Share

Bab 6

Gumpalan asap keluar dari celah jeruji besi, bara api yang senantiasa menyala menimbulkan percikan api sesekali, dan daging yang dipanggang di atas sana mengundang aroma menggiurkan. Namun, sayangnya hal itu tidak berlaku bagi Violence, perempuan itu sama sekali tidak tertarik dengan daging yang ditelan oleh orang-orang.

Setelah nyonya Wilson mengucapkan hal itu, Violence merasa bahwa warga desa tengah menatapnya dengan tatapan yang tak biasa. Violence merasa ketakutan berada di tengah orang-orang ini. Kini, Violence bahkan merasa tak dapat mempercayai ayah dan ibunya sendiri.

"Cobalah, ini adalah daging yang terletak di dekat tulang rusuk, rasanya pasti enak" ucap seorang gadis seraya memberikan sebuah piring yang berisi beberapa potong daging di sana.

Sejenak Violence menatap daging itu, dari tampilan luarnya tak ada yang mencurigakan dari daging ini, begitu pula dengan aromanya, apakah ia harus mencicipinya?

Seluruh warga desa bahkan menatap Violence sekarang. Ia merasa tak ada pilihan lain selain mencobanya. Perempuan itu akhirnya menerima sebuah garpu yang diberikan padanya dan menusuk sepotong daging yang terletak di atas piring.

Violence mencoba tuk menyingkirkan semua pikiran buruk yang bersarang di dalam benaknya. Perlahan ia memasukkan daging itu ke dalam mulutnya dan berusaha mengunyahnya dengan raut wajah sedatar mungkin. Akan tetapi, semua itu menjadi sia-sia, Violence memuntahkan daging itu dihadapan banyak orang.

"Rasanya amis" ucap Violence tanpa sadar bahwa ia sedang diperhatikan oleh banyak orang.

Seluruh perhatian warga kini kembali tertuju padanya dan perempuan itu menatap dengan berani orang-orang disekelilingnya. Rasanya begitu canggung dan suasana menjadi aneh, ini semua dikarenakan mulut Violence melepas kata-kata yang sedang ia pikirkan.

Situasi aneh kemudian mencair ketika Roberth secara tiba-tiba tertawa begitu saja, "Hahaha ... sudah kubilang daging dibagian rusuk adalah hal yang terburuk Amber".

Ucapan Roberth membuat Amber menekuk wajahnya, namun semua itu bukanlah suatu masalah besar. Roberth kini berjalan menuju kearah Violence dan nyonya Wilson seraya membawa dua buah cangkir di kedua tangannya.

"Hilangkan rasa amis itu dengan ini" Roberth menyerahkan sebuah cangkir dengan isi yang sama seperti tempo lalu, sesuai dugaan itu adalah teh cornelian cherry.

Violence menerima cangkir itu dan segera meminum isinya tanpa memikirkan hal lain. Tak disangka, rasanya manis sedikit asam dan begitu enak. Melihat Violence yang tampak menikmati isi cangkir yang diberikan padanya, Roberth tersenyum tipis.

"Maafkan Amber karena memaksamu untuk memakan daging di bagian itu, rasanya memang tidak enak" Roberth mengejek gadis muda yang berada tak jauh darinya.

"Aku bahkan sudah membersihkannya dengan benar, mengapa tetap terasa amis?" Amber sedang memanggang daging seraya berceloteh dan menekuk wajahnya.

Malam ini sepertinya adalah malam yang biasa dilalui oleh warga desa. Semuanya tampak begitu menikmati, tertawa, bersenda gurau, dan makan dengan lahap. Seluruh bagian terlihat normal saat ini, terkecuali sebuah tong besar yang terletak di dekat panggangan daging.

Violence dapat melihat percikan warna merah di tong biru tersebut. Terlihat pula satu buah pakaian yang entah milik siapa diletakaan secara berantakan di atas tutup tong yang sedikit terbuka dan jika diamati lebih dekat lagi, beberapa helai rambut mencuat keluar dari tong besar itu.

Apa yang menjadi isinya? Hal itu membuat Violence merasa penasaran tentunya. Perempuan itu secara perlahan menggerakkan kaki menuju kearah tong besar mencurigakan itu, tetapi beberapa warga yang berlalu lalang untuk mengambil daging menutupi pandangan Violence. Apakah Violence harus berpura-pura ikut serta meminta daging di piringnya agar ia bisa melihat dengan jelas isi tong tersebut?

"Violence?" panggilan itu membatalkan rencana yang tersusun rapi di dalam kepalanya.

Nyonya Wilson memanggil putrinya dan mengajaknya untuk pulang ke rumah. Tak dapat menolak permintaan ibunya, Violence terpaksa harus menahan rasa penasaran yang muncul menghantui dirinya.

Kedua perempuan itu akhirnya kembali berjalan berdua di jalanan desa yang sepi. Sesekali mengamati sekeliling, tak terasa mereka sudah jauh dari lokasi pesisir pantai yang digunakan sebagai tempat melakukannya ritus kepercayaan.

"Rasanya tak enak bukan?" tanya nyonya Wilson secara tiba-tiba.

Violence yang sedang sibuk mengamati langit segera mengalihkan pandangannya untuk menatap ibunya. Ia merasa bingung dengan pertanyaan yang diajukan padanya.

"Daging yang kau makan" nyonya Wilson menjelaskan maksud dari pertanyaannya yang tiba-tiba.

Mendengar hal itu Violence kemudian menggerakan kepalanya kearah atas dan bawah secara berulang kali sebagai bentuk jawaban setuju dan rupanya hal itu membuat nyonya Wilson tertawa.

"Ibu mendukungmu untuk hal itu" ucapnya.

Tak dapat dipercaya, Violence mendengar kata-kata itu keluar dari celah mulut ibunya yang menyuruhnya untuk makan daging tersebut beberapa puluh menit yang lalu.

Nyonya Wilson kemudian mengamati sekelilingnya dan melanjutkan percakapan dengan bercerita. Ia menceritakan hal yang sama tentang apa yang ia rasakan ketika pertama kali ia memakan daging mencurigakan itu. Rupanya nyonya Wilson bukanlah penduduk asli desa ini, ia baru saja resmi menjadi warga desa ketika menikah dengan tuan Wilson.

"Oleh karena itu, ibu tidak pernah mengikuti atau melihat kegiatan apapun termasuk upacara kepercayaan di desa ini, karena ibu bukanlah penduduk asli" nyonya Wilson akhirnya merasa lega karena dapat berterus terang kepada putrinya yang saat ini sedang kehilangan seluruh ingatannya.

"Lalu apakah ibu tidak pernah mencurigai orang-orang di desa ini? Orang asing? Ritus kepercayaan? Bukankah hal itu sudah lama ditinggalkan oleh masyarakat luas?" nyonya Wilson tak menyangka pertanyaan itu keluar dari mulut putrinya yang sedang hilang ingatan. Jiwa penyidiknya tumbuh dengan kuat di dalam diri putrinya.

Nyonya Wilson tersenyum mendengar pertanyaan putrinya, setelah itu ia berusaha menjawabnya dengan pengetahuan yang ia ketahui. Nyonya Wilson mulai menjelaskan sesuatu tentang dewi kepercayaan di desa ini, Dewi Merry. Dewi yang sangat berharga dan dianggap sebagai pelindung desa, dewi yang memberikan kesuburan, serta mendatangkan malapetaka jika seseorang melakukan apa yang tidak dikehendakinya.

Awal mula mitos mengenai orang asing serta hubungannya dengan Dewi Merry, semua dimulai ketika seorang tabib desa yang dipercaya mempunyai kemampuan lebih mengutarakan hal itu. Semuanya berawal ketika wisatawan asing yang datang ditemukan meninggal terbunuh dan terdapat guratan nama Merry di salah satu bagian tubuhnya.

"Kejadian ini terjadi ketika kau berusia sebelas tahun, kau pasti tak dapat mengingatnya. Awalnya ibu juga tak mempercayainya, tetapi ibu menyadari bahwa di setiap daerah terdapat sendiri aturan dan hal-hal yang mereka percayai" ucap nyonya Wilson secara bijak. Dengan kata lain, nyonya Wilson menyuruh Violence untuk berhenti mencari tahu tentang sesuatu di desa ini.

Kedua perempuan itu pada akhirnya tiba di kediaman mereka tanpa menyadari bahwa seseorang mungkin tengah bersembunyi, mengamati, dan tersenyum kearah mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status