Memasuki pukul sepuluh malam Grazian mulai aktif keluyuran. Mengendarai motornya membonceng gadis lainnya untuk diajak bersenang-senang di club malam. Gadis di belakang Grazian itu memeluk erat. Tubuh mereka menempel seperti diberi perekat. Lelaki brengsek sekelas Grazian tidak akan menolak santapan empuk yang disodorkan padanya itu.
Grazian sering kali keluar masuk ke club, tapi tak sekalipun mengizinkan Merona untuk mengikuti jejaknya memasuki tempat penuh dengan huru-hara kesenangan duniawi itu. Perihal hubungannya dengan Merona, Grazian yakin tak seorang pun tahu jika Merona tinggal bersamanya. Sejak dahulu Grazian dan Merona saling menjaga jarak jika mereka ada di luar rumah. Orang-orang hanya tahu keduanya sebatas saling kenal saja.Motor Grazian berhenti di depan pintu masuk club. “Kamu turun duluan ya, aku mau parkir motor dulu.” Titahnya pada gadis yang menemaninya malam ini.Gadis itu sudah barang tentu menurut. Masuk lebih dahulu membiarkan Grazian melakukan apa yang dikatakan sebelumnya. Saat motornya terparkir, tiba-tiba saja pipi Grazian dicium seseorang. Grazian menoleh mendapati Shinta salah satu pacarnya. Anak kelas B fakultas Ekonomi.“Seneng deh bisa ketemu kamu di sini,” kata Shinta bahagia.“Aku juga, tapi aku lagi sama yang lain. Kamu besok aja, ya?” ucap Grazian seraya mengusap lembut pipi Shinta yang kini cemberut.“Yah, padahalkan aku kangen kamu.”Grazian selalu punya cara agar gadis-gadisnya menurut maka, dia bergerak merapat pada Shinta. Mencumbu bibir gadis itu penuh dengan kelembutan seolah-olah benar bahwa ada rasa dalam pagutan manisnya itu. Shinta seperti gadis kebanyakan yang akan terlena akan pesona Grazian. Begitu bibirnya di lepas, Shinta tersenyum.“Oke, kalau begitu aku tunggu besok ya.”“Iya, sayang.”Gadis mana yang tidak Grazian sebut sayang saat bersama dirinya. Mulut manisnya itu penuh tipu muslihat, memperdaya gadis-gadis hingga betekuk lutut pada pesonanya. Meninggalkan Shinta, lelaki itu bergegas masuk menyusul gadis yang datang bersamanya. Namanya Karin baru dipacarinya sore tadi. Bagi Karin ini adalah kencan pertamanya dengan lelaki tapi, bagi Grazian Karin adalah yang entah ke berapa karena begitu banyaknya gadis yang dikencaninya.“Hei baby, maaf ya buat kamu menunggu,” tutur Grazian begitu ia berdiri di sisi Karin, lalu mencium pipi gadis itu. “Udah pesan apa?”“Vodka, kamu mau apa?”“Aku ikut selera kamu aja,” jawab Grazian sambil salah satu tangannya merangkul pundak Karin. Mengajak gadis itu untuk duduk di salah satu sudut club.“Ya sudah kalau gitu aku pesan lagi.”“No!” Grazian meletakan jari telunjuknya di atas bibir Karin. “Biar aku saja, kamu duduk manis aja di sini.”“Oke.”Lantas Grazian yang memesan ke meja bar. Lelaki itu disambut hangat oleh Juno salah satu bartender yang akrab dengannya. “Baru lag?” tanya Juno.“Biasalah, hiburan.”Juno terkekeh sendiri. Bukan sekali dua kali dirinya mendapati Grazian bersama wanita berbeda setiap malamnya. Dunia Juno sendiri tak jauh berbeda dengan Grazian. Perempuan, making love dan alkohol menjadi satu paket yang salah satunya tak bisa dihilangkan. Memesan beberapa botol alkohol, Grazian kemudian meminta Juno untuk mengantarkannya langsung ke mejanya.“Iya, gue anter sendiri bos.”Grazian kembali ke mejanya menghampiri Karin. Mengangkat tubuh gadis itu agar duduk di atas pangkuannya. “Kamu tahu kan peraturan mainnya kalau mau jadi pacar aku?”“Ya, aku tahu dan paham,” Karin lalu mengusap rahang Grazian, mengecup kemudian di sana. “Aku udah enggak perawan kok jadi, aku rasa enggak masalah kalau bercinta dengan kamu.”Banyak gadis yang pada akhirnya mengaku bahwa mereka tak lagi perawan pada Grazian. Bukan hal yang aneh di jaman sekarang banyak gadis yang tak lagi gadis. “Aku tahu, tapi sesuai janji mal ini kita hanya sebatas jalan, bukan bercinta.”Ya tentu saja Grazian menolak Karin karena sudah ada Rachel yang mengajaknya lebih dahulu. Rachel adalah yang paling pandai dalam memuaskan hasrat kelelakian Grazian dibandingkan sederet pacar-pacarnya yang lain. Terlebih lagi Rachel sama seperti dirinya yang hanya untuk memuaskan satu sama lain. Rachel butuh Grazian bukan hanya urusan biologisnya saja, tapi juga dompetnya dan Grazian butuh Rachel karena hasratnya.Menghabiskan malam bersama Karin di club, Grazian mencubui gadis itu. Meraba setiap lekuk tubuhnya sampai Karin merasa puas tanpa harus Grazian memasukinya. Dua jam mereka di sana, Grazian kemudian mengantarkan Karin lalu setelahnya lelaki itu melesat ke apartemen Rachel. **** Rachel Sevanya Haris mahasiswi Fakultas Hukum yang menurut penilaian para lelaki paling cantik dan molek. Hidupnya selalu terlihat mewah dan glamor, tapi mungkin hanya Grazian yang paling tahu sisi kelam seorang Rachel hingga berbuntut gadis itu menjadi seorang wanita bayaran secara diam-diam. Namun sejak dengan Grazian, Rachel tidak pernah melayani siapapun. Itu adalah syarat yang diajukan oleh Grazian.“Wow!” decak Grazian saat kedatangannya disambut seksi oleh Rachel yang mengenakan lingerie hitam transparan hingga memperlihatkan keindahan di balik sana. Terlihat jelas oleh mata Grazian.“Gimana? Seksi enggak?” tanya Rachel yang sebenarnya tak perlu dijawab pun dunia tahu kalau dia begitu seksi.Cekatan tangan Grazian merengkuh Rachel, kaki kirinya mendorong pintu hingga tertutup. “Kamu selalu seksi, Rachel.”“Jadi gimana? Mau hidangan pembuka atau langsung ke menu utama?”“Em… hidangan utama. Aku laper,” tutur Grazian lantas melepas Rachel dan berlalu ke dapur. “Laper beneran Rachel!” serunya menyadari dirinya sudah membuat Rachel kesal.Selain mengerti Grazian dalam urusan hasrat ranjangnya, Rachel juga mengerti Grazian soal urusan makan. Mengikuti langkah kaki Grazian ke dapur, Rachel bersiap membuatkan sesuatu untuk lelaki itu. Lelaki yang mampu membuatnya mendesah berkali-kali.“Tadi nge-date dimana? Sama siapa?” tanya Rachel tanpa rasa marah dengan statusnya sebagai pacar Grazian.“Karin, anak kampus sebelah,” jawab Grazian sebelum menggit apel dan mengunyahnya.“Lama-lama kamu bisa masuk MURI, beb karena mengoleksi banyak perempuan. dibuatan asrama boleh juga tuh kayaknya. Aku jadi kepala asramanya.”Grazian tertawa kecil. “Kepala asrama yang selalu bercinta duluan dengan aku sebelum penghuni asrama lainnya.”“Nah itu!”Jika dengan Rachel tak pernah ada kecanggungan saat mengobrol. Gadis itu tak marah atau tak tersinggung saat Grazian membicarakan pacar-pacarnya. Rachel tak main hati dengan Grazian, tidak seperti kebanyakan yang lainnya. “Besok aku mau putusin tiga pacar aku yang rese.”“Siapa?” tanya Rachel penasaran, tapi tangannya bergerak memasukkan spaghetti ke dalam panci berisi air mendidih.“Anak...? lupa namanya siapa, sebentar aku lihat kontaknya dulu,” Grazian mengecek ponselnya membaca pesan beberapa gadis yang menurutnya mulai menyebalkan, mulai menuntutnya banyak hal seperti yang mereka inginkan. “Tapi diputusin langsung aja kali ya.”Grazian lalu menghubungi kontak pertama dan langsung tersambung. Hanya mengatakan. “Kita putus. Kamu udah mulai rese.”Dan Rachel yang geleng kepala. “Emang brengsek tiada tandingan.”“Yes, I’am!” Grazian lalu merangkul Rachel dari belakang. Menekan tubuhnya agar Rachel bisa merasakan keras bukti gairahnya. “Dia udah hard kayaknya enggak bisa menunggu sampai selesai makan.”Rachel sangat paham apa yang Grazian mau saat ini. Tanpa ragu Rachel berlutut untuk memuaskan hasrat Grazian. Kenikmatan demi kenikmatan keduanya raih bersama. Hal yang wajar bagi mereka bercinta tanpa ikatan ataupun rasa. Dunia keduanya sama-sama keindahan semu.***Pukul tiga dini hari Grazian baru kembali dari kediaman Rachel. Memasuki apartemennya yang sepi, Grazian melirik pintu kamar Merona yang sedikit terbuka dengan cahaya lampu menyorot keluar lewat celah pintu. Grazian tahu kalau Merona sedang mengerjakan tugas-tugas kampusnya. Antara belum tidur atau baru saja bangun tidur. Merona akan tidur lebih awal lalu bangun sekitar pukul dua dini hari atau pukul tiga dan takan tidur lagi sampai pagi menjelang, atau merona tidak tidur semalam lalu akan tidur pukul lima dan bangun pukul enam pagi. Waktu tidur Merona sangat sedikit, Grazian sering kali melihat Merona terlelap di antara tumpukan buku-buku tebalnya. “Roo?” panggil Grazian dan melangkah masuk ke kamar gadis itu. Diletakkannya paper bag berisi kopi dan roti dari kedai kopi kenamaan itu di atas meja belajar Merona. “Buat kamu, pasti lapar kan?” Merona menatap Grazian dari ujung kepala sampai kaki. Jejak merah di leher lelaki itu terlihat jelas. “Kalau mau tidur di sini mandi dulu yang
Merona mendapat pesan singkat dari Grazian yang memintanya untuk bertemu di parkiran. Lewat pesan singkat itu juga Grazian mengatakan bahwa dirinya hari ini ke kampus membawa mobilnya. Merona yang sudah tahu pun langsung menghampiri dan masuk begitu melihat sedan hitam milik Grazian.“Ada apa?” tanya Merona kemudian saat sudah duduk manis di sisi Grazian.“Makan siang.” Jawab Grazian lantas mengemudi mobilnya keluar dari kampus. “Ada kelas lagi jam berapa?”Merona bersandar pada kursi dengan nyaman. “Satu setengah jam lagi, jangan cari tempat yang jauh.”“Oke tuan puteri.”Grazian membawa Merona ke salah satu restoran cepat saji, tak seberapa jauh dari kampus namun jarang menjadi tempat makan bagi anak-anak kampusnya. Mereka mengambil tempat duduk di sudut, memesan beberapa menu makan sekaligus. Merona meringis saat melihat banyaknya makanan yang Grazian pesan. Pramusaji yang melayani mere
Grazian dan Merona sampai di Bogor saat malam. Mereka menginap di salah satu hotel, sebelum kemudian pagi-pagi mereka check out. Tujuan mereka adalah salah satu pemakan di kawasan Bogor, di sinilah mereka sekarang. Di pemakan yang sepi tanpa sempat sarapan.Merona terlahir kembar hanya saja kembaran Merona meninggal ketika lulus SMP dahulu. Namanya Pelangi, nama yang terukir di batu nisan tepat di sebelah makam kosong atas nama Merona Jingga. “Maaf ya karena aku udah buat kamu meninggal, sekarang rasa memang pantas kalau mama dan papa anggap aku sudah meninggal juga.”Grazian yang duduk di sisi Merona nampak tidak peduli dengan apa yang Merona lakukan. Lelaki itu sibuk membalas pesan-pesan manis yang dikirimkan oleh para jajaran kekasihnya. Bagi Grazian itu rasanya sangat menyenangkan. Membuat gadis-gadis itu melambung lalu setelah bosan dia putuskan hubungan. Dua atau tiga hari, paling lama sebulan.“Zian, aku lagi sedih kok kamu mala
Grazian melempar jaketnya yang kotor secara asal ke sofa dan Merona melihat itu. Kesal memang tapi, gadis itu sedang tidak ingin berdebat. “Roo tadi aku disiram sama mantan yang enggak tahu keberapa. Jaket aku yang dari kamu jadi kotor." Katanya mengadu pada Merona.“Bagus deh, itu artinya mantan kamu itu lebih punya otak dibanding cewek-cewek kamu yang lainnya.”Tanggapan Merona membuat Grazian jadi kesal dan cemberut. Lelaki itu memeluk Merona dari samping. “Kok tega sih ngomongnya? Aku enggak suka ya kamu kayak gitu sama aku.”“Iiih! Zian lepas! Itu baju kamu kotor, rambut kamu juga tuh bau kopi!”"Enggak mau," Grazian semakin mengeratkan pelukannya. "Minta maaf dulu Roo karena kamu udah ngomong enggak sopan sama aku barusan."Merona menghela nafas. Tugasnya masih banyak jika tidak menuruti kemauan Grazian maka lelaki itu tidak akan melepaskannya. Sebagai makhluk waras Merona lebih memilih mengalah.
Ada banyak pelarian yang bisa diambil untuk melepaskan penat, marah dan segala emosi. Sayangnya tak semua mengambil tempat pelarian yang tepat. Grazian salah satunya yang memilih menjadi nakal untuk melepaskan emosinya walau dia tahu tak pernah ada yang selesai dari jalan yang dipilihnya.Semakin malam semakin ramai jalanan di tepi kota yang akan menjadi arena balap dadakan. Sekumpulan muda-muda membentuk dua kelompok di sisi kiri dan kanan jalan. Mendukung jagoan mereka masing-masing. Grazian sendiri tentu lebih mengandalkan Genta siswa SMA yang nasibnya hampir sama dengan Grazian. Punya orang tua tapi, terasa yatim piatu.Gadis-gadis berpakaian seksi, celana pendek yang dipadu dengan tangtop ketat. Satu dari mereka bergelayut manja di lengan Grazian. Tidak tahu siapa namanya tapi, Grazian menikmati ketenarannya di antara para gadis. Membiarkan satu dari mereka menciumnya atau memberikannya minum. Grazian tidak turun ke jalan dia hanya akan mengawasi Genta Ja
Merona cemberut ketika Grazian memintanya mengantar lelaki itu ke perbatasan ibu kota menuju Heaven Hill salah satu pemakaman elit tempat dimana neneknya tidur tenang di sana. Selepas kelas Merona selesai Grazian langsung menghubungi gadis itu dan memintanya ke parkiran. Sekarang keduanya dalam perjalanan dengan Merona yang menjadi supirnya. Grazian? dia tidur di kursi sebelah sambil melipat tangan dan sandaran kursi yang direndahkan.“Dari sekian banyaknya hotel, mall dan rumah makan yang kakek punya kenapa kamu mintanya ketemu di pemakaman?” tanya Merona kesal. Tak habis pikir dengan jalan pikiran Grazian.“Kan sekalian ketemu nenek juga, sayang.”“Tapi, ini udah sore Zian. Bisa-bisa kita pulang kemaleman, aku ada tugas.”Grazian membuka matanya sebentar untuk melihat Merona yang menggerutu sambil mengendalikan kemudi mobil. “Fokus aja ke jalan Roo, ngocehnya nanti kalau udah sampai.”Sedan
Grazian membawa Merona jalan-jalan di salah satu pusat perbelanjaan untuk membeli makanan yang akan dibawa Merona saat kunjungan ke rumah sakit jantung esok hari. Langkah kaki Merona membeku ketika pandangan matanya menangkap sosok orang tuanya tengah berjalan menggandeng seorang anak kecil lelaki berusia tiga tahun dan ayahnya mendorong kereta bayi. Senyum jelas terlihat di wajah mereka. Lain halnya dengan hati Merona yang merasa dilupakan oleh orang tuanya sendiri.Grazian menyadari hal itu lantas menarik pundak Merona berniat membawa gadis itu menjauh dari hal yang menyakitinya tapi, Merona tak mau menurut. “Aku ingin mereka lihat aku, Zian.”“Roo, itu hanya akan menyakiti kamu. Ayo!”Tapi, Merona berjalan menghampiri. Grazian menghela nafas pada akhirnya memang Merona harus dibiarkan melihat kenyataan. Lelaki itu berjalan mengikuti Merona yang sudah berdiri di hadapan kedua orang tuanya. Mereka langsung berhenti melangkah begitu melih
Merona ingat saat dirinya kecil dahulu, ketika merayakan ulang tahunnya bersama Pelangi. Ingatan yang pada akhirnya membawa perih, sebab sejak kecil selalu Pelangi yang didahulukan. Saat Merona meminta kue ulang tahunnya bertema unicorn tapi, yang ada hanya kue ulang tahun yang Pelangi mau dengan tema princess Disney Land. Merona mengalah saat ayahnya bilang kalau Pelangi sedang sakit.Bahkan pernah beberapa kali Merona tidak mendapat gaun ulang tahun dan juga hadiahnya. Bertahun-tahun hal itu terjadi sampai Merona tidak lagi merengek ini dan itu pada orang tuanya. Merona pendam sendiri sakit hatinya saat dibanding-bandingkan dengan Pelangi yang penurut, Pelangi yang cerdan dan Pelangi yang manis. Bahkan keluarga besarnya lebih suka Pelangi dibandingkan dirinya.Hal yang kemudian Merona syukuri adalah dirinya yang tak memiliki wajah serupa dengan Pelangi. Mereka bukan kembar identik yang sama persisi, hanya pada mata dan garis wajah saja yang serupa.