Share

3. No Time To Die

Jam 16.00, waktunya Appendectomy yang akan dilakukan Gaby dengan bimbingan dr.Bram. Tampak Gaby terus bergumam sambil menenangkan dirinya di dalam ruangan OK, pasien sudah dalam keadaan dibius. Dua orang perawat dan satu dokter anestesi juga hadir di sana membantu Gaby, mereka semua menunggu kedatangan dr.Bram.

"Buka, identifikasi, ligasi, keluarkan, irigasi, tutup. Buka, identifikasi, ligasi, keluarkan, irigasi, tutup."

Gaby berulang ulang melafalkan urutan tindakan saat operasi. Sementara itu teman-teman yang menonton di podium koass yang diberi kaca tepat diatas ruang OK, malah sibuk bertaruh untuk Gaby.

"Dia akan pingsan … orang lemah," ejek Alex. "Dia selalu keringat. Dia pasti akan berkeringat dan jadi tidak steril. Taruhan 100rb dia salah menentukan titik McBurney*."

Cristina yang mendengar tantangan Alex ikut-ikutan bertaruh juga. "Taruhan 150rb dia akan menangis," ujar Cristina sambil membuka cemilannya.

"Aku pasang 200rb dia akan jatuh pingsan," Izie tak mau kalah tatkala kedua teman yang duduk tepat di belakangnya bertaruh untuk Gaby.

"500rb dia pasti berhasil melakukannya," cetus Gina. Semua teman-teman koass menatapnya. "Dia salah satu dari kita, yang pertama. Dimana loyalitas kalian?"

Sejenak semuanya terdiam.

"750rb dia tidak tahu yang mana usus buntu," sahut Cristina sambil melirik Gina. "Deal?" Sambil tersenyum Gina mengajak Cristina bersalaman.

Akhirnya dr. Bram muncul di ruang operasi dan segera berdiri di samping Gaby untuk membimbingnya. "Ok, Gaby, mari lihat kau bisa apa," ujar dr. Bram dengan tenang dan penuh tekanan seperti singa yang siap menerkam rusa disaat rusa tergelincir jatuh.

"Ini dia," gumam Gina ikut gugup melihat Gaby berdampingan dengan dokter penanggung jawab ruang bedah.

Gaby menarik nafas dalam dalam, dia melirik teman temannya di atas podium lantas menatap perawat yang menjadi asistennya. Setelah yakin sudah bisa mengatur nafasnya, Gaby mulai mengoperasi pasiennya, "Pisau bedah." Kata pertama terucap dari mulut Gaby.

"Pisau bedah," ulang perawat sambil memberikan pisau kepada Gaby.

"Woooow … horee yeeea!" teman teman Gaby sontak bersorak di atas podium memancing lirikan tajam dari dr.Bram, dia segera memberi kode pada anak-anak dengan meletakan tangan di lehernya seperti gerakan menggorok. Anak-anak magang langsung terdiam tak mau ikut-ikutan dibedah oleh Dr Bram. "dr. Bram masalah," bisik Alex.

Gaby mulai menorehkan pisau bedah di perut bawah pasien. Sepertinya sekarang dia mulai mendapatkan kepercayaan dirinya lagi. "Tekan lebih keras … daging manusia sangat keras … lebih keras lagi," perintah dr Bram. Gaby berhasil melakukan langkah pertama, membuka perut pasien.

"Pinset!”

"Pinset." Perawat memberikan pinset.

"Penjepit. Sudah sampai," Gaby mendapatkan usus buntu yang akan diangkatnya.

"Sialan dia sudah membuka peritoneum*," ujar Alex. "Cepat sekali."

"Aku mundur." Izie melongo takjub melihat keterampilan Gaby.

"Sudah kubilang … dia akan berhasil," kata Gina dengan bangga sambil melirik Cristina yang terlihat masih percaya diri bahwa Gaby akan gagal.

"Usus buntu terangkat," lapor Gaby.

"Tidak buruk." dr. Bram memuji pekerjaan Gaby.

"Terima kasih," ucap Gaby sedikit ge er sambil meneruskan prosedur. dr. Bram terus mengawasi dan membimbingnya.

"Sekarang kau harus melipat sekum* dan menarik benangnya, tapi hati-hati jangan sampai..." Srrrt … terdengar suara robekan organ. "... menghancurkannya. Kau merobek sekumnya." dr. Bram membiarkan Gaby memutuskan sendiri tindakan selanjutnya. "Liat, itu perdarahan, karena kau merobek sekumnya, sekarang rongga perut penuh dengan kotoran, apa yang harus kau lakukan selanjutnya?" Suara dr. Bram tiba-tiba menjelma suara malaikat pencabut nyawa di telinga Gaby. Gaby terdiam, keringat dingin mulai menetes di dahinya. Badannya mematung kaku.

"Uh … hmmm." Gaby makin gugup saat melihat rongga perut pasien yang mulai terisi darah segar. Tubuh Gaby beku, tidak bisa bergerak karena menahan panik.

"Pikirkan!" dr. Bram setengah membentak Gaby yang tiba-tiba tak melakukan apa-apa, dia malah menatap perut pasien tanpa melanjutkan tindakan. "Kau mulai suction* dan mulai menggali benangnya sebelum dia kehabisan darah dan mati. Beri dia clamp*." Dr Bram memerintahkan perawat asistennya. Entah mengapa semua teori dan pelajaran yang Gaby terima di FK kedokteran seolah olah menguap tak bersisa di kepalanya.

"BP* turun," lapor perawat. 

"Dia nge-blank," bisik Gina yang ikut cemas sambil terus memperhatikan Gaby dari podium atas.

"Ayo, Gaby … hari ini gunakan ilmumu yang sudah kamu pelajari. Ayo. Tunggu apa lagi? Suction!" dr. Bram mulai kehilangan kesabarannya karena Gaby masih saja berdiri mematung dengan tangan yang penuh darah.

"Sudah sangat rendah, dok … dr. Bram?" perawat melaporkan keadaan pasien yang makin gawat.

"Minggir dokter bodoh...Idiot." dr. Bram mendorong Gaby agar menjauh dari pasien. "Keluarkan dia!" ujar dr. Bram. "Suction … clamp," dengan sigap dr. Bram segera menuntaskan pekerjaan Gaby dan berhasil menyelamatkan pasiennya.

"Dia 007," cetus Alex.

"007, ya. … 007 total." Salah satu teman Alex mengangguk setuju.

"Apa artinya 007?" tanya Izie pada Gina.

"Pembunuh," jawab Gina singkat.

☆☆☆

[Jam ke-19]

Di bagian belakang RS terdapat sebuah ruangan mirip lorong tempat penyimpanan semua ranjang, kursi roda dan peralatan yang sudah tidak terpakai, ini adalah tempat favorit dokter magang saat istirahat. Mereka bisa sekedar rebahan atau jika memungkinkan mendapatkan sedikit tidur di sana, memang tempatnya jauh dari kata nyaman dan sedikit gelap, akan tetapi itu adalah surga untuk mereka yang lelah setelah seharian bekerja dibawah tekanan.

Sambil duduk di kursi roda yang tak terpakai Gaby mulai mengeluh. "007 … mereka memanggilku 007, bukan?"

"Tidak ada yang memanggilmu 007." Gina dan Izie menjawab hampir bersamaan.

"Aku di dalam lift dan Alex berbisik … 007." Gaby tetap bermain main diatas kursi roda.

"Berapa kali kita harus membicarakan ini, Gab? lima sepuluh? beri aku jumlahnya, atau aku akan memukulmu." Cristina kesal pada Gaby yang terlalu sensitif.

"Alex bilang 007, dan semua orang tertawa." Gaby ngotot dengan pendapatnya.

"Dia tidak membicarakanmu," Izie mencoba meredakan Gaby.

"Kau yakin?" ujar Gaby.

"Apa kami akan bohong padamu?" Cristina balik bertanya.

"Ya … 007 adalah pemikiran. Kata wanita yang kuliah di UGM," sindir Gaby.

Bip … bip … bip, alarm panggilan milik Gina berbunyi. "Oh, ya Tuhan … Cito* untuk Kalina, aku harus pergi." Gina segera berlari menuju kamar Kalina.

"Mungkin aku harus pindah ke Geriatri*," lanjut Gaby

"Tidak ada yang keberatan jika kau membunuh orang tua. Bedah itu Hot. Macho. Hardcore. Geriatri hanya untuk orang aneh yang hidup dengan ibunya dan tidak pernah melakukan sex," ejek Cristina.

☆☆☆

Gina berlari sangat cepat menuju kamar Kalina sampai beberapa kali hampir saja dia menabrak para perawat yang sedang bertugas. "Permisi! permisi!" teriak Gina. Nafasnya hampir habis saat dia membuka pintu kamar dan mendapati Kalina sedang tersenyum padanya.

Dengan santainya Kalina menyapa Gina. "Kau lama sekali."

"Kau baik-baik saja? perawat memanggilku cito," tanya Gina sambil terengah-engah.

"Aku harus bersusah payah agar dia mengangkat teleponnya," sahut Kalina tenang.

"Tunggu … tidak ada apa-apa denganmu?" Gina mencoba meyakinkan sambil memeriksa semua tanda vital Kalina.

"Aku bosan …" sekali lagi alasan Kalina membuat Gina mengelus dada.

"Kau memang aaargh … aku bukan babysitter." Suara Gina terdengar meninggi.

"Kau tidak perlu marah. Kontesnya disiarkan, tapi RS ini tidak dapat channelnya. Jika si Kayla akan keluar memakai mahkotaku, aku harus melihatnya, kau bisa menelepon seseorang?" pinta Kalina.

"Ok. Ini RS asli. Banyak orang sakit disini … tidurlah dan jangan buang-buang waktuku." Gina bersiap meninggalkan kamar Kalina.

"Tapi aku tidak bisa tidur. Kepalaku terasa penuh," rengek Kalina.

"Itu namanya berpikir … terima saja." Buru-buru Gina pergi sebelum emosinya memuncak.

☆☆☆

Di koridor lantai dua, dekat ruang karyawan, terlihat dr. Han sedang tertidur dengan posisi menelungkup di atas brankar RS yang diletakan di lorong. Tak jauh dari sana Izie sedang berdiri ragu-ragu dengan apa yang akan dia kerjakan, sesekali dia menjauh dari tempat Nazi istirahat, lalu kemudian dia kembali lagi mendekatinya.

Seorang perawat pria yang melihat kejadian itu langsung bertanya pada Izie. "Kau butuh apa?"

Izie menjawab sambil matanya terus menatap dr.Han yang masih pulas. "Vena Tn. Jona memburuk, dan dia benar-benar butuh antibiotik. Jadi aku harus memasang infus sentral," kata Izie.

"Pasang saja … kau tidak tahu caranya," tanya perawat.

"Aku belum pernah melakukannya," sahut Izie.

"Kau tahu artinya apa." Perawat itu melirik ke arah tempat dr. Han tidur.

"Bisakah kita menghubungi orang lain?" bisik Izie takut terdengar Nazi.

"Hanya dia residen yang jaga," cetus perawat.

"Ok. Ok, aku akan ... membangunkannya." Perlahan lahan Izie berjalan mendekati dr. Han, lantas sambil membungkuk, dengan lembut tangannya menyentuh bahu dr .Han agar dia terbangun.

"Dr. Han … aku ... aku tidak bermaksud mengganggumu." Lembut sekali suara Izie saat membangunkan dr. Han.

"Kalau begitu jangan ganggu," cetus Dr.Han judes dengan mata yang masih terpejam.

"Umm ini soal Tn. Jona," lanjut Izie.

"Dia sekarat?" 

"Tidak...."

"Kalau begitu jangan ganggu aku!" bentak Nazi dengan mata yang masih terpejam. Perlahan lahan Izie meninggalkan Nazi, tapi mengingat keadaan Tn. Jona harus segera ditindak, dia kembali lagi dan sedikit batuk batuk kecil dekat Nazi. Sontak saja Nazi kesal dan langsung bangun lantas duduk memelototi Izie. "Apaan sih?!" bentak Nazi.

Akhirnya meski merasa kesal, Nazi langsung memberi tindakan pada Tn. Jona. Setelah selesai, masih saja dia keluarkan unek-uneknya pada Izie. "Lain kali kau membangunkanku, sebaiknya dia benar-benar sekarat atau ada tanda mayat di kakinya," hardik dr. Han sambil berjalan keluar kamar. Sekali lagi Izie yang kerap jadi bulan bulanan Nazi cuma diam terima nasib.

Bersambung..

~~~~

*Titik Mcburney: Titik maksimal nyeri, yaitu pada sepertiga dari umbilikus ke fossa ilaka kanan.

*Peritoneum: merupakan selaput yang melapisi dinding abdomen bagian dalam

*Sekum: kantong yang berada di awal usus besar yang memungkinkan makanan untuk lewat dari usus halus ke usus besar.

*Suction: suatu cara untuk mengeluarkan sekret menggunakan kateter.

*Clamp: penjepit.

*BP: BP : Blood Pressure (Tekanan Darah)

*Cito: adalah bahasa Latin yang arti harafiahnya adalah cepat. Dalam dunia medis istilah cito digunakan dalam kondisi emergensi/gawat darurat untuk menandakan kegawatan dari kasus tersebut.

*Geriarti: salah satu cabang ilmu kedokteran yang mempelajari keadaan-keadaan fisiologis dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan orang-orang lanjut usia dengan fokus pada penuaan dini dan tatalaksana penyakit terkait usia lanjut.

Title: No Time To Die (Billie Elish)

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status