Share

Bab 3

Ctak ... ctak ... ctak ....

Suara ketukan yang diketukkan di kaca itu memenuhi seisi rumah dengan tempo ketukan yang terdengar semakin cepat, begitu pula dengan jejak telapak tangan terbuka yang di tinggalkan di kaca rumah seseorang, semakin banyak hingga menimbulkan retakan kecil di sana.

Wajah pria asing itu terlihat semakin pucat, berulang kali pula ia menoleh ke arah sisi yang sama seakan orang yang melukai dirinya sudah menemukan keberadaannya dan berada di dekatnya. Mimik wajah yang seolah menjerit meminta tolong membuat Violence merasa iba.

Dengan segera, Violence berlari keluar secepat kilat dan menghampiri tempat dimana pria asing itu berada. Namun sayang, hanya terlewat beberapa detik saja, pria asing itu sudah tidak ada ditempatnya, yang tersisa hanyalah jejak telapak tangan yang mengotori jendela rumah dan secarik kertas yang masih setia melekat erat di kaca jendela.

Violence hendak beranjak pergi kembali ke dalam rumah, tetapi kata hatinya mengatakan bahwa pria asing itu masih berada di sekitar sini. Berbekal lampu darurat yang ada di tangannya, Violence mulai berjalan mengelilingi taman rumah dengan penuh waspada.

Kegelapan yang mengitari dirinya ditambah dengan angin yang bertiup kencang membuat suasana sekitar terasa mengerikan. Akan tetapi, setelah memastikan tiap sudut taman, terlihat bahwa tak ada sesuatu yang terjadi di sekitar sini, semua tampak baik-baik saja. Kemana pria asing itu pergi? Tubuhnya penuh luka, sepertinya ia tak dapat berlari jauh. Apakah ini semua hanya sebuah halusinasi yang tercipta akibat novel yang ia baca? Ah sudahlah, sepertinya ia memang harus bergegas untuk tidur.

Violence memutuskan tuk melangkah pergi menjauhi taman dan berjalan menuju ke pintu utama rumah miliknya, akan tetapi sebelum ia sampai di sana, seseorang secara tiba-tiba menarik lengan tangan kanannya dan menutup mulutnya agar Violence tidak mengeluarkan suara sedikitpun.

"Tolong aku" suara itu terdengar begitu lirih dan tak berdaya.

Segera Violence membantah pemikiran yang tersemat di otaknya beberapa detik lalu. Violence kini percaya bahwa apa yang ia saksikan tadi bukanlah akibat dari novel pembunuhan berantai yang ia baca. Ini sungguhan, pria asing dengan wajah pucat itu benar-benar ada, telapak tangannya yang terluka juga turut membuktikan semuanya. Pria asing itu nampak begitu kacau, beberapa luka menghiasi tubuhnya dan luka itu bukanlah sekedar luka ringan biasa.

Dengan suara berbisik, Violence mencoba memberanikan diri untuk bertanya, "Apa yang terjadi padamu?".

Suara tangis kemudian memecah keheningan malam yang mencekam ini, kedua tangan pria itu dengan lembut mengenggam satu tangan milik Violence dan ia menekuk kedua lututnya, memohon untuk diselamatkan atas kejadian yang tak Violence ketahui.

"Orang-orang desa, temanku, mereka membunuh temanku" isak tangis yang sungguh menyayat hati, menciptakan rasa empati dalam hati Violence.

"Dua pria asing yang dimaksud oleh gadis di jalan itu adalah kau dan temanmu yang sudah terbunuh?" Violence mengingat kembali perkataan seorang gadis muda yang menyebutkan bahwa di rumah Robert ada dua pria asing, kalau apa yang diucapkan oleh pria asing ini adalah benar adanya, maka hal ini sungguh mengerikan. Apa yang terjadi?

"Tolong aku, mereka tidak menyukai adanya orang asing, mereka hendak melenyapkanku, bawa aku pergi dari desa ini, semua orang di desa ini sungguh gila" pria asing itu menatap manik mata Violence dengan penuh harapan untuk hidup.

"Se-sebentar, jangan takut, kau aman bersamaku, aku akan mengobati lukamu terlebih dahulu kemudian menghubungi polisi" Violence melepas kedua tangan pria asing itu dari tangannya dan memaksakan sedikit senyum diwajahnya. Kemudian, Violence berbalik membelakangi pria asing itu berniat untuk masuk kedalam rumah dan mengambil beberapa obat luka, namun ...

Brakk!

Suara keras yang mendadak muncul membuat Violence menoleh kembali kearah pria asing itu dan apa yang ia lihat sungguh di luar dugaan. Pria asing itu sudah tergeletak di tanah tak sadarkan diri dan terlihat seseorang memakai mantel berwarna hitam yang menutupi wajahnya mengenggam balok kayu yang sebagian besar sudah terwarnai dengan noda darah.

Violence yang baru pertama kali melihat kejadian mengerikan di depan matanya secara langsung, seketika menjadi lemas. Kedua kaki Violence seakan tak bertulang, tak mampu menumpu berat tubuhnya sendiri, mengakibatkan dirinya ikut tersungkur menatap tanah.

Seseorang berpakaian mantel hitam yang muncul dengan balok kayu itu kemudian tersenyum lebar. Benar, Violence dengan jelas melihat bahwa ia tengah tersenyum. Sesaat setelah itu, ia memukul kembali pria asing yang ada dihadapannya secara berulang kali dengan tawa mengerikan seolah baru saja memenangkan sebuah permainan.

Violence yang tak sanggup melihat semuanya hanya mampu menutup mata sembari merasakan percikan cairan yang mengenai wajahnya. Perempuan itu tak memiliki keberanian untuk membuka mata, hingga pada akhirnya suara tawa mengerikan itu menghilang secara pelahan. Kini Indera pendengarannya tak dapat mendengar suara apapun. Sunyi, begitu sunyi.

Dengan jantung yang justru berdegup semakin kencang, Violence lantas memberanikan diri untuk membuka mata dan betapa terkejutnya ia ketika melihat wajah pria asing yang penuh luka itu dihadapkan di depan wajahnya dengan jarak tak ada satu sentimeter jauhnya.

Violence lantas berteriak kencang dan mendorong sepasang kakinya untuk menjauhi tubuh pria asing yang sepertinya t'lah terbaring tak bernyawa itu. Kejadian mengerikan ini mungkin terasa sangat menyenangkan bagi seseorang, terbukti dengan hadirnya kembali suara tawa yang menghampiri indera pendengaran dan suara itu berasal dari bagian belakang tubuh Violence.

Perempuan itu dengan bodohnya justru menoleh kearah belakang dan ia segera melihat orang misterius yang membunuh pria asing tersebut sedang bersiap mengayunkan balok kayu tepat di atas kepalanya seraya tertawa.

Duakh!

***

Seorang perempuan berteriak kencang di pagi hari, membuat sang ibu yang begitu menyayanginya segera meninggalkan pekerjaan rumah yang sedang ia lakukan hanya untuk melihat apa yang terjadi pada putri semata wayangnya.

"Violence, kau tak apa?" nyonya Wilson datang tergesa-gesa.

Pertanyaan yang dilontarkan oleh nyonya Wilson sama sekali tak terjawab secara lisan, melihat keringat yang bercucuran dari tubuh putrinya, ia sudah mengerti sendiri apa yang menjadi jawabannya.

"Tenanglah Violence, semua itu hanyalah mimpi buruk" nyonya Wilson mengusap punggung putrinya untuk menenangkannya.

"Aku takut" Violence mendekap erat tubuh nyonya Wilson sembari berusaha tuk mengatur pernapasannya.

"Tenanglah, ibu ada di sini bersama denganmu" nyonya Wilson dengan lembut mengusap keringat yang membasahi tubuh putrinya dengan sepotong kain yang berasal dari sakunya.

"Syukurlah ibu, kejadian mengerikan itu tak ada di dunia nyata" Violence masih mencoba menenangkan dirinya karena ketakutan yang ia rasakan terasa begitu nyata.

Area Persawahan Albany Village -07.00 a.m.

Sementara itu, di waktu yang sama, warga desa sedang dihebohkan dengan penemuan mayat seorang pria asing di area persawahan milik warga.

Tubuh pria asing itu ditemukan penuh luka, tertutupi oleh lumpur yang mengotori tubuhnya. Benar-benar mengerikan. Hal ini mengakibatkan beberapa orang desa yang berkumpul di sana turut membicarakan tentang ramainya wisatawan asing yang akhir-akhir ini datang memenuhi desa.

"Sudah, sudah, jangan membicarakan hal yang tidak-tidak" Robert sebagai kepala desa mencoba menenangkan warganya untuk tidak berbicara sembarangan, begitu juga dengan Wilson yang turut hadir di sana.

"Ini gawat, kejadian 'itu' terulang kembali ..." seorang warga desa yang baru saja selesai membersihkan tubuh pria asing itu menemukan sesuatu. Sebuah guratan yang biasa ditemukan pada mayat yang terbunuh secara misterius di desa ini.

"Merry".

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status