"Mereka itu ada hubungan 'kan?" tanyaku dengan mata berkaca.Mbak Risti malah menyeringai, tega sekali dia. Aku lagi sedih begini ia malah tertawa."Bisa jadi, kamu inget dulu saat mendapatkan Mas Hanif?" Mbak Risti malah bertanya begitu."Kamu bisa nikah sama dia setelah nyakitin istrinya, kamu godain Mas Hanif padahal tahu ia punya istri, sekarang ga menutup kemungkinan, kalau kamu yang akan ada di posisiku."Aku menganga, tak menyangka dalam hati Mbak Risti masih menyimpan rasa dendam, padahal kini ia sudah bahagia dengan suami barunya."Aku 'kan udah bilang, laki-laki tukang selingkuh itu ga bisa dirubah kecuali kalau dia benar-benar sudah diadzab, termasuk suami kamu, siap-siap ya Kirana sebentar lagi kamu akan merasakan sakitnya berada di posisiku." Mbak Risti menyeringai jahat.Aku diam tercenung mencerna ucapannya yang teramat menyakitkan. Tidak! Mas Hanif tak boleh selingkuh lagi, hanya aku wanita terakhir yang akan jadi istrinya."Yang, masuk yuk udah panas, tar muka kamu go
(POV Risti)"Mbak Ris, di rumah Nyonya Seli ada ribut-ribut." Bu Yani ART-ku melapor, tangannya menjinjing belanjaan."Ribut kenapa?" tanyaku sambil minum susu ibu hamil."Engga tahu tapi saya lihat tetangga baru depan rumah Mbak Ris itu marah-marah sama Nyonya Seli," jawab Bu Yani sambil membereskan belanjaan.Mungkin maksudnya Kirana, apa jangan-jangan Kirana melabrak Mbak Seli? ah aku jadi penasaran."Maksud Ibu Mbak Kirana? dia 'kan tinggalnya di sana di depan," ujarku makin penasaran."Nah iya Mbak itu, dia marah-marah tadi, serem pokoknya bahas-bahas pelakor lagi." Bu Yani bergidik.Karena penasaran aku pun melangkah ke depan, mau lihat keributan di sana, sepertinya seru juga."Mau ke mana, Yang?" tanya suamiku, dia masih pakai kolor karena hari ini tak ke pabrik."Mau ke rumah Mbak Seli," jawabku sambil pergi.Benar ternyata di rumah Mbak Seli ramai banyak orang, tapi keributan sudah tak terdengar, yang kudengar hanya ucapan lelaki dewasa, pak RT nampaknya.Lelaki yang selalu m
Aku mencolek sambelnya pake jari telunjuk, ternyata sambel rujak buatan Mas Lutfi lebih enak dari pada buatanku."Buahnya juga makan dong, Yang," sahut Mas Lutfi."Mas dulu ya yang makan, ini enak loh, ayo aaak." Aku menyuapi Mas Lutfi mangga muda yang sudah dicolek ke dalam sambelnya."Engga ah asem, kamu aja yang makan 'kan kamu yang mau." Mas Lutfi menolak."Mas dulu yang makan." Aku merengek manja, sementara Mas Lutfi mendesah."Asem, Yang." Mas Lutfi sampai nyengir-nyengir.Kandunganku sekarang sudah usia lima bulan, kata tetangga perutku belum kelihatan, aku jadi pesimis takut bayi di dalam sana kurang gizi."Saya dulu empat bulan aja udah kelihatan, kok Mbak Risti belum ya, jangan-jangan bayinya kurang gizi." Begitu kata Bu Silmi pas lagi arisan kemarin.Ditambah dengan omongan Kirana."Kasihan banget sih bayi Mbak sampe kurang gizi gitu, kaya aku dong, Mbak, makan buah, susu sama makanan bergizi biar bayi kita sehat." Begitu kata Kirana, dasar sok tahu.Sekarang wanita bermulu
"Yakin, Teh? biasanya lelaki itu selalu poligami kalau udah sukses, aku juga rela sih jadi istri keduanya," celetuknya lagi sambil mesem-mesem."He he becanda, Teh, becanda," ujar Ririn sambil cekikikan.Aku mengerling malas."Kamu tuh apa-apaan sih, Rin, jangan jadi pelakor buat kakakmu sendiri, awas ya macam-macam!" Emak mengancam.Gadis songong itu nampak mencebikkan mulutnya, bibirnya bisa mengatakan becanda tapi isi hatinya tak ada yang tahu 'kan? apalagi ia selalu kecentilan di hadapan Mas Lutfi."Becanda, Mak. Elaah, cowok tajir di luar sana masih banyak kali," celetuknya sambil mendelik."A Lutfi, Ririn bantuin ya beberesnya," ujar gadis itu saat Mas Lutfi ngangkutin barang bawaan emak ke dapur."Kamu masih capek, duduk aja ya," jawab Mas Lutfi."Ah engga kok ga capek, yuk aku bantuin."Tanpa menunggu diiyakan ia membantu suamiku menggotong karung berisi ubi ke dapur."Apaan sih si Ririn itu, dia pasti mau goda suamiku, silakan saja goda kalau bisa," ucapku di hadapan emak"Ka
"Iya belakangan ini memang setahuku rumah tangga mereka sedang retak, Mas Hanifnya selingkuh lagi," kataku."Ehmm! Ehemm!"Terdengar Mas Lutfi berdehem dari dalam, itu kode kalau aku tak boleh menggosipkan orang lain, bagaimana lagi bibirku gatal kalau tak bicara."Hah, selingkuh lagi. Syukurin tuh pelakor, mamam!" maki Ririn dengan puas."Makanya kamu juga jangan jadi pelakor, nanti suamimu direbut lagi sama wanita lain." Aku menyindir Ririn, ia terlihat mencebikkan mulutnya."Janji Allah itu benar, manusia akan dapat balasan sesuai perbuatannya," ujar ibu dengan pandangan menerawang."Iya, Bu. Sakit hatiku terbalas saat mengetahui Kirana diselingkuhi juga, mana sama tetangga lagi."Ibu dan Ririn menganga."Selingkuhan si Hanif orang sini juga?" tanya Emak.Aku menganggukkan kepala."Bener-bener gelo eta si Hanif, buaya darat." Emak terlihat geram.Tiba-tiba Mas Lutfi datang menghampiri."Udah, Yang, jangan gosip mulu ah, mending ajak Emak jalan-jalan gih," sahut Mas Lutfi, tentu saj
"Hapeku, Mak, Hapeku. Hiks! Hiks!"Ririn terus meraung kehilangan hapenya, padahal itu cuma benda kenapa ia sedih selebay itu? benar ternyata zaman sekarang anak muda lebih panik kehilangan ponsel dari pada kehilangan iman."Emang gimana cerita sih? kok kamu bisa ditipu? matamu buta apa gimana?" tanya emak, bukan iba wanita paruh baya itu malah terlihat jengkel.Akan tetapi, Ririn bukan menjawab ia malah menangis semakin kencang, aku jadi curiga apakah tubuhnya juga sudah sudah diapa-apain sama lelaki itu?"Gini aja, kita laporkan masalah ini ke polisi." Mas Lutfi bersuara."Tunggu dulu, Emak mau tahu ceritanya kaya gimana? kalau mau lapor polisi Ririn juga harus tenang, makanya udah jangan nangis terus," ucap emak."Jadi gini, tadi aku janjian makan di cafe, lelaki itu ganteng, kekar kaya A Lutfi lah ga beda jauh cuma dia masih muda." Ririn sesenggukan.Agak kesal aku, masa iya tipe Ririn itu seperti suamiku."Ehmm!" Mas Lutfi berdehem, pasti dia geer. Aku mendelik saja ke arahnya."
Ternyata masih punya rasa takut juga dia."Iya, aku ga bakalan bilang kok, nanti juga ketahuan sendiri." Aku mendelik sinis ke arah Mas Hanif, jijik sekali melihat wajahnya ini.Kukira ia sudah berubah setelah Kirana hamil, nyatanya masih sama saja buaya, jadi ga sabar lihat Kirana melabrak Mbak Seli lagi.Usai makan, aku pun pulang ke rumah. Ririn girang sekali walau dibelikan ponsel seharga dua jutaan, kukira akan protes.Ia mengucap banyak terima kasih padaku juga Mas Lutfi. Begitu pula dengan emak, ia merasa tak enak karena Ririn sudah banyak merepotkan kami."Ga masalah kok, Mak, adik Risti ya berarti adikku juga," ucap Mas Lutfi saat Emak mengucap banyak terima kasih"Aa baik banget, terima kasih ya." Ririn memeluk suamiku, kurangi ajar memang dia itu, untung suamiku cepat menghindar.Sudah satu minggu emak dan Ririn nginap di rumah, setelah punya ponsel baru Ririn lebih betah ngurung diri di kamar, apalagi di rumah ini ada WiFi yang terpasang.Hari ini tepat sepuluh hari akhirn
Kuceritakan masalah Ririn si pembohong itu pada Mas Lutfi, tapi anehnya pria itu terlihat biasa saja, tak cemas atau pun kesal sepertiku."Ada-ada saja adikmu itu." Mas Lutfi malah bicara begitu, kukira ia akan marah lalu kami pulang kampung untuk menghajarnya."Kok Mas ga marah?" tanyaku dengan pandangan aneh, awas saja kalau dia suka Ririn!"Mau gimana lagi." Mas Lutfi mengembuskan napasnya."Mas suka 'kan sama adik tiriku? makanya ga marah dengan kelakuan liciknya itu," selidikku."Astaghfirullah, engga gitu, Yang." Mas Lutfi melirikku."Lah terus?""Gini, Yang, anggap aja itu sebagai pembersihan dosa kita, lagian cuma dua juta ikhlaskan aja ya, kamu mau ga dosa-dosanya dihapus sama Allah.""Kita sekarang lagi dizalimi sama si Ririn, doa kita bakal terkabul langsung menembus langit, dari pada marah-marah, mending kita berdoa supaya duit kita tambah banyak dan berkah."Mas Lutfi ceramah lagi, suruh sabar katanya. Tapi aku takkan diam saja, akan kuberi pelajaran si Ririn itu.Gegas a