“Oh, Felix! Ada apa?” tanyanya.
“Aku hanya ingin berkunjung … dan membahas Gilbert sedikit denganmu boleh?” tanyanya kembali lalu memberi bingkisannya. Alicia pun mengiyakan dan mereka melanjutkannya di dalam apartemen milik Alicia.
Sebenarnya Alicia hanya sedang bersantai setelah seharian sekolah dan tanpa diduga Felix tiba-tiba mendatanginya dan membahas Gilbert. Awalnya ia pikir hanya membahas ringan, namun dugaannya salah.
“Gilbert adalah saudara tiriku, namun ibuku akhir-akhir ini menjadi sok perhatian tanpa sebab. Bukannya aku tidak senang. Namun ia malah membicarakan Gilbert di saat bersamaku membuat muak saja.”
Tangan Alicia tergerak untuk memberi sebuah pijatan di bahu Felix untuk menurunkan ketegangan yang ada dan ia pun berhasil karena sekarang laki-laki itu malah terkekeh sambil menangis.
Laki-laki itu bingung harus menangisi hidupnya atau menertawakannya sekarang ini. Ia cukup Lelah dengan kea
Nara akhirnya turun ke lantai dasar untuk menghampiri Alicia dan Enzi yang sedang berkelahi. Ia hanya melihatnya tanpa memisahkannya. Ia merasa de javu melihat kejadian ini kembali.Enzi yang menyadari tingkah Nara yang aneh pun menyudahi pertikaiannya dan mendorong Nara ke tembok secara asal, pakaian mereka tentu saja sudah basah akibat hujan. Hanya berselang beberapa menit mereka yang berpencar telah berkumpul kembali.“Nara!” teriak Adelio yang sekarang hampir menyerangnya dengan sebilah kayu, namun Letta berhasil menghentikannya dengan menendangnya ke sembarang arah.“GILA!”Apakah Adelio lupa bahwa Letta setara denganya? Ia merasa gagal dan akhirnya menyerang Letta dengan membabi buta, namun gadis itu tidak pantang menyerah.Felix dan Gilbert berlari terengah-engah untuk melerai mereka. Felix telah basah kuyup karena ia menceburkan diri di kolam renang ini pun segera memeluk Adelio dari belakang dan Gilbert mem
Ujian terlaksana dengan baik tanpa adanya gangguan dan hambatan. Nara dan Alicia memilih untuk diam sejenak karena mereka pun ingin mendapatkan nilai yang memuaskan juga. Adelio, Enzi dan Gilbert pun sama halnya. Berbicara tentang itu akhirnya Nara dibantu oleh Gilbert yang memiliki cukup banyak informasi, walaupun Nara sendiri sudah mengetahuinya. Ia hanya memancing Gilbert, padahal pun laki-laki itu tidak ada hubungannya dengan apa yang terjadi antara dirinya dan Adelio. Pagi ini Alicia terlihat sangat tenang melangkahkan kakinya menuju kelas. Hari ini ia membuat dirinya dengan tampilan baru, dari yang berambut lurus panjang tanpa poni kini ia merubahnya dengan poni tipis dan rambut yang sedikit bergelombang. Perempuan itu harus merubah tampilannya atas permintaan ayahnya. Hari ini ia akan bertemu dengan seseorang yang bahkan Alicia tidak tahu. Ayahnya hanya memberi tahunya untuk bersiap setelah ujian mereka akan makan malam dengan salah satu rekannya.
Malam itu di meja makan Adelio dan Alicia duduk saling berhadapan sedangkan orang tua mereka yang sibuk bercengkrama diikuti oleh Aurora dan Lucas. Si Kembar itu mencoba ikut tertawa sesekali karena mereka melemparkan beberapa candaan. Selama itu juga Adelio menatap perempuan di hadapannya dengan tatapan datar, sedangkan yang ditatap hanya tersenyum miring sembari memakan makanan di hadapannya seolah-olah tidak terganggu dengan Adelio. “Alicia dan Adelio bukankah satu sekolah?” tanya wanita paruh baya yang terlihat elegan malam ini. Ia adalah ibunya Adelio. Alicia menjawab dengan seadanya. “Iya, kami bersekolah bersama di Big Archipelago School.” “Baguslah kalau begitu kalian bisa bersama.” “Wow, bersama dalam konteks apa ini?” tanya Lucas pura-pura bersemangat padahal ia tengah sarkas, karena menurutnya kalimat yang dilemparkan ini terlalu ambigu atau lebih tepatnya mengharapkan sesuatu? Adelio mencebik, wajahnya terlihat kesal dengan
"WOAH NARA SUDAH GILA YA?"Seperti yang mereka lihat, semua murid terfokus kepada suara bising yang ditimbulkan dari arah aula itu. Tidak terlihat Nara di sana, namun Alicia cukup terkejut mengetahui ulah temannya tersebut. Benar-benar gila.Sekarang Alicia dan Felix saling berpandangan mereka sama-sama bingung dengan situasi ini.“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Felix, terlihat dari raut wajahnya laki-laki itu khawatir.“Sialan kenapa kita tidak diberi tahu, sih? Memang dia pikir bisa menyelesaikannya sendiri?” omel Alicia bingung sembari menghela napas berat berkali-kali.Di dalam sana sudah tepampang jelas sebuah video berputar drama negosiasi yang Nara lakukan. Ia berpura-pura jika nilainya jatuh sejatuh-jatuhnya dan berusaha melakukan apapun dan sang Kepala sekolah pun menyetujuinya dengan syarat Nara harus memberikannya sejumlah uang atau menaati seluruh perintahnya.Nara lebih memilih uang.Entahlah
"HAHAHA, CINTAMU MENJADI NERAKA, CONGRATULATIONS!" teriak Letta, bahkan gadis itu sekarang tertawa terbahak, namun terlihat jelas itu adalah bukan tertawaan senang. Ia tertawa dengan pipi yang basah, bibir yang terluka dan tentu saja hati yang terluka. Semua terdiam, pandangan mereka mengarah ke Letta sekarang. Gadis itu terlihat menyedihkan. Nara datang setelah pertikaian antara Adelio dan Letta itu terjadi, terlihat ia sedang mengemut permen dengan tatapan mata yang santai, karena ia tahu ini semua akan terjadi. Rencananya berjalan dengan lancar rupanya. "Kenapa tidak dilanjutkan?" Orang-orang di sana terdiam mendengar perkataannya. "Adelio, aku tahu kamu memang pintar, tapi kenapa memilih jalan curang? Bodoh sekali." Adelio masih tetap bergeming menengarkan ocehan Nara yang terlihat sangat arogan di depannya. Padahal ia pun sama saja. Nara mencoba mendekati Adelio lalu menamparnya. Semua orang terkejut dengan sikap Nara yang
"Jadi, kamu pilih penawaranku atau tetap mau bersikeras Danendra?" Akhirnya Adelio lebih memilih untuk pasrah seutuhnya. Ia menyatakan akan memilih penawaran Alicia walaupun ia sendiri tidak yakin dengan pilihannya itu. Ia takut ayahnya akan mengamuk, tapi jika Alicia mempersulitnya sepertinya akan lebih daripada itu. Koneksi Alicia juga tidak kalah mengerikan dari dirinya, perempuan ini cukup manipulatif. Setelah itu Nara berjongkok untuk melihat wajah laki-laki itu. "Ingat, jika kamu masih bermain-main akan ada lebih banyak cara mempermalukanmu setelah ini." Adelio mengepalkan tangannya. Ia ingin marah, tapi ia tahu itu hanya akan memperparah keadaan dan yang hanya dapat ia lakukan hanya menghela napas berat sembari mengusap darah yang muncul dari sudut bibirnya. Dia kalah. Alicia dan Nara pun meninggalkannya sendirian di sana menuju ruangan mereka yang berada di belakang gedung itu. Sepanjang jalan Nara menjadi pusat perhatian dan m
Sudah pasti suasana di seklolah ini menjadi chaos.Murid-murid yang sempat merekamnya pun diminta untuk tidak menyebarkan rekaman itu ke mana-mana atau akan ada sanksi berat menunggu mereka. Valerio yang mendengar hal ini pun langsung turun ke sekolah karena itu akan membahayakan reputasinya. Laki-laki ini melangkahkan kakinya di antara murid-murid sekolah ini. Hanya sedikit dari mereka yang tahu jika Valerio adalah ayahnya Adelio. Saat datang ke ruang kepala sekolah ia mendudukan dirinya ke sofa empuk berwarna merah tersebut lalu menatap kepadasang Kepala sekolah dengan tatapan yang tajam, menyiratkan makna bahwa ia tidak main-main sekarang. "Bagaimana bisa ada rekaman itu dan bocor?" tanyanya sembari menyesap kopi yang telah disediakan. "Saya masih menyelidikinya, dan akan segera memberitahu anda dengan segera," ujar kepala sekolah itu dengan percaya diri. Valerio sedikit menghentak cangkir itu yang membuat orang ya
Sesuai dengan perkataannya, Valerio dengan para staff sekolah akhirnya berdiskusi mengenai masalah ini. Suasana di ruangan ini menegang saat Valerio mulai duduk di kursinya dan memulai pembicaraan. "Saya akan mulai pembicaraan ini, mengenai skandal yang tengah terjadi," ucapnya memulai pembicaraan berat ini. Semua orang di sana menegang, jantung mereka berdegup kencang tidak karuan karena mereka belum dapat mendapatkan pelakunya. Kepala sekolah yang baru saja datang dengan tergesa-gesa itu pun menarik perhatian orang-orang di sana. Terlihat di tanganya ada sebuah amplop coklat lalu ia mengeluarkan beberapa foto dari sana dan memperlihatkannya kepada Valerio, tentu saja laki-laki itu sekarang agak terkejut dan meragukan sang Kepala sekolah. Valerio menarik napasnya untuk tidak meledak sekarang juga, ia tidak pernah berpikir jika kandidat pelakunya adalah gadis yang ia kenal cukup baik. Valerio denial akan hal itu dan semakin berpikir jik