Share

PERTANDA

Author: Enura
last update Last Updated: 2021-05-29 16:00:00

“Liana, kamu kenapa?” tanya Reno melihat Liana terjatuh dan segera membopongnya.

“Aku, aku baik-baik saja,” jawab Liana dengan tubuh gemetar.

“Tunggu di sini, aku akan ke apotek untuk membeli obat penenang,” seru Reno kemudian bergegas pergi.

Liana berusaha untuk menenangkan diri dengan menengguk segelas air, kemudian merebahkan tubuhnya di sofa. Namun, tiba-tiba ia merasa sangat mengantuk dan akhirnya tertidur pulas di sofa ruang tengah.

Mama, Papa. Jangan tinggalkan Liana sendirian! Tidak, aku tidak mau sendirian. Kalian sudah berjanji akan bersamaku selamanya. Mama, Papa, jangan pergi, kumohon! Lagi-lagi Liana bermimpi buruk. Hanya karena tertidur sejenak menunggu Reno, ia mengalami mimpi itu lagi.

“Liana,” panggil Reno ketika memasuki rumah Liana.

“Tidak,” ucap Liana keras, kemudian terbangun dari tidurnya.

“Kamu kenapa? Maaf aku terlalu lama, minumlah obat ini,” ucap Reno memberikan obat itu, kemudian memeluknya erat.

“Terima kasih, Reno,” gumam Liana sembari memperhatikan sahabatnya itu.

“Kenapa kamu melihatku seperti itu?” tanya Reno dengan wajah memerah, kemudian memalingkannya.

“Sudah lama kita tidak sedekat ini, bukan,” seru Liana dengan senyuman kecil di bibirnya.

“Oh, ya, aku tau. Kamu pasti, sedang mengagumi ketampananku, iya kan,” gumam Reno kemudian membantu Liana berdiri dari sofa dengan merangkulnya.

Namun, Liana hanya tertawa kecil mendengar ucapan sahabatnya itu. Tiba-tiba, Liana melihat ada banyangan mendekat dari belakang Reno, sontak membuat Liana terkejut dan perlahan mundur.

Criett …

Liana hampir saja terjatuh lagi, dengan cepat Reno menangkapnya. Keduanya saling bertatap-tatapan. Liana mulai tersadar dan beranjak mengambil tas dengan wajah memerah.

***

Mereka pun berangkat menuju salon yang ditunjukkan oleh tante Amirah melalui GPS. Liana masih memikirkan bayangan apa yang tadi ia lihat. Di tengah perjalanan ada pesan masuk di ponsel Liana. “Liana, tolong perlama Reno di luar ya, karena toko kue baru memberi kabar bahwa kuenya akan datang telat. Tante minta tolong ya Li.” Isi pesan itu.

Saat ini ia bersaha mencari cara untuk memperlama Reno bersamanya. Keadaan terasa sedikit canggung, karena ini pertama kalinya Reno pergi dengannya sejak 2 tahun ketika pertukaran pelajar di Inggris.

“Fotomu, terlihat menggemaskan,” ucap Reno memecah suasana.

“Ah, fotoku. Foto yang mana?” tanya Liana terkejut sambil memandangi Reno.

“Fotomu dengan gigi ompong dan rambut berponi,” jawab Reno tertawa kecil sambal menyetir mobil.

“Oh, foto itu. Aku memang lucu dan sangat menggemaskan kok,” gumam Liana berpura-pura tertawa dan mengerutkan dahi.

“Tidah usah kesal Li, aku hanya bercanda,” ujar Reno tersenyum kepadanya.

“Aku tidak kesal,” ucap Liana sembari memalingkan muka.

Di separuh perjalanan, terlihat orang berjualan arum manis. Makanan kegemaran Liana sejak kecil. Sontak Liana menepuk-nepuk bahu Reno.

“Reno… Reno... Berhenti, aku mau arum manis itu,” ucap Liana dengan menunjuk penjual yang tengah duduk di trotoar.

“Dasar anak kecil, sampai sekarang makanannya arum manis terus. Mangkannya gigimu ompong,” gurau Reno kemudian tertawa dan mengelus rambut Liana.

Pipi Liana nampak memerah, kemudian bergegas melepas sabuk pengaman. Mereka berdua keluar dari mobil dan menghampiri penjual arum manis itu. Liana merasa sangat senang, bak bunga mawar yang mekar. Reno tersenyum manis melihat Liana makan dengan lahap.

“Dasar rakus,” ejek Reno terus memperhatikan Liana makan.

“Sudah lama kita tidak membeli arum manis bersama. Karena sekarang lagi sama kamu, ada yang traktir, lumayan juga. Sudah 2 tahun kamu tidak menghubungiku Reno. Bukankah kita sahabat,” ucap Liana tersenyum kemudian melanjutkan melahap arum manis itu.

“Maaf, Liana. Aku ingin selalu menghubungimu, tapi, aku lupa nomor teleponmu. mama dan papa juga jarang menelponku, mereka takut mengganggu pendidikanku di sana,” ucap Reno dengan wajah tertunduk.

“Baiklah, aku terima permintaan maafmu,” jawab Liana dengan mulut belepotan.

Reno langsung mengambil sapu tangan dari saku celananya, dan mengusap noda arum manis di pipi Liana. Mereka berdua bertatapan selama beberapa detik.

“Umm … Reno ayo kita ke salon. Mamamu pasti sudah menunggumu, eh maksudku menungguku,” pinta Liana terburu – buru.

“Baiklah, ayo bersihkan sisa arum manis itu dari mulutmu,” balas Reno tersenyum memperhatikan tingkah laku Liana.

***

Perjalanan dilanjutkan menuju salon langganan tante Amirah. “Astaga, kenapa tubuhku berkeringat? Apa aku salah tingkah setelah Reno mengusap pipiku? Sadarlah Liana,” gumam Liana dalam hati.

Saat memasuki salon, salah seorang pegawai salon langsung menggandeng Liana, karena sebelumnya tante Amirah sudah menelpon. Reno memberikan sesuatu kepada Liana di sebuah tas pinokio.

“Pakailah ini, kamu akan terlihat cantik,” ucap Reno menyodorkan tas itu kemudian tersenyum.

“Untuk hari ini, aku akan menurutimu,” jawab Liana singkat kemudian pergi ke ruang ganti.

1 jam lewat 25 menit telah berlalu. “Reno.” Panggil seseorang dari balik gorden. Liana perlahan keluar dari balik gorden, kemudian berdiri tepat di depan Reno. Reno yang sedang duduk di kursi tunggu menatapnya dengan saksama.

Memang benar Liana terlihat sangat cantik mengenakan gaun biru muda itu. Ia tampak sangat anggun dan manis seperti lollipop. Tanpa sadar Reno terpaku dalam lamunan. “Reno … Reno … Kenapa diam saja. Apakah ada yang salah dariku? Apa aku terlihat gendut?” tanya Liana bingung kemudian menatap dirinya di kaca.

Sontak Reno terbangun dalam lamunannya  dan langsung menggandeng Liana. Liana pun terlihat bingung karena kelakuannya itu. “Iya, kamu gendut. Ayo pergi,” ajak Reno dengan pipi memerah.

***

Setelah itu, mereka beranjak ke toko, untuk mengambil pesanan tante Amirah. Liana sesegera mungkin menghubungi tante Amirah bahwa mereka akan segera tiba dalam waktu 30 menit.

Seusai mengambil pesanan mamanya, Reno juga mampir ke toko sebelah untuk menggambil kado. Liana menggeleng-geleng bingung, “Sebenarnya Reno ini ingat atau tidak jika hari ini ulang tahunnya.” Liana menggelengkan kepala melihat kelakuan Reno.

Saat di dalam mobil, Liana kesulitan untuk memakai sabuk pengamannya. Tiba-tiba, Reno memasangkan sabuk pengaman itu. Sontak membuat Liana terkejut dengan wajah memerah ketika menatap Reno.

“Kamu tau, aku selalu menginginkan hal ini. Tolong, maafkan aku Liana, ku rasa, aku harus melakukan ini,” ucap Reno ketika selesai memasang sabuk pengaman itu, dan wajahnya semakin mendekat ke wajah Liana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hidden Secret   PERANG ATAU MUSNAH

    Salma kemudian mencabut sebuah kabel agar video itu berhenti, sebelum Liana melakukan hal yang tidak bisa dicegah. Semua orang terdiam dan terus memperhatikan Liana.“Aku akan membunuhnya,” ucap Liana kemudian mengaktifkan senjata andalan yang pernah ia siapkan bersama Panji, selama ada di bumi.Melihat itu, Sofi memeluk Liana dan berusaha menenangkannya. Sofi tahu, bahwa alat itu bahkan bisa menembak mati seekor godzila dengan sekali tembakan. Alat itu, dibuat khusus dan hanya Liana yang bisa memakainya.“Ada apa denganmu? Mereka hanya memancingmu Liana. Tidak mungkin, Aji dan Panji dalam kondisi itu,” jelas Sofi terus memeluk Liana.“Apa kakak tuli? Kak Panji jelas-jelas memanggil kakak, dan kini kakak memintaku untuk mengabaikannya? Apa kakak waras,” tanya Liana.Liana melontarkan pertanyaan itu sembari melepaskan pelukan Sofi. Ia berusaha menyembunyikan

  • Hidden Secret   KITA AKAN SEGERA BERTEMU

    Alat buatan Liana telah selesai. Alat berkilau yang ia kerjakan selama 13 jam non stop itu, akan menjadi salah satu komponen terpenting dalam sejarah penyelamatan planet ini.“Astaga, kenapa alat ini bisa berkilau?” tanya Ratih.“Ini adalah sebuah trik,” jawab Liana kemudian membawa alat itu dan pergi ke pusat teknologi kota.Salma dan Ratih bergegas mengikuti Liana. Mereka sadar bahwa saat ini, pilihan hidup mereka hanyalah membantu Liana dan kembali ke bumi bersama Aji dan Panji.***Proses evakuasi kota masih terus dilakukan. Semua penduduk diberi alat pelindung diri yang sudah dirancang khusus, untuk melindungi diri jika kota ini berhasil di ambil alih.“Tenanglah, Ana. Mereka berusaha memprovokasimu,” ucap Sofi terus memantau keadaan di luar sana.Sembari terus memantau lapisan keamanan, Ana mengaktifkan semua perlin

  • Hidden Secret   PERLINDUNGAN UTAMA

    Semua orang berkumpul di kediaman utama, termasuk Ana dan penjaga kota. Setelah bedebat dengan kakaknya, Liana terkejut mendengar sirine diikuti dengan sensor merah yang menyala dimana-mana.“Apa yang terjadi?” tanya Ratih terkejut sembari menggenggam tangan Salma.“Mereka datang!” teriak salah seorang penjaga yang tergesa-gesa masuk ke kediaman utama.“Situasi darurat, amankan kota!” perintah kepala penjaga kota kemudian berlari keluar.Tanpa mengatakan sepatah kata, Ana berlari keluar dan segera menuju ke pusat teknologi. Entah apa yang akan terjadi, Sofi menarik tangan Liana dan melarangnya untuk ikut campur.“Liana dengarkan aku,” perintah Sofi sembari memegang tangan Liana.“Apa yang kakak lakukan? Kita harus mengikuti Ana,” tanya Liana terkejut ketika Sofi menghentikan langkahnya.“Tidak! Kamu tidak boleh ikut campur. Ka-k

  • Hidden Secret   SELAMA INI MEREKA BERSEMBUNYI

    Tiba-tiba suara larangan terdengar. Suara yang tidak asing bagi Liana, namun ia sendiri tidak tahu suara siapa itu. Liana terus memegang liontinnya erat-erat. Berharap sesuatu yang buruk tidak terjadi. Namun…“Pergilah Liana. Lari… cepat….” Teriakan larangan itu kembali mengusik Liana.Tanpa tahu apa arti dari suara itu, Liana dengan cepat mengaktifkan VEBU dan pergi meninggalkan tempat itu. Rasa berat hati meninggalkan tempat yang ia cari seharian penuh untuk menjawab tanda tanya di otaknya.***Sesampainya di kediaman utama, Liana terkejut beberapa penjaga beserta Ana memenuhi kediamannya. Terlihat pula Ratih dan Salma dengan raut wajah khawatir, sekaligus marah tanpa Liana tau apa penyebabnya.“Mengapa semuanya berkumpul di sini?” tanya Liana begitu sampai dan melihat semua orang.Tidak seorang pun membuka bibir mereka untuk

  • Hidden Secret   APA YANG TERSEMBUNYI DI SANA

    Mendengar perkataan kakaknya, Liana pun mencatat semua yang ia dengar. Sofi tidak lagi mengigau, atau terbangun sedikitpun. Namun, ucapannya itu, jelas membuat Liana merasa sangat penasaran.“Apa yang baru saja diucapkan kak Sofi? Mungkinkah, ingatan itu adalah kejadian yang tidak diketahui oleh siapapun, saat kak Sofi menghilang,” tanya Liana kepada dirinya sembari merapikan selimut Sofi.***Hari sudah berganti. Matahari di atas daratan mungkin sudah terbit saat ini. Tinggal di kota bawah tanah dengan waktu yang sama dengan daratan, membuat semua orang melupakan kenyataan bahwa mereka sudah hidup cukup lama di bawah sana.Dengan sinar matahari yang diserap langsung dari atas, mereka kerap kali tidak sadar bahwa saat ini tengah menjalani kehidupan di dalam bumi.“Selamat pagi,” sapa Ratih sembari membawa sepotong roti.“Apakah kak Sofi masih tertidur?&rdqu

  • Hidden Secret   CERITA SOFI (II)

    “Mama akan melindungimu, jadi jangan bersuara.” Satu kalimat yang membungkam Sofi selama 5 tahun pertama dia tinggal di planet ini.Selama itulah, dia tidak berkomunikasi dengan siapapun. Bahkan, Sofi kerap kali menangis ketika mendengar bunyi benda keras yang berjatuhan.Kedua orang tua Ana berusaha untuk merawatnya seperti putri mereka sendiri. Namun, apadaya jika seorang anak terus merindukan kasih saying orang tua kandung mereka.“Saat itu, aku sedang menunggu,” ucap Sofi singkat.“Apa yang sebenarnya kakak tunggu?” tanya Liana semakin penasaran.“Mama,” jawab Sofi kemudian meneteskan air mata.Liana kemudian menggenggam kedua tangan Sofi erat. Ia sadar bahwa tidak seharusnya bertanya hal itu, karena akan membuat kakaknya semakin sedih. Namun, Liana ingin Sofi berbagih kesedihan itu dengannya.“Mama berkata,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status