Share

Bab 4

Adanya kabar tentang penemuan mayat di area persawahan awalnya tak terlalu dipedulikan oleh sebagian besar warga desa. Namun, ketika kabar terbaru muncul ke permukaan, hal itu benar-benar membuat seluruh warga merinding ketakutan.

"Teror Merry"

Begitulah orang-orang desa menyebutnya. Penemuan mayat misterius disertai guratan nama Merry di tubuh korban yang terbuat dari sayatan halus. Mengerikan.

Setelah itu, seperti biasa, seluruh warga desa kini disibukkan dengan upacara ritus yang harus mereka jalani, guna mengusir malapetaka dan kesialan yang ada. Adat kepercayaan mengenai hal-hal tak kasat mata hingga kini masih tercium kuat dan begitu terasa di desa terpencil seperti ini.

"Apa yang terjadi?" nyonya Wilson berlari menghampiri tuan Wilson yang baru saja pulang.

"Hal mengerikan itu kembali lagi setelah sekian lama" ucap tuan Wilson dengan wajah datar tanpa menunjukkan ekspresi apapun.

Berbanding terbalik dengan tuan Wilson, nyonya Wilson justru menunjukkan bahwa perasaannya saat ini tengah takut dan begitu khawatir.

Mengerti betul apa yang dirasakan oleh istrinya, tuan Wilson menatap manik mata serta meraih kedua tangan istrinya dengan lembut dan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja, bahwa semuanya tidak akan berjalan seperti apa yang ia pikirkan saat ini.

Tak sengaja mendengar percakapan kedua orang tuanya, pikiran Violence lantas melayang mengingat bunga tidur yang menghampirinya semalam, dengan penuh rasa cemas ia kemudian berjalan menuruni tangga satu persatu dan berlari menuju ke ruang keluarga.

Violence sempat terdiam beberapa detik di tempatnya berdiri. Pengelihatannya mulai menyapu setiap kaca jendela yang terpasang di sana. Semua bersih, tak menyisakan cela apapun. Hal yang ia cari, juga tak dapat ia temukan.

Belum merasa puas, akhirnya Violence memutuskan untuk melihat kaca jendela tersebut dari bagian luar, hal ini tentu membuat tuan dan nyonya Wilson bertanya-tanya tentang apa yang akan dilakukan oleh putrinya.

Mengamati kaca jendela dengan seksama, Violence akhirnya menemukan apa yang ia cari, retakan kecil di kaca jendela tersebut. Sialnya, hal ini justru membuat Violence merasa khawatir serta takut dengan bunga tidur yang datang menghampirinya.

Apakah peristiwa itu benar terjadi malam lalu ataukah retakan itu hanyalah sebuah kebetulan? Violence tak mengerti apa yang terjadi, ini sangat membingungkan.

"Ayah, ibu, apakah kalian membersihkan kaca jendela ini semalam?" Violence memutuskan untuk bertanya pada kedua orang tuanya yang sedari tadi menatap bingung.

"Tidak, kaca jendela itu bahkan terlalu bening seperti mata air, untuk apa dibersihkan?" nyonya Wilson memberikan pertanyaan untuk putrinya alih-alih hanya sekedar menjawab.

"Benarkah? Aneh, ini sungguh aneh" perempuan itu terlihat berpikir sejenak sebelum ia menceritakan bunga tidur yang menghampirinya semalam secara rinci kepada orang tuanya.

Butuh waktu sekitar sepuluh menit untuk Violence menceritakan setiap detail dari bunga tidurnya. Anehnya, ia dapat mengingat semuanya, bahkan hal kecil sekali pun. Kejadian ini, terasa seperti kejadian nyata yang benar-benar terjadi. Ketakutan yang ia rasakan, bagaimana pria itu berbicara padanya, dan suasana suram yang mencekam, semua tidak pantas disebut sebagai mimpi semata.

"Violence, memang benar kita pergi ke rumah Robert kemarin malam. Namun, kisah tentang pembunuhan seorang pria asing di rumah ini sangat mustahil terjadi. Tidak ada bukti yang menjelaskan hal itu" nyonya Wilson mencoba tuk mengungkapkan opini yang ada di dalam benaknya secara hati-hati sebab ia mengerti betul bagaimana kepribadian putrinya.

"Tidak ibu, retakan kecil di kaca jendela sudah membuktikan semuanya. Pria asing itu sempat memukul kaca jendela berulang kali untuk meminta tolong dan retakan kecil terjadi karenanya" entah apa yang Violence pikirkan saat ini, sepertinya ia benar-benar percaya bahwa bunga tidurnya adalah kejadian nyata yang terjadi semalam.

Nyonya Wilson dan putri semata wayangnya akhirnya terlibat dalam sebuah perdebatan rumit. Pasalnya, tak ada yang tahu benar tentang 'kejadian itu' dan masing-masing dari mereka mempunyai pemikiran serta keyakinan yang berbeda pula.

Melihat hal ini, tuan Wilson akhirnya mencoba untuk menengahi istri dan putrinya yang sedang sibuk beradu argumen. Cukup terasa sulit menyatukan pemikiran dua orang yang berbeda, apa yang terjadi jika ia ikut menambahkan argumen yang berputar di dalam benaknya?

"Sudahlah, ini bukanlah suatu hal yang bisa diperdebatkan. Lebih baik, kita segera mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk persembahan" tuan Wilson berhasil mengakhiri perdebatan rumit yang mengganggu ketenangan rumahnya.

Tak lama setelah itu, tuan dan nyonya Wilson memutuskan untuk beranjak pergi menuju ke rumah sang kepala desa, sedangkan Violence, perempuan itu masih disibukkan dengan isi kepalanya yang rumit.

***

Matahari telah menenggelamkan wajahnya, langit perlahan berubah warna menjadi gelap, berganti wajah dengan bulan dan bintang yang turut membantu menerangi langit.

Malam ini bertepatan dengan adanya bulan sabit, waktu yang tepat untuk melakukan persembahan kepada dewa-dewi yang dipercaya dapat mendatangkan sebuah kabar baik untuk desa kecil ini.

Sebuah lapangan luas yang terletak dipesisir pantai yang cukup jauh dari pemukiman warga menjadi tempat yang biasa digunakan untuk keperluan seperti ini. Terlihat beberapa warga sudah berkumpul dan masing-masing dari mereka mengenakan jubah serba hitam yang menutupi wajah.

Suasana begitu sunyi, hanya suara deburan ombak saja yang terdengar, sebab tak ada satupun dari mereka yang mau membuka mulut. Hingga pada akhirnya, terdengar suara seseorang yang berteriak kencang, mengakibatkan semua yang ada di sana menoleh kearah sumber suara.

Seorang pria asing kini menjadi pusat perhatian, sebab ia terus saja membuat suara yang menarik perhatian sekitar. Seorang pria asing yang baru saja kehilangan teman terbaiknya, kini harus menanggung akibatnya.

"Tunggu, apa yang akan kalian lakukan padaku? Mengapa kalian semua terlihat menyeramkan?" pria asing itu terlihat begitu ketakutan, terutama karena beberapa warga desa membawanya secara paksa untuk meninggalkan penginapan yang sementara ini menjadi tempat tinggalnya.

"Karena temanmu mengakibatkan Dewi Merry murka, maka secara tidak langsung kau turut bertanggung jawab akan kematiannya" suara itu muncul dari salah satu warga desa yang berada di sana dan tak lama kemudian disusul oleh teriakan pendukung lainnya.

Situasi yang tenang dan damai seketika berubah seratus delapan puluh derajat, membuat sang pendatang asing semakin ketakutan berada di tengah mereka semua.

Akhirnya, keramaian dapat diredakan ketika Robert dengan berani melangkah maju ketengah kerumunan, mendatangi pria asing itu, mengangkat tangannya, dan menyayat salah satu telapak tangan pria asing itu dengan pisau lipat, sehingga darah pria itu jatuh di tengah simbol kepercayaan yang sudah mereka buat sebelumnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status