Share

Bab 2

Albany Village - 10.00 p.m.

Bulan purnama telah muncul ke permukaan, menampilkan keelokan yang menghipnotis setiap mata memandang, menerangi keindahan desa yang tak dapat terelakkan lagi.

Malam ini, Violence terlihat sedang membaca sebuah buku di sudut kamarnya. Buku unik yang ia temukan di salah satu rak di ruang keluarga. Violence membaca kata demi kata hingga tanpa sadar ia telah mencapai halaman keempat puluh lima.

Sreek...

Dengan rasa penasaran yang memuncak, Violence berniat tuk membaca lembar berikutnya. Namun, suara ketukan pintu yang menghampiri indera pendengarannya menghentikan tindakan tersebut. Pintu kamarnya terketuk sebanyak tiga kali dan setelah itu nyonya Wilson datang mengampirinya.

"Rupanya ingatan yang hilang tak merubah apa yang menjadi kesukaanmu" nyonya Wilson mendekati putrinya dan duduk tepat bersandingan dengannya.

"Ke-kesukaanku?" tanya Violence ragu.

"Sejak kecil, kau sangat suka membaca buku di sudut ruang kamarmu" ucap nyonya Wilson dengan pandangan yang menyapu seluruh ruang kamar putrinya.

Setelah itu, nyonya Wilson menatap wajah Violence yang begitu cantik. Sebuah anugrah besar ia dapat mempunyai putri secantik dan sepintar Violence, walau sepertinya nasib baik tak kunjung datang menghampirinya.

"Kau sedang apa?" tuan Wilson datang secara tiba-tiba, mengejutkan kedua perempuan yang sedang duduk tenang di sudut ruang kamar.

"Oh, bisakah kau mengetuk pintu terlebih dahulu?" pekik nyonya Wilson.

"Kau benar, maafkan aku. Tetapi, mengapa kau hanya duduk dan bersantai di sana?" tuan Wilson kembali mengajukan pertanyaan untuk istrinya dan setelah itu, ia pergi keluar meninggalkan mereka.

Bak tersadar akan apa yang harus ia lakukan, nyonya Wilson lantas menyampaikan sesuatu yang menjadi tujuan awal ia datang menghampiri putrinya.

"Gantilah pakaianmu segera, kita akan pergi menuju ke suatu tempat" nyonya Wilson memberi sebuah perintah untuk putri manisnya.

"Suatu tempat? Bukankah ini sudah terlalu larut untuk pergi keluar?" Violence tak dapat menghentikan rasa penasarannya.

"Kau akan tahu nanti" namun sayangnya, jawaban nyonya Wilson selanjutnya tak dapat memuaskan rasa penasaran Violence.

Menjalankan perintah ibunya, Violence segera meletakkan buku yang ia baca di sembarang tempat di sekitarnya dan bergegas menuju ke kamar kecil untuk mengganti pakaian.

Buku yang baru saja diletakkan di atas meja itu rupanya menarik perhatian nyonya Wilson. Dengan segera, ia mengambil buku itu dan membawanya turun untuk menemui suaminya tercinta.

"Lihat ini" ucap nyonya Wilson sembari menunjukkan buku yang ia bawa.

Melihat buku yang baru saja dibaca oleh putrinya, tuan dan nyonya Wilson lantas saling menatap satu sama lain, sepertinya mereka mempunyai satu pikiran yang sama.

"Apakah Violence masih—" nyonya Wilson segera memutus pertanyaannya ketika ia mendengar langkah kaki Violence yang terdengar semakin dekat.

"Ayah, ibu, aku sudah siap" ucap Violence seraya tersenyum.

"Ehm, oh baiklah, ayo kita bergegas" secepat kilat, nyonya dan tuan Wilson menyembunyikan buku itu di balik tubuh mereka. Apakah buku itu menyimpan suatu rahasia?

***

Rumah Kepala Desa - 22.00 p.m.

Perjalanan yang tak terlalu jauh ditempuh keluarga Wilson hanya dengan kedua kaki mereka. Walau udara malam cukup terasa dingin, Violence sangat menyukainya, ini terlihat seperti wisata malam yang mengasyikan walau ia sendiri tak tahu kemana ayah dan ibunya akan membawanya pergi.

"Kita telah sampai" kata-kata itu terucap dari celah mulut tuan Wilson ketika mereka sampai di suatu rumah yang dipenuhi oleh penduduk desa.

Terlihat beberapa dari mereka sedang memanggang daging di halaman rumah yang tak terlalu besar seperti milik keluarganya. Yap, pesta daging dan semua orang tampak menikmatinya. Namun, tatapan Violence justru terpaku pada salah satu pria berambut pirang yang berdiri menyendiri dengan wajah pucat pasi. Entah apa yang terjadi, Violence merasa ada sesuatu yang aneh dengan pria itu.

"Ini putrimu? Dia terlihat sangat cantik, aku hampir tak mengenalinya, sebab jarang sekali kami bertemu setelah ia pindah ke kota" seorang pria datang menemui tuan Wilson sembari membawa sebuah cangkir berisi cairan berwarna merah pekat dan berbau amis, nampak seperti darah.

"Putriku memang rupawan seperti ayahnya" gurau tuan Wilson kepada pria itu seraya menerima cangkir yang diberikan.

"Kau juga mau Violence?" pria asing yang nampak akrab dengan ayahnya itu juga menawarkan Violence sebuah cangkir dengan isi yang mencurigakan.

Dengan ragu, Violence mencoba untuk menolak cangkir yang ditawarkan. Ia mencurigai isi cangkir itu serta pria asing dengan wajah pucat pasi penuh ketakutan yang sedari tadi menatapnya seolah ingin mengatakan sesuatu.

"Tidak apa-apa, itu bukanlah sebuah minuman keras, kami warga desa hanya meminum teh kesukaan kami" nyonya Wilson mencoba meyakinkan putrinya yang terlihat ragu menerima cangkir itu.

"Ini adalah teh cornelian cherry, warnanya cantik bukan? Aku sengaja membuatnya lebih kental agar tampak seperti darah hahaha..." gurauan pria asing yang berteman dengan ayahnya itu tak terdengar seperti sebuah gurauan di telinga Violence.

Tidak, tidak, ini hanya perasaan Violence semata. Ia baru saja membaca sebuah buku tentang kisah pembunuhan berantai di suatu pulau terpencil. Buku itu mempengaruhi pikirannya sekarang, mungkin ia terlalu larut pada setiap peristiwa yang dikisahkan di dalam buku itu. Sepertinya ia harus segera tidur dan bersiap untuk memulai hari yang cerah keesokan paginya.

Tanpa basa-basi, Violence lantas meminta ijin pada kedua orang tuanya untuk segera beranjak dari tempat itu. Anehnya, dalam perjalanan pulang, sepanjang ia melewati penduduk desa, mereka terlihat seperti memberikan 'tatapan tajam' kepada Violence.

"Perempuan itu adalah perempuan asing, sama seperti dua pria asing yang ada di rumah Robert sekarang" ucap seorang gadis desa kepada lelaki yang berada di sampingnya.

Perempuan asing? Siapa? Apakah yang mereka bicarakan itu adalah aku? Violence terus menanyakan hal yang sama pada dirinya sendiri. Jantungnya berdebar, Violence merasa tidak tenang sekarang. Jika memang benar semua pikiran buruknya ini disebabkan oleh buku itu, maka Violence takkan pernah membacanya lagi.

"Haruskah kita lenyapkan saja? Aku tak menyukai keberadaan orang asing di desa ini" Violence kembali mendengar kata-kata itu dari seseorang yang ia lewati.

Apa mereka sengaja mengatakan hal itu secara lantang? Apa yang dimaksud oleh mereka semua? Orang asing? Mengapa mereka tak menyukai adanya orang asing? Sudahlah, ini hanya akan memperburuk pikiran Violence. Ia harus segera masuk ke dalam rumah dan bergegas tidur.

...

Sedikit lagi, sedikit lagi, dan akhirnya Violence tiba di rumah kedua orang tuanya. Ia menutup pintu utama rapat-rapat dan menghela napas sesaat sebelum memutuskan pergi menuju ke ruang tidurnya.

Ptas!

Tak ada sepersekian detik setelah suara itu terdengar, listrik di rumah keluarga Wilson padam. Membuat Violence tak dapat melihat dengan jelas tangga yang menjadi jalan menuju ke kamar pribadinya.

"Aku tak dapat melihat apapun, sepertinya listrik satu desa padam" asumsi Violence ketika ia tak dapat melihat satu cahaya pun dari jendela rumahnya.

Dengan segera, Violence mengubah arah tujuannya untuk mengambil sebuah lampu darurat yang ada di sebelah rak buku. Ia dapat meraihnya walau lampu itu diletakkan di tempat yang cukup tinggi.

Ctak ... ctak ... ctak....

Suara itu terdengar jelas seperti ketukan yang diketukkan di sebuah kaca. Apakah kedua orang tuanya sudah pulang? Violence harus memastikannya.

Suara itu terdengar semakin dekat ketika ia memasuki ruang keluarga. Terlihat seseorang mengetuk jendela yang ada di sana. Violence segera mengarahkan lampu yang ia bawa dan ia begitu terkejut melihat pria asing dengan wajah pucat yang ada di rumah teman ayahnya tadi.

Pria itu terlihat begitu ketakutan, mengetuk-ketuk kaca dengan tangan yang berlumuran seperti cat merah mengotori jendela rumah. Pria itu mengeluarkan secarik kertas dan menempelkannya pada jendela seolah ingin menunjukkannya kepada Violence.

Perlahan Violence berjalan mendekat dengan penuh hati-hati serta menyinari kertas itu. Secarik kertas kecil dengan tulisan yang terbuat dari tetesan darah.

"Segera pergi dari desa ini".

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status