Share

Bab 1

High Cliffs, Melbourne - 06.00 a.m.

Sayup-sayup angin yang berhembus manja menerpa dedaunan dari pepohonan yang ada di atas tebing. Menampilkan keindahan surgawi yang dapat dilihat hanya dengan mata telanjang. Namun di balik semua keindahan itu sekarang, terdapat peristiwa mengerikan yang sedang terjadi.

Satu helikopter milik rumah sakit pemerintah mendarat sempurna di tempat itu. Terlihat, beberapa dokter ahli bergegas mengevakuasi korban. Peristiwa ini tentunya tak luput dari kacamata beberapa wartawan stasiun televisi ternama, sebab mereka mulai melakukan pemberitaan kepada masyarakat luas saat itu juga.

[Seorang perempuan berinisial VW berusia dua puluh tiga tahun ditemukan terjatuh dari tebing yang memiliki ketinggian sekitar tiga koma empat meter dari atas permukaan tanah. Berdasarkan informasi dari tim penyelamat, korban mengalami patah tulang terbuka di beberapa bagian tubuhnya]

[Terpantau hingga kini, jantung korban masih berdetak lemah dan dokter mengatakan bahwa persentase kemungkinan untuk melanjutkan hidup adalah dua puluh lima persen saja, mengingat bahwa ia mengalami cedera yang begitu parah]

[Hingga saat ini, tim penyelamat terus berusaha untuk melakukan pertolongan pada korban. Kabar selanjutnya mengenai keadaan korban akan segera kami sampaikan].

***

The Royal Melbourne Hospital - 6 Bulan Setelahnya.

Violence membuka matanya secara perlahan, mengamati ruangan yang tampak asing baginya. Tak ada seorang pun di ruangan itu dan ia dapat merasakan beberapa alat yang tak ia ketahui namanya terpasang hampir di setiap bagian tubuhnya.

Kepala dan seluruh bagian tubuh yang teramat sakit membuat Violence tak dapat melakukan hal lebih selain berbaring kaku di tempat tidur.

Sayangnya, ia tak dapat mengingat kejadian apapun yang membawanya terbaring bagaikan mayat di tempat ini. Violence hanya mampu berdiam diri dan pasrah, sebab ia tak mengingat apapun kecuali namanya sendiri.

Hingga pada akhirnya, seorang wanita setengah baya datang memasuki ruangan itu. Tampang yang murung dan tak bersemangat membuat Violence penasaran akan apa yang sedang terjadi.

Namun, ketika wanita setengah baya itu melihat Violence yang terbaring, perubahan ekspresi wajahnya sangat terlihat jelas. Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, wanita setengah baya itu pergi dan kembali bersama para dokter.

Wanita setengah baya itu lantas menangis dan bersujud di lantai yang dingin tepat di hadapan Violence yang menjalani pemeriksaan secara tiba-tiba. Beberapa alat yang terpasang di tubuhnya pun turut dilepas. Namun tetap saja, Violence tak mengerti apapun.

"Sudah kubilang bukan, bahwa ia akan baik-baik saja. Tak masuk akal jika dokter menyuruh kami menandatangani formulir persetujuan suntik mati" ucap pria setengah baya yang baru saja datang ke ruangan itu.

"Violence" wanita setengah baya itu mendekati orang yang ia panggil seraya menangis dan Violence yang sama sekali tak mengerti mengenai apa yang sedang terjadi segera menunjukkan respon yang sesuai.

Melihat kejadian ini di depan matanya, dokter akhirnya mengeluarkan pernyataan pahit yang harus diterima oleh setiap orang yang ada di tempat itu, termasuk Violence. Diagnosis hilang ingatan kini tersemat pada dirinya.

Merasa tak percaya dengan apa yang terjadi, Violence berusaha membuktikan bahwa ia tak kehilangan apapun dalam ingatannya. Namun, semakin ia berusaha menunjukkan, maka semakin terlihat jelas seluruh kekurangannya. Dokter memperbarui pernyataannya, Violence kini di diagnosis kehilangan sembilan puluh delapan persen memori ingatan akibat benturan keras saat ia jatuh dari tebing.

Hal itu tentu membuat hati Violence hancur lebur, begitu juga dengan apa yang terjadi pada tuan dan nyonya Wilson, orang tua Violence. Walau pada akhirnya mereka dapat menerima musibah yang menimpa putrinya dengan lapang dada.

Dua minggu telah berlalu, kini Violence diperbolehkan untuk melakukan rawat jalan. Lagi pula, selama Violence berada di batas antara hidup dan mati, perlahan patah tulang dan luka-luka yang ia alami pulih cukup baik. Sebab, waktu setengah tahun bukanlah waktu yang cepat.

"Aku sudah berusia dua puluh tiga tahun?" tanya Violence tak percaya ketika membalik lembar demi lembar sebuah buku saku yang berisikan indentitas serta gambar dirinya ketika menempuh pendidikan dasar.

Disepanjang jalan menuju rumah, Violence memilih untuk membunuh waktu dengan mencoba tuk mengenal kembali siapa dirinya.

Tak terasa, mereka akhirnya tiba di sebuah desa yang dapat dikatakan cukup terpencil di daratan benua Australia. Terlihat banyak pepohonan tinggi, sawah, dan tentunya hewan ternak seperti sapi. Rumah-rumah warga juga nampak tak begitu banyak dan terletak sedikit berjauhan satu dengan lainnya.

"Kita sudah sampai" ucap tuan Wilson seraya menghentikan mobil tua kesayangannya yang sudah menempuh perjalanan cukup jauh.

Secara perlahan, nyonya Wilson membantu putri semata wayangnya turun dari mobil dengan penuh kehati-hatian, dan begitu Violence melihat sekelilingnya, ia begitu terpana dengan seluruh pemandangan yang ada hanya dalam sekali mata memandang.

Bagaimana tidak? Rumah bergaya antik bertingkat yang cukup luas dengan taman yang tak kalah luasnya dipenuhi oleh beragam bunga yang bermekaran, dan satu lagi, rumah ini terletak di daratan yang cukup tinggi, sehingga kita dapat melihat seluruh pemandangan desa hanya melalui tempat ini.

"Ini adalah rumah yang menyimpan semua kenangan masa kecilmu, masa remajamu, dan masa dewasa mudamu sebelum kau memutuskan pergi untuk menempuh pendidikan di kota. Ibu harap, ingatanmu dapat pulih dengan cepat" ucap nyonya Wilson seraya mengelus lembut rambut putrinya.

Setelah itu, Violence perlahan melangkahkan kaki memasuki rumah, dan begitu pintu besar yang menjadi pintu utama rumahnya terbuka, ia melihat berbagai foto dirinya terpasang di dinding-dinding, mulai dari ia kecil hingga dewasa muda, sama seperti apa yang baru saja dikatakan oleh nyonya Wilson.

Menelusuri tiap ruangan, Violence selalu merasa terpukau dengan detail setiap sudut rumah. Terlihat antik dan begitu elegan. Tak hanya di luar rumah, di dalam rumah pun pemandangannya sudah sangat memanjakan mata. Apakah kedua orang tuanya menyukai seni? Sepertinya begitu.

Luas kamar pribadi milik Violence pun hampir sama dengan luasnya ruang keluarga. Terletak di lantai atas, membuat Violence dapat menikmati seluruh pemandangan desa hanya melalui jendela kamarnya. Terlihat jauh lebih jelas dan begitu cantik.

Setelah puas mengelilingi tiap ruangan, Violence kemudian menuruni tangga dengan perlahan untuk kembali menemui tuan dan nyonya Wilson. Namun sepertinya, kedua orang tuanya itu sedang disibukkan dengan sesuatu.

Terlihat tuan dan nyonya Wilson sedang membersihkan sampah yang bertebaran di tanah rumah mereka. Entah siapa yang melakukan hal itu.

Tanpa harus berpikir panjang, Violence segera memungut beberapa sampah untuk membantu kedua orang tuanya. Ia tak merasa malu melakukan hal itu walau beberapa orang desa lainnya terlihat sedang sibuk berlalu lalang.

"Lihat, ia kembali, desa ini pasti akan mendapat banyak masalah lagi" Violence tak sengaja mendengar apa yang dibicarakan oleh orang-orang yang berlalu lalang di hadapannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status