Share

Bab 5

Manusia sangat suka menerka-nerka, entah berkaitan dengan hal apapun itu, termasuk dalam hal ritus dan kepercayaan. Memang benar, satu-satunya makhluk hidup yang memiliki akal dan budi hanyalah manusia. Namun, apakah hal itu dapat dimanfaatkan untuk membuat pemikiran yang tidak masuk akal?

Manusia cenderung mempercayai hal yang mereka lihat dan dengar tanpa menyelidiki lebih lanjut apa yang sebenarnya terjadi. Mereka mempercayai setiap orang yang terlihat lebih 'pintar' dari mereka dan menganggap orang itu memiliki kemampuan istimewa yang disebut sebagai keturunan dewa.

Lalu, apa yang terjadi jika sang keturunan dewa ternyata salah dalam membuat suatu penafsiran? Lebih buruknya lagi, penafsiran itu telah menimbulkan suatu ritus kepercayaan baru yang begitu dipercaya oleh masyarakat selama bertahun-tahun lamanya dan hal itu sudah melekat menjadi bagian dari tubuh masyarakat.

***

Gemerlap ribuan bintang yang bertabur di angkasa sangat memanjakan mata memandang. Menemani satu bulan sabit yang bersinar sendirian.

Malam ini tak seperti biasanya, jalanan desa terlihat begitu sepi. Suasana desa teramat sunyi dan lampu di masing-masing rumah tampak padam. Hanya sebagian kecil saja yang menyalakan lampu rumah mereka karena anak-anak tersisa di tempat itu.

Violence mencoba menyusuri jalanan desa yang tak terlalu terang, berusaha mencari kemana orang tua dan seluruh penduduk desa pergi. Bukannya Violence tak tahu tentang apa yang akan mereka lakukan saat ini, perempuan itu hanya penasaran.

Berjalan cukup lama sepertinya begitu membuang-buang waktu, Violence bahkan sudah berada tak begitu jauh dari pesisir pantai yang terletak di ujung desa ini. Ia sudah berputar-putar menyusuri setiap lokasi, tak terkecuali di area persawahan dan perternakan. Namun, semua itu tak membuahkan hasil. Violence tak mendapat satu petunjuk apapun mengenai kemana semua penduduk dewasa pergi.

Belum menyerah dengan tekadnya, Violence bersikeras untuk mengunjungi pesisir pantai yang tak jauh dari lokasi ia vc berdiri sekarang. Akan tetapi, sebelum ia benar-benar tiba, Violence menemukan seorang gadis kecil yang bermain di antara pepohonan tinggi. Duduk beralaskan batang pohon yang tumbang dan wajah yang tampak muram tak bersemangat membuat Violence tertarik untuk mendekatinya.

"Apa yang kau lakukan sendirian di tempat seperti ini?" sapa Violence ketika ia menghampiri gadis kecil itu.

Entah apa yang dipikirkan oleh gadis kecil yang ada di sana, ia tampak terkejut dengan kehadiran Violence dan tak lama setelah itu, ia membereskan boneka yang ia bawa dan pergi begitu saja tanpa berbicara sepatah kata apapun.

Gadis kecil itu secara jelas menghindari Violence. Melihat perilaku gadis itu, Violence tak dapat tinggal diam. Ia mengikuti gadis kecil itu dan terus memanggilnya.

Gadis kecil yang malang begitu merasa ketakutan hingga ia memutuskan untuk berlari bahkan membiarkan boneka kesayangannya terjatuh begitu saja. Ia tetap berlari, guna menghindari kejaran Violence.

Akan tetapi, kaki kecil itu tak sepadan dengan langkah Violence yang begitu lebar. Violence akhirnya berhasil meraih lengan gadis kecil itu dan membuatnya berteriak karena terkejut.

"Aku tidak bermaksud untuk menyakitimu" Violence segera mengucapkan kalimat itu agar gadis kecil ini tak mencurigainya.

Tak ada perubahan ekspresi pada gadis kecil itu, sampai Violence memberanikan diri untuk mengembalikan boneka miliknya yang terjatuh saat ia tengah sibuk berlari.

"Te-rima-ka-sih" ucapnya terbata-bata.

Memanfaatkan kesempatan, Violence kembali bertanya pada gadis kecil itu mengenai pertanyaan yang ia ajukan beberapa menit lalu. Kini gadis itu berani menjawab pertanyaan Violence, tetapi apa yang ia katakan sungguh diluar dugaan.

"Ibu melarangku berbicara dengan orang asing" katanya singkat dengan raut wajah dingin kembali seperti semula.

"Tunggu, aku bukan orang asing. Aku-" Violence tak dapat menyelesaikan ucapannya karena gadis kecil itu memotong pembicaraannya.

"Kau adalah putri keluarga Wilson. Aku tahu itu, tetapi kau tetaplah orang asing" gadis kecil itu memeluk bonekanya erat, sepertinya ia takut Violence marah karena ucapannya.

"Ba-bagaimana bisa? Aku tumbuh di desa ini, bagaimana bisa kalian menyebut diriku orang asing?" tanya Violence dengan raut wajah tak setuju.

Gadis kecil itu kemudian menggerakkan kakinya untuk mundur beberapa langkah kebelakang, ia terus menatap Violence dengan tatapan tajam sembari tetap melakukan apa yang sedang kedua kakinya lakukan dan setelah mundur cukup jauh gadis kecil itu kemudian berteriak, "Orang asing hanya akan membawa kesialan untuk desa ini!"

Violence cukup heran dengan apa yang dilakukan oleh seorang gadis kecil aneh yang ia temui, tetapi hatinya belum merasa puas, ia justru semakin ingin mencari tahu maksud di balik ucapan yang baru saja dilontarkan kepadanya.

Perempuan itu berniat untuk kembali mengejar gadis kecil itu, namun sebelum ia benar-benar melakukannya, seseorang menepuk pundaknya sebanyak dua kali.

"Apa yang sedang kau lakukan di sini Violence?" suara itu terdengar tidak asing di indera pendengarannya.

"Ah ibu" Violence tak menyangka bahwa ia akan bertemu dengan ibunya di jalanan desa yang begitu sepi ini.

Untuk selanjutnya, nyonya Wilson kemudian mengajak putrinya menuju ke suatu tempat dan selama perjalanan Violence sibuk menceritakan semua yang terjadi pada ibunya. Ia terus berkeinginan mencari tahu apa yang dimaksud oleh gadis kecil itu.

Nyonya Wilson memilih untuk tak memberi jawaban apapun, ia hanya mendengarkan putrinya yang berceloteh. Hingga pada akhirnya mereka hampir tiba di lapangan luas dekat pesisir pantai.

"Mungkin hal itu dikarenakan aroma tubuhmu yang tak seperti warga desa pada umumnya" nyonya Wilson akhirnya menjawab apa yang menjadi pertanyaan putrinya.

"Aku tidak memakai minyak wangi apapun ibu" Violence mencoba membantah apa yang dikatakan ibunya.

"Bukan aroma yang seperti itu, tetapi aroma asli tubuhmu" nyonya Wilson kembali memberikan jawaban yang membingungkan dan kali ini Violence tak terlihat ingin menanggapi pernyataan ibunya.

Mereka terus berjalan, menembus pepohonan tinggi, hingga pada akhirnya tiba di lapangan besar dekat pesisir pantai. Terlihat semua orang desa berkumpul di sana, termasuk tuan Wilson, ayahnya dan Robert sang kepala desa.

Seluruh warga nampak sedang menikmati acara makan malam yang biasa mereka lakukan, ini semua sama sekali tak terlihat seperti ucapara ritus kepercayaan. Mereka justru tampak seperti segerombolan orang yang tengah berpesta bbq di pesisir pantai.

"Oleh karena itu, agar aroma tubuhmu sama seperti kami, kau harus memakan potongan daging yang baru saja selesai digunakan sebagai korban untuk ritus kepercayaan" nyonya Wilson melanjutkan ucapannya.

Kini, seluruh warga yang berkumpul di tempat itu menjadikannya pusat perhatian dengan cara menatap dirinya dengan tatapan yang tak biasa.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status