Pagi itu, sebelum berangkat kerja Gina mengajak Cristina Jogging. Selama Jogging tak henti hentinya mereka saling mengumpat. "Oh. kamu bodoh. oh, Tuhan. Kamu seorang gadis jahat bodoh dan aku ingin membunuhmu," umpat Cristina sambil terus berlari.
Gina langsung berkomentar. "Endorfin itu baik. Endorfin* adalah lift mood. Ini seharusnya membuat kita
merasa lebih baik. Oh, Tuhan. Apakah kamu merasa lebih baik?" Gina malah balik bertanya pada Cristina.
"Aku bodoh, nyonya slutty, wanita nakal hamil. Tidur dengan atasan kita.adalah ide yg bagus." Cristina langsung menghela nafas sambil membaringkan dirinya di rumput taman. Gina mengikutinya, dia rebah di sebelah Cristina. "Kamu tahu apa yang menghancurkanku?" kata Gina sambil sesekali mengatur nafasnya. "Kapal feri. Dulu aku suka kapal feri. Dan Daniel berhubungan dengan kapal feri. Sekarang setiap kali aku lihat kapal feri ..."
Cristina tak mau kalah, dia ceritakan juga kegalauannya. "Kamu tahu apa yang mengh
Izzie terburu-buru pergi ke ruangan anak. Di tangga darurat dia bertemu dengan Alex. Izzie malu-malu saat bertemu Alex. Jelas sekali tampak dari wajahnya kalau dia memang sudah jatuh cinta pada Alex."Hei ... Hei tunggu," sapa Alex.Izzie berhenti dan berbalik "Apa?""Nih ada bulu mata di pipimu," suara Alex manja. "Ayo make A wish." Gurauan Alex berhasil membuat Izzie tertawa.Tak lama kemudian mereka berpapasan dengan seorang perawat yang sering membantu Alex. Perilaku Alex yang manis tiba-tiba berubah menjadi arogan. Satu hal yang Izzie benci. "Hei, Perawat bodoh. Ada bau orang mati kamar 4125. Lakukan sesuatu sebelum dia membusuk," kata Alex dengan sinis. Izzie lalu berjalan menjauh melihat kelakuannya."Lihat? Itulah yg ingin aku katakan. Kenapa kamu begitu takut meperlihatkan pada orang bahwa kau juga manusia?" Gaby serta Merta menyela."Ingat saat dia memasang wallpaper di tempat itu de
Tahun 2005 adalah tahun terbaik untuk Anggina Rachman. Berbekal nilai cumlaude dari FKUI, juga nama besar ibunya yang tiada lain seorang Dokter spesialis bedah paling terkenal di Jakarta bernama dr. Elya Rachman, bukanlah hal yang sulit bagi Gina mendapatkan pekerjaan di RS bertaraf internasional di daerah Banten, Mandaya Royal Hospital Puri. Ini adalah hari pertama Gina bekerja sebagai dokter magang di RS tersebut, sebuah langkah awal jenjang karir dia sebagai dokter. Pagi itu Gina bangun tepat pukul enam, di sampingnya seorang pria asing tampan dengan rambut ikal dan tebal yang baru saja dikenalnya tadi malam di sebuah bar tampak masih terlelap tidur tanpa memakai baju, perlahan lahan dia membangunkan pria yang bahkan namanya pun tak diketahuinya. "Ini, umh … sangat memalukan," dalam keadaan masih mengantuk, Gina mengambil bajunya yang tergeletak di lantai
Hari pertama, Gaby bertugas memeriksa Tn. Hendrawan yang di diagnosis penyumbatan jantung dan harus segera dioperasi bypass. Sebagai asisten dr. Bram, Gaby berusaha memahami setiap langkah dan prosedur dokter pembimbingnya. "Ya, kedengarannya bagus," Gaby memberitahukan hasil pemeriksaan sambil memasukan stethoscope ke saku jas dokternya. Ny Hendrawan, menggenggam tangan suaminya lantas mengelusnya seraya bertanya pada Gaby, "Apa dia akan baik-baik saja?" Gaby terenyuh melihat kemesraan di depannya, segera dia meyakinkan Ny. Hendrawan, "Dia akan baik-baik saja," jawab Gaby. Wajah Tn. Hendrawan merengut seperti anak kecil yang akan diambil mainannya. "Sayang sekali aku harus berhenti makan bacon." Dia masih bisa bercanda, padahal esok akan menjalani prosedur bes
Jam 16.00, waktunya Appendectomy yang akan dilakukan Gaby dengan bimbingan dr.Bram. Tampak Gaby terus bergumam sambil menenangkan dirinya di dalam ruangan OK, pasien sudah dalam keadaan dibius. Dua orang perawat dan satu dokter anestesi juga hadir di sana membantu Gaby, mereka semua menunggu kedatangan dr.Bram. "Buka, identifikasi, ligasi, keluarkan, irigasi, tutup. Buka, identifikasi, ligasi, keluarkan, irigasi, tutup." Gaby berulang ulang melafalkan urutan tindakan saat operasi. Sementara itu teman-teman yang menonton di podium koass yang diberi kaca tepat diatas ruang OK, malah sibuk bertaruh untuk Gaby. "Dia akan pingsan … orang lemah," ejek Alex. "Dia selalu keringat. Dia pasti akan berkeringat dan jadi tidak steril. Taruhan 100rb dia salah menentukan titik McBurney*."
Di ruangan informasi, para dokter magang dan perawat saling berbagi informasi tentang pasien mereka. Alex sedang berhadapan dengan Sofia, seorang perawat senior yang sudah belasan tahun bekerja di Mandaya Royal. Dia melaporkan hasil pemeriksaan pasien 4-B untuk diberikan diagnosis agar bisa ditindaklanjuti dengan segera."Ini. Bawa ke lab." Alex memberikan berkas yang sudah dia tanda tangan. "4-B mengalami pneumonia post-op*. Mulai diberikan antibiotik," perintah Alex."Kau yakin diagnosisnya benar?" Bu Sofia yang sudah berpengalaman menjadi perawat tampak ragu."Aku tidak tahu … aku hanya koass. Bagaimana kalau kau pergi belajar empat tahun di FK lalu beritahu aku ini diagnosis yang benar? dia sesak napas, dia demam, dia post-op. Berikan antibiotik!" ujar Alex sambil berlalu. "Tuhan, aku benci perawat." Alex
dr. Santoso muncul dengan wajahnya yang tegang masuk ke ruang meeting. dr. Han mengikutinya dari belakang. Anak anak koass saling pandang sambil menebak nebak berita apa gerangan yang dibawa dr. Santoso.“Selamat pagi!” sapa dr. Santoso.Serentak anak anak magang menjawab. “Selamat pagi dok.”Tanpa basa basi dr. Santoso langsung bicara. “Aku akan melakukan sesuatu yang sangat jarang bagi dokter bedah. Aku akan meminta tolong kepada dokter magang. Aku punya kasus, Nama pasien Kalina. Sekarang, dia adalah misteri. Dia tidak merespon pengobatan kita. Hasil laboratoriumnya bersih, hasil scan nya bagus, tapi dia mengalami kejang *tonik klonik dengan penyebab yang tak bisa dilihat. Dia adalah jam pasir kita. Dia akan meninggal jika aku tidak menemukan diagnosisnya, makanya aku minta tolong pada kalian. Aku tidak bisa melakukannya sendirian. Aku butuh pemikiran tambahan kalian, pengamatan tamba
Setelah Gina dan Cristina sepakat untuk menegakkan diagnosis mereka, mereka langsung berkeliling RS untuk mencari dr. Santoso dan melaporkan kajiannya. Di lantai tiga terlihat dr. Santoso bergegas memasuki lift. Tanpa membuang waktu Gina dan Cristina mengejarnya.“Oh. Oh, dr.. Santoso, tunggu sebentar.” Dengan sangat percaya diri Cristina bicara. Gina hanya diam saja berdiri di sebelah Cristina. “Kalina berkompetisi di kontes kecantikan.” Pintu lift hampir menutup. Cristina menahan dengan tangannya demi mendengar pendapat dr. Santoso.“Aku tahu itu, tapi kita harus tetap menyelamatkan hidupnya.” dr. Santoso tampak tidak terlalu tertarik dengan diagnosis kedua anak magangnya.“Dia tidak ada riwayat sakit kepala, tidak ada sakit leher, CT scannya nya bersih. Tidak ada bukti ke
[Jam ke-40]Dalam keadaan terbius total. dr. Santoso mencukur rambut Kalina sebelum melakukan prosedur operasi. Gina berjalan perlahan mendekat dan berdiri tepat di sebelah Kalina. “Aku janji aku akan membuatnya keren,” kelakar dr. Santoso sambil terus mencukur rambut Kalina. “Jadi ratu kecantikan yang botak adalah hal terburuk tapi itu terjadi di dunia nyata.”Gina tak mau lagi menahan unek-unek perihal alasan Daniel memilihnya, bukan memilih Cristina. “Apakah kau pilih aku untuk ikut operasi karena aku tidur denganmu?” tanya Gina.“Ya….” jawab Daniel sambil tertawa. “Aku bercanda….” Mata Daniel melirik Gina yang terlihat mulai kesal.Terus terang dia langsung menolaknya. “Aku tidak akan iku