Zoey tidak percaya apa yang baru saja dilakukan Zac kepadanya. Kedua matanya membulat sempurna, dia terperangah. Barusan ... Zac benar-benar menciumnya! Oh Tuhan!!
"Shitt!! You are the craziest person alive!!!" Zoey mengusap bibirnya dengan kasar. Wajahnya memerah bagai kepiting rebus. Emosi tingkat tinggi membuat kepalanya mengebul, rasa ingin pecah.
Zac tertawa sinis, ikut menjilat bibirnya juga. "Jika kau ingin berciuman dengan Jeff, ingatlah ciumanku." Itu saja yang dia ucapkan sebelum akhirnya keluar dari ruangan kembar bodongnya itu. Rasa cemburu telah membutakan matanya sampai-sampai berani mencium Zoey. Dia sudah melewati batas.
"Aaaaaaaaaa!!!" Zoey berteriak di balik pintu yang baru saja ditutup oleh Zac. Dia marah, di benci, dia jijik, dia akhh! Kenapa Zac bisa kehilangan akal sampai menciumnya?? Merek saudara kembar yang notabene satu darah! Why?! Gila! Jika dia marah tentang Jeff, tidak seharusnya sampai melakukan hal tak wajar seperti itu.
<Jan lupa gems dan komennya sayangss
(Maaf kalau ada typo. Aku nggak sempat double check.). . Zura sedang menyusun proposal kerja sama dengan sejumlah vendor dan supplier berbagai keperluan hotel dan mall di Galaxy Group ketika intercom-nya berbunyi. "Zura, ke sini." Itu suara kakeknya. Morgan. Seketika jantung Zura berdetak dengan sangat cepat. Khawatir kakeknya akan membahas tentang Edric lagi. Demi apapun, dia belum siap. Dia masih sedang merajut asmara dengan laki-laki itu. Tolong jangan ditanya soal misi balas dendam. Tapi Zura tetap keluar dari ruangannya dan berjalan menuju ruangan kakeknya yang berada di lantai yang sama dengannya. Dia mengetuk dengan pelan setelah sampai di depan pintu. "Masuk." Terdengar kakeknya mempersilakan. Zura mendorong pintu. Baru memasukkan setengah tubuh dan kepalanya, dia sudah bisa melihat jika sekarang kakeknya sedang kedatangan tamu. Eh, ngapain dia dipanggil kalau masih ada tamu? Pria dengan postur tubuh
Zura tiba di apartemen setengah jam kemudian. Berulang kali menarik napas lalu menghembuskannya, membuat perasaan wanita itu sedikit lebih baik. Pintu dibuka langsung oleh orang yang sangat ingin dia lihat. Edric. Tentu saja, sudah bisa ditebak, dengan Embun di sisi kakinya. "Mama come homee." Edric berseru senang seraya menarik Zura masuk ke dalam. Sebuah kecupan di pelipis langsung dia hadiahkan kepada wanita itu. "Mama puyaaaaangggg." Embun ikut bersorak gembira. "Heii anak Mamaa. Sini gendong duluu." Zura membungkuk dan meraih kedua ketiak Embun dan mengangkat bayi kecil itu ke dalam dekapannya. "Ngapain aja tadi sama Om? Main yahhh?" tanya Zura penasaran. "Iya, Mama. Om-nya kalah telus. Nggak bisa naik pelosotan." "Ha-ha-ha. Perosotan Embun 'kan kecil. Om-nya nggak muat, terlalu besar. Nanti perosotan Embun rusak, gimana? Mau?" Embun cepat-cepat menggeleng. "Makan siang yuk? Mba Santi udah beres masak
Setelah insiden ciuman yang sengaja dilakukan Zac kepada Zoey, hubungan mereka menjadi semakin renggang. Hingga satu minggu berlalu, Zoey masih tidak berkenan melihat wajah Zac. Wanita itu marah besar. Sekarang, Zac seperti orang lain di matanya. Laki-laki mana yang dengan bodohnya mencium saudara kembarnya sendiri? Zac benar-benar sudah gila. Zoey tidak perduli jika dia menjadi satu-satunya orang yang selalu absen di meja makan dan di ruang keluarga. Adapun hal yang akhirnya berhasil membuat Zoey turun ke bawah adalah kedatangan Zura dan Embun. Chalondra sengaja meminta Edric mengajak mereka ke rumah, karena tau ini bisa memperbaiki mood sang putri. "Sini sama tante, mau peluk Embun." Sikap Zoey terlihat biasa saja untuk semua orang, tapi tentu berbeda untuk Zac. Selama mereka bercengkerama di ruang keluarga, tak sekalipun Zac bersuara karena Zoey lebih mendominasi percakapan. Percakapan yang jelas-jelas tidak pernah melibatkan dia. Zura sedang berusah
Agustin dan Fransisca memasuki rumah besar keluarga Louis bersama putri bungsu mereka, Patricia. Kedatangan mereka hari ini tidak lain adalah ingin membicarakan kelanjutan hubungan putri mereka dengan Edric. Dominic dan Chalondra menyambut tamu mereka dengan antusias. Ruang keluarga yang terpisah dengan ruang tamu membuat anggota keluarga yang lain tidak perlu masuk ke kamar jika tidak berkenan menyapa sang tamu. Zura masih membeku di tempatnya sejak mendengar nama Patricia terucap dari mulut si security. Rasa insecure-nya kembali ke titik puncak, apalagi kedua orang tua Edric terlihat sangat antusias bertemu dengan calon besan mereka. "Are you oke?" Edric menepuk pundak Zura dengan pelan. Wanita itu terkesiap. "Bapak nggak ke depan?" tanyanya langsung tanpa basa-basi. "Nanti mama akan panggil kalau sudah waktunya saya keluar." "Maksudnya?" "Ya, biasanya mereka bicara tentang bisnis dulu, baru masuk ke tentang saya
Zura dan Edric turun ke bawah setelah mereka selesai membicarakan perihal Zura tidak ingin terlibat dalam urusan keluarga Louis dan Roby. Untuk sekarang ini, Edric mencoba menepis perasaan aneh yang sempat menghinggapi dirinya. Perasaan bahwa Zura ingin meninggalkannya suatu saat nanti.Zura mendekati meja makan dimana Embun sedang disuap oleh omanya. Santi sendiri terlihat duduk di salah satu kursi yang ada di sana.“Mama?!” Embun menunjuk ke arah Zura yang baru saja turun dari tangga. Wajahnya berubah berseri, kedua tangannya terangkat ke atas seperti bersorak-sorak.Zura sebenarnya sangat ingin memeluk Embun, namun seungkan kepada Chalondra yang sedang berusaha memberi sang putri makan malam. Akhirnya, Zura hanya duduk di sebelah Embun dan mencium pipinya sekali.“Embun makan apa? Enak ya disuapin sama oma?”Embun mengangguk-angguk. “Ini … ini ayam ya … Oma?” Embun menunjuk ayam suir yang ada di
Sejak pagi sampai siang, Zura terlihat begitu sibuk dengan pekerjaannya. Salah satunya, dia sedang menyusun pengajuan PO (Purchase Order) tisu ke Inti Global. Galaxy Group yang memiliki puluhan hotel dan mall yang tersebar di seluruh nusantara itu, tentu saja membutuhkan jumlah tisu yang tidak sedikit. Seperti kebiasaan mereka dengan supplier terdahulu, orderan akan masuk via kantor pusat dan kantor cabang hanya akan bertugas untuk melakukan pengiriman dari masing-masing gudang. Sekarang, Zura sedikit pusing menentukan pesanan mereka, karena Morgan memberikan instruksi dia harus memesan sebanyak-banyaknya. Misi Zura di Radesh Corp dengan misinya di Galaxy Group sebenarnya sama. Menjalin hubungan dengan Edric dan suatu saat akan menghempaskannya jauh ke dasar bumi. Semuanya ini semata-mata keinginan dua orang dewasa yang sedang menjadikannya sebagai alat untuk misi balas dendam. Zura menatap layar komputernya dengan tatapan kosong. Kembali teringat akan pembicaraa
Calon adik ipar. Ketiga kata itu berulang-ulang di dalam kepala Zura. Edgar … kakaknya Patricia?? Bagaimana mungkin dunia ini sangat sempit?? “Kau apa kabar? Kata Patricia kau sedang ke Swiss.” “Ah iya, kemarin pulang lebih awal karena ada bisnis dengan Galaxy Group. Ah, kenalkan, Ibu Zura.” Edric menoleh ke arah Zura yang sedang terdiam di tempatnya. Entah hanya perasaan Edric saja, namun dia seperti melihat Zura menggeleng kecil. Apa maksudnya?? Apa dia tidak ingin Edgar tahu bahwa mereka saling mengenal? Why? Belum selesai Edric menganalisa maunya wanita itu, tangan Zura sudah terlebih dahulu terangkat dan terulur ke hadapannya. “Senang berkenalan dengan anda, saya Zura. Zura Taniskha Wijaya.” Oke, Edric menjadi kebingungan di sini. Kenapa Zura tidak ingin menunjukkan bahwa dia mengenal Edric di hadapan Edgar? Apakah karena Edgar adalah saudara Patricia? Sehingga mungkin Zura tidak ingin menimbulkan masalah? Atau ini ada hubungannya
“Tidak boleh.” Edric menjawab dengan tegas dan masih dengan berpangku tangan. Matanya sejurus menatap Zura dengan kesal. Dikira dia bisa dirayu dengan pelukan? “Masih marah ya?” tanya Zura kecewa. Padahal dia benar-benar sedang ingin dipeluk. Edric tidak menjawab. Di starter-nya mobil dan segera menginjak gas lalu memutar setir. Dia masih ingin melihat bagaimana reaksi Zura jika dia masih bertahan pada sikap dinginnya. Tidak apa-apa ‘kan sesekali kesal dan memberi wanita itu pelajaran? Zura menanti Edric membuka mulut. Matanya tak berhenti menatap laki-laki itu. “Sudah pasang seat belt?” Edric kembali menoleh sekilas. Dia harus fokus pada jalur keluar dari basement menuju parkiran. Didengarnya Zura menarik sabuk pengaman dan bunyi klik juga menyusul dua detik kemudian. “Saya bisa jelasin kenapa tadi nggak bilang mau keluar dengan pak Edgar.” Zura masih berusaha. Tetap melihat ke samping kanan, memindai ada tidaknya perubahan