Selama Edric tidak berada di Jakarta, Zac, adik kandungnya akan menjadi PJ alias penanggung jawab yang ditunjuk oleh Edric di perusahaan. Bila ada sesuatu hal yang harus diurus, Zac akan turun tangan menggantikan sang kakak. Namun jika harus mengambil keputusan, Zac tetap harus melibatkan Edric.
Seperti pagi ini, Zac sedang melakukan video call dengan Edric yang masih sedang molor karena di Dubai masih pukul lima pagi.
"Jadi menurutmu aku approve saja atau tidak, Brother?" Zac sedang meminta saran Edric tentang cabang Semarang yang meminta armada pengiriman yang baru. Katanya mobil angkutan barang mereka banyak yang sudah tidak fit. Keseringan jajan di bengkel padahal urusannya itu lagi, itu lagi. Kalau bukan rem, atau shock braker, ya olinya bocor. Itu terus.
"Urgent banget kah? Kalau belum jangan dulu, Zac."
"Tapi kalau dihitung-hitung, biaya servis mereka selama setahun sudah bisa jadi DP mobil baru."
"Makanya jangan dihitung.
Hari ini adalah hari ke ke lima Edric dan Calvin berada di kantor Eco Paper. Urusan kedua anak muda itu masih tersisa sedikit sebelum lusa kembali ke Indonesia. Biasanya, sebelum pulang, mereka akan mengadakan sebuah gathering bersama karyawan, sebagai apresiasi atas kerja keras mereka selama enam bulan terakhir. Gathering-nya lebih ke acara makan-makan yang akan dihadiri oleh semua orang, tanpa terkecuali. Seperti biasa, Hans sudah memesan sebuah tempat yang bisa menampung ratusan anggotanya. Sebagaimana permintaan para karyawan yang mayoritas laki-laki, hari ini mereka makan di restoran khas Korea. Mereka ingin memanggang daging sambil minum-minum bir. Kebetulan, di sana ada satu restoran besar yang cukup menampung banyak pengunjung. Edric dan Calvin biasanya selalu sepakat saja dengan pilihan anak buah mereka. Sekitar pukul lima sore, setelah jam kerja usai, mereka berdua berangkat menuju restoran yang dimaksud. Yang lain pun sudah berangkat dengan kendaraan
(Zona 18+. Anak kecil, ahli agama, skip!) Zura merasakan bibirnya dibungkam dengan cepat oleh Edric. Entah kapan laki-laki itu menarik lehernya untuk mempermudah ciuman mereka. Kali ini tidak ada ciuman kasar dan memaksa. Edric menyesap bibirnya dengan lembut dan penuh perasaan. Zura masih sempat ingin melepaskan diri, namun sepertinya Edric telah berhasil meruntuhkan pertahanannya. Air matanya semakin berjatuhan kala Zura menyadari dia sudah kalah. Ego yang selama ini dia bangun sekokoh mungkin, akhirnya runtuh hanya karena sebuah ciuman manis yang ditawarkan oleh Edric. Apalagi saat dia sama sekali tidak menolak, Edric tanpa permisi mengangkat tubuhnya ke atas kedua paha laki-laki itu. Pesona Edric sepertinya sudah semakin kuat menguasai diri seorang Zura Taniskha Wijaya. Kini wanita itu pun sudah ikut ambil andil dalam ciuman mereka yang semakin panas. Semuanya terjadi begitu saja, mengikuti naluri masing-masing. Edric sama sekali tidak bangga kare
(Zona 18+. Anak kecil, ahli agama, skip!) Zura tidak berbohong. Memangnya hanya Edric yang bisa membuat dia tak berdaya? Zura juga bisa! Jangan lupakan apa yang Ed katakan tadi. Dia berhenti bermain perempuan karena servis Zura sudah cukup, tidak kurang tidak lebih untuknya. Zura memang masih muda. Namun Edric mengajarinya dengan baik, sehingga perempuan itu cukup lihai dalam urusan ranjang. "Argh Zura, oh yes! Ah stop it! Ah yes!" Edric blingsatan ketika Zura sudah melakukan aksinya. Wanita itu menari di atas tubuh Ed yang atletis. Alat pengukur kedalamannya tadi sudah dua kali mengeluarkan cairan cintanya dan Zura masih bergairah untuk membantunya keluar untuk yang ketiga kalinya. Zura sendiri sudah klimaks beberapa kali. Setiap kali Edric memasukinya, dia akan dengan cepat mencapai puncak. "Oh Tuhan!" pekik Edric saat akhirnya dia menembakkan cairan itu untuk yang ketiga kalinya di dalam tubuh Zura. Setelah itu, dia menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh
Kisah satu malam yang begitu manis bersama Zura membuat Edric tidak berhenti tersenyum sepanjang hari ini. Calvin tidak perlu bertanya karena dirinya pun sudah mengetahui apa yang sudah terjadi antara sang sepupu dengan wanita yang sudah dia cari selama empat tahun lamanya. Namun ada satu hal yang sempat membuat Calvin murka, yaitu kala mengetahui Edric bermalam dan melakukan hubungan intim tanpa memakai pengaman. “Kalau nanti hamil bagaimana? Kalian belum menikah. Kau juga belum menceritakan tentang dia kepada om dan tante. Kenapa kau ceroboh sekali?!” “Mana sempat aku memikirkan kondom. Kedatanganku ke sana juga tadinya bukan untuk itu. Aku hanya ingin memperjelas masa lalu kami. Sama sekali tidak terpikir akan sampai ke sana.” Edric beralasan sambil membaca dokumen penting di hadapannya. “Cuih! Orang sepertimu mana mungkin bisa tidak memikirkan ranjang?” Sebuah tawa renyah Edric membuat Calvin mau tak mau jadi ikut tertawa. Ya iya sih … Edric meman
Jakarta, tiga hari kemudian. Edric, Zac, Zoey bersama Dominic dan Chalondra, kini sedang duduk bersantai di ruang keluarga rumah besar Louis. Biasanya, setiap Edric pulang dari Dubai, mereka sekeluarga akan mengadakan quality time baik di rumah saja, maupun keluar. Hanya bersantai sekalian mendengarkan perkembangan Eco Paper. Cha dan Zoey seperti biasa duduk di satu sofa, Edric dan Dominic juga sama. Sedangkan Zac, dia duduk menyendiri di satu sofa yang lain. Setelah ditampar kenyataan, bahwa Zoey bukanlah saudara kembarnya, Zac menjadi sedikit pendiam. Dia pun tanpa sadar membuat sedikit jarak dengan perempuan itu. Tidak hanya di rumah, tapi di kantor juga. Ada perasaan aneh yang tidak bisa dia bendung untuk tidak menguasai hatinya. Seperti rasa tidak ikhlas dan rasa kecewa yang sulit digambarkan lewat kata-kata. Zac masih berusaha menata hatinya agar tidak tenggelam terlalu lama. Bagaimanapun, di mata Zoey, mereka ada twins sejati. Cepat atau la
Setelah Zac dan Zoey akur, Dominic, Chalondra dan Edric pun mulai berkemas. Ada satu film yang sudah mereka sepakati untuk ditonton bersama. Film bertema keluarga namun ada romance dan action-nya juga. Hanya butuh waktu satu jam, mereka semua kini berada dalam mobil yang sudah dipersiapkan oleh supir. Dominic dan Chalondra duduk di bagian tengah, Zac dan Zoey di kursi belakang, sedangkan Edric duduk di kursi depan, menemani supir mereka. Sepanjang perjalanan menuju mall, Dom, Cha dan Edric masih berbincang-bincang seperti biasa, sedangkan Zac dan Zoey sibuk dengan ponsel masing-masing. Teringat akan pertanyaan Zoey di kamar tadi, Zac hampir saja keceplosan. Untung saja akal sehatnya masih berjalan, sehingga dia masih bisa berpikir. 'Aku memang sedang memikirkan sesuatu. Tapi ini sama sekali tidak ada hubungannya denganmu.' Jawaban Zac mengalir begitu saja tanpa berpikir dua kali. 'Tentang apa?' Zoey heran, merasa Zac tidak pernah merahasiakan ap
“Mama? Kenapa lama sekali?” Suara itu membuat jantung Zura seakan terlepas dari gantungannya. Dia yang awalnya ingin berbalik mengucapkan terima kasih kepada Edric, menjadi urung. Cepat-cepat dilangkahkannya kaki keluar dari lift dan sebisa mungkin menutupi anak kecil yang berdiri di hadapannya. Beberapa detik kemudian, pintu lift kembali terdengar saling menyatu. Fiuhh. “Embun kelamaan nunggu yah? Maafin mama, tadi ketemu sama temen dulu sebentar.” Zura membelai rambut anak perempuan kecil yang tadi memanggilnya ‘mama’ dan sekarang dia panggil dengan Embun. “I-iya … ta-tadi akuh ... akuh ... telepon nggak ... nggak diangkat,” jawab anak kecil itu terpatah-patah. Meski usianya baru tiga tahun lebih, kemampuan bicara Embun terbilang sangat baik. Berkat Zura selalu mengajaknya mengobrol sejak usianya baru sepuluh bulan dan tidak pernah melewatkan kegiatan membaca buku dongeng sebelum Embun tidur di malam hari. “Maafin mama ya? Ponsel mama di dalam tas.
Di lantai paling atas, Dominic melipat teropong kecil minimalis yang baru saja dia pakai untuk melihat sesuatu di lantai tujuh. Chalondra yang duduk di sebelahnya hanya mengamati apa yang sedang dilakukan oleh suami tuanya itu. Zac dan Zoey entah pergi ke mana. Tadi katanya ingin melihat-lihat menu desert yang ada di etalase. “Gadis itu di sini.” Dominic bergumam. “Gadis siapa, Dad?” Chalondra mengerutkan keningnya. “Zura. Dia bersama Edric di bawah sana.” Gerakan cepat Chalondra merampas teropong mini Dom, membuat laki-laki itu shock setengah mati. Tidak bisakah dia lembut sedikit? Berganti Cha yang berdiri di pinggiran teralis dan menyorot ke sembarang arah. “Di mana sih, Dad?” “Pasti sudah hilang. Sepertinya mereka akan ke sini.” “Serius??” Chalondra lagi-lagi membuat Dominic menahan napas karena gerakan cepatnya berpindah dari tepi teralis ke tempat duduk. Dasar ibu-ibu! “Entahlah. Itu dugaan saya saja