tempat ini. Apalagi semua orang tahu laut di sini menyajikan keindahan yang luar biasa.Kafi memutar tubuh Kiara. Membuat sang istri berhadapan den
Gemma akhirnya ikut ke kamar hotel. Dia tampak begitu senang sekali. Apalagi dia akan tidur dengan daddy barunya. Kiara dan Kafi pun tidak keberatan sama sekali. Mereka jadi bersemangat ketika melihat Gemma.Saat masuk ke kamar, Kafi segera menyalakan lampu. Gemma yang bersemangat, langsung masuk lebih dulu. Membuat Kiara dan Kafi hanya bisa tersenyum. “Ada bunga.” Gemma yang melihat bunga di atas tempat tidur begitu senang. “Bunganya bentuk love.” Gemma merasa bentuknya begitu bagus sekali.Kiara dan Kafi yang masuk, melihat kamar yang didekor untuk malam pertama. Ada bunga yang ditata di atas tempat tidur. Mereka berdua merasa jika sepertinya memang salah mengajak Gemma ke kamar pengantin. Namun, mau bagaimana lagi, anaknya begitu ingin sekali tidur bersama.“Mommy boleh naik ke tempat tidur?” tanya Gemma.“Gemma bersihkan diri dulu. Ganti baju dulu, baru nanti naik.” Kiara menasihati sang anak.“Baiklah.”Akhirnya Gemma, Kiara, Kafi memilih segera membersihkan diri dulu sebelum ti
Kiara berjalan ke ballroom hotel diantar oleh Rowan. Rowan mengantarkan Kiara pada pria yang akan menjaga Kiara seumur hidupnya. Kiara berjalan dengan perlahan sambil melingkarkan tangannya di lengan Rowan. Kiara tampak gugup sekali hingga Rowan berusaha untuk menenangkan Kiara. Menggenggam tangan Kiara untuk menenangkannya. Saat Rowan memegangi tangannya Kiara jauh lebih tenang.Dari kejauhan tampak Kafi menunggu Kiara di sana. Kafi begitu tampan dengan setelan jas dengan hiasan dasi. Pin bunga yang tersemat di dada sebelah kirinya tampak pas dengan jas yang dipakai. Saat melihat Kiara, Kafi begitu terpesona. Kiara tampak cantik dengan gaun yang dipakainya. Gaun itu membentuk tubuh Kiara. Wajah Kiara yang dirias pun membuat wajahnya semakin cantik. Jelas Kafi dibuat terpesona dengan kecantikan Kiara.Tidak melihat Kiara selama tiga hari karena sang mama melarangnya, membuat Kafi begitu senang ketika melihat Kiara untuk pertama kali. Rasa rindunya sedikit terobati.Kiara melihat Kafi
Kiara yang datang langsung menyalami orang tua Kafi. Ini kali pertama mereka bertemu dan langsung lamaran. Tentu saja perkenalan yang cukup mendadak.Orang tua Kafi melihat Kiara yang begitu cantik, terpeona. Pantas saja anak mereka sampai tergila-gila dengan Kiara. Karena ternyata memang secantik itu Kiara.Setelah berkenalan, Kiara langsung duduk di sofa. Duduk di antara Ghea dan juga Rowan. Tentu saja berhadapan dengan keluarga Kafi.“Kak, keluarga Kafi datang ke sini untuk melamar Kak Kiara. Apakah Kak Kiara mau?” Rowan langsung menatap Kiara.Kiara menatap Kafi sejenak sebelum akhirnya menjawab pertanyaan adiknya. “Aku mau.” Kiara mengangguk.“Syukurlah. Akhirnya lamaran kita diterima.” Winda merasa senang sekali.Kafi yang mendengar jawaban dari Kiara pun tak kalah senang. Akhirnya satu tahapan dapat dilalui juga.Rowan bernapas lega. Akhirnya Kiara dapat memulai hidup baru. Ini adalah gerbang pembuka untuk Kiara menuju ke masa depan.“Kapan kira-kira pernikahan diadakan? Apa ak
Kafi mengajak Kiara ke restoran hotel Maxton. Kafi memesan satu tempat di sana untuk menikmati makan malam romantis dengan Kiara.Restoran berada di rooftop hotel. Saat sampai sampai mereka langsung disuguhi pemandangan dari atas. Tampak gedung-gedung bertingkat menjulang tinggi. Lampu-lampu yang menyala tampak indah saat dilihat dari ketinggian. Langit malam pun tampak indah dengan bintang-bintang yang bersinar.“Kenapa sepi?” Kiara tidak mendapatkan satu orang pun di restoran.“Aku memesan semuanya.” Kafi ini makan malam romantis. Karena itu dia memesan satu tempat untuk beberapa jam.Kiara benar-benar tidak menyangka Kafi akan melakukan hal semacam itu. Itu membuat bahagia sekali, karena dengan begitu dia bisa menikmati makan malam romantis dengan Kafi.Kafi menarik mengajak Kiara ke tempat yang sudah dipesan. Alangkankah terkejutnya ketika melihat meja makan dihiasi dengan lampu-lampu kecil. Tampak begitu cantik sekali.“Kamu mempersiapkan ini?” tanya Kiara.“Iya.” Kafi menarik t
“Kenapa Kak Kiara meminta aku pulang? Apa Kak Kiara baik-baik saja?” tanya Rowan yang panik. Dia takut kakaknya kenapa-kenapa.“Aku baik-baik saja. Hanya saja ada yang aku mau bicarakan denganmu.” Kiara pun menyampaikan apa yang membuatnya menghubungi Rowan.“Ada apa?” tanya Rowan.“Kafi menyatakan cinta padaku. Apa kamu mengizinkan jika aku menerimanya?” Kiara menatap lekat wajah adiknya.Rowan benar-benar tidak menyangka jika Kiara akan menanyakan hal itu. Dia pikir kakaknya sudah menjawab pertanyaan Kafi itu. Namun, ternyata sang kakak menanyakan padanya lebih dulu.“Terima kasih sudah mau bertanya padaku, Kak. Kak Kiara harusnya memberikan jawaban sesuai dengan keinginan Kak Kiara. Sekarang Kak Kiara sudah pulih. Jadi tidak apa-apa jika Kak Kiara menentukan pilihan sendiri.” Rowan menarik tangan Kiara.“Kamu bukan sekadar adikku saja. Kamu adalah waliku. Jadi memang sewajarnya aku meminta izin padamu.” Kiara tidak bisa mengingkari fakta jika Rowan yang bertanggung jawab dengan dir