Share

2. Dunia Malam Grazian

Memasuki pukul sepuluh malam Grazian mulai aktif keluyuran. Mengendarai motornya membonceng gadis lainnya untuk diajak bersenang-senang di club malam. Gadis di belakang Grazian itu memeluk erat. Tubuh mereka menempel seperti diberi perekat. Lelaki brengsek sekelas Grazian tidak akan menolak santapan empuk yang disodorkan padanya itu.

Grazian sering kali keluar masuk ke club, tapi tak sekalipun mengizinkan Merona untuk mengikuti jejaknya memasuki tempat penuh dengan huru-hara kesenangan duniawi itu. Perihal hubungannya dengan Merona, Grazian yakin tak seorang pun tahu jika Merona tinggal bersamanya. Sejak dahulu Grazian dan Merona saling menjaga jarak jika mereka ada di luar rumah. Orang-orang hanya tahu keduanya sebatas saling kenal saja.

Motor Grazian berhenti di depan pintu masuk club. “Kamu turun duluan ya, aku mau parkir motor dulu.” Titahnya pada gadis yang menemaninya malam ini.

Gadis itu sudah barang tentu menurut. Masuk lebih dahulu membiarkan Grazian melakukan apa yang dikatakan sebelumnya. Saat motornya terparkir, tiba-tiba saja pipi Grazian dicium seseorang. Grazian menoleh mendapati Shinta salah satu pacarnya. Anak kelas B fakultas Ekonomi.

“Seneng deh bisa ketemu kamu di sini,” kata Shinta bahagia.

“Aku juga, tapi aku lagi sama yang lain. Kamu besok aja, ya?” ucap Grazian seraya mengusap lembut pipi Shinta yang kini cemberut.

“Yah, padahalkan aku kangen kamu.”

Grazian selalu punya cara agar gadis-gadisnya menurut maka, dia bergerak merapat pada Shinta. Mencumbu bibir gadis itu penuh dengan kelembutan seolah-olah benar bahwa ada rasa dalam pagutan manisnya itu. Shinta seperti gadis kebanyakan yang akan terlena akan pesona Grazian. Begitu bibirnya di lepas, Shinta tersenyum.

“Oke, kalau begitu aku tunggu besok ya.”

“Iya, sayang.”

Gadis mana yang tidak Grazian sebut sayang saat bersama dirinya. Mulut manisnya itu penuh tipu muslihat, memperdaya gadis-gadis hingga betekuk lutut pada pesonanya. Meninggalkan Shinta, lelaki itu bergegas masuk menyusul gadis yang datang bersamanya. Namanya Karin baru dipacarinya sore tadi. Bagi Karin ini adalah kencan pertamanya dengan lelaki tapi, bagi Grazian Karin adalah yang entah ke berapa karena begitu banyaknya gadis yang dikencaninya.

“Hei baby, maaf ya buat kamu menunggu,” tutur Grazian begitu ia berdiri di sisi Karin, lalu mencium pipi gadis itu. “Udah pesan apa?”

“Vodka, kamu mau apa?”

“Aku ikut selera kamu aja,” jawab Grazian sambil salah satu tangannya merangkul pundak Karin. Mengajak gadis itu untuk duduk di salah satu sudut club.

“Ya sudah kalau gitu aku pesan lagi.”

“No!” Grazian meletakan jari telunjuknya di atas bibir Karin. “Biar aku saja, kamu duduk manis aja di sini.”

“Oke.”

Lantas Grazian yang memesan ke meja bar. Lelaki itu disambut hangat oleh Juno salah satu bartender yang akrab dengannya. “Baru lag?” tanya Juno.

“Biasalah, hiburan.”

Juno terkekeh sendiri. Bukan sekali dua kali dirinya mendapati Grazian bersama wanita berbeda setiap malamnya. Dunia Juno sendiri tak jauh berbeda dengan Grazian. Perempuan, making love dan alkohol menjadi satu paket yang salah satunya tak bisa dihilangkan. Memesan beberapa botol alkohol, Grazian kemudian meminta Juno untuk mengantarkannya langsung ke mejanya.

“Iya, gue anter sendiri bos.”

Grazian kembali ke mejanya menghampiri Karin. Mengangkat tubuh gadis itu agar duduk di atas pangkuannya. “Kamu tahu kan peraturan mainnya kalau mau jadi pacar aku?”

“Ya, aku tahu dan paham,” Karin lalu mengusap rahang Grazian, mengecup kemudian di sana. “Aku udah enggak perawan kok jadi, aku rasa enggak masalah kalau bercinta dengan kamu.”

Banyak gadis yang pada akhirnya mengaku bahwa mereka tak lagi perawan pada Grazian. Bukan hal yang aneh di jaman sekarang banyak gadis yang tak lagi gadis. “Aku tahu, tapi sesuai janji mal ini kita hanya sebatas jalan, bukan bercinta.”

Ya tentu saja Grazian menolak Karin karena sudah ada Rachel yang mengajaknya lebih dahulu. Rachel adalah yang paling pandai dalam memuaskan hasrat kelelakian Grazian dibandingkan sederet pacar-pacarnya yang lain. Terlebih lagi Rachel sama seperti dirinya yang hanya untuk memuaskan satu sama lain. Rachel butuh Grazian bukan hanya urusan biologisnya saja, tapi juga dompetnya dan Grazian butuh Rachel karena hasratnya.

Menghabiskan malam bersama Karin di club, Grazian mencubui gadis itu. Meraba setiap lekuk tubuhnya sampai Karin merasa puas tanpa harus Grazian memasukinya. Dua jam mereka di sana, Grazian kemudian mengantarkan Karin lalu setelahnya lelaki itu melesat ke apartemen Rachel.

****

Rachel Sevanya Haris mahasiswi Fakultas Hukum yang menurut penilaian para lelaki paling cantik dan molek. Hidupnya selalu terlihat mewah dan glamor, tapi mungkin hanya Grazian yang paling tahu sisi kelam seorang Rachel hingga berbuntut gadis itu menjadi seorang wanita bayaran secara diam-diam. Namun sejak dengan Grazian, Rachel tidak pernah melayani siapapun. Itu adalah syarat yang diajukan oleh Grazian.

“Wow!” decak Grazian saat kedatangannya disambut seksi oleh Rachel yang mengenakan lingerie hitam transparan hingga memperlihatkan keindahan di balik sana. Terlihat jelas oleh mata Grazian.

“Gimana? Seksi enggak?” tanya Rachel yang sebenarnya tak perlu dijawab pun dunia tahu kalau dia begitu seksi.

Cekatan tangan Grazian merengkuh Rachel, kaki kirinya mendorong pintu hingga tertutup. “Kamu selalu seksi, Rachel.”

“Jadi gimana? Mau hidangan pembuka atau langsung ke menu utama?”

“Em… hidangan utama. Aku laper,” tutur Grazian lantas melepas Rachel dan berlalu ke dapur. “Laper beneran Rachel!” serunya menyadari dirinya sudah membuat Rachel kesal.

Selain mengerti Grazian dalam urusan hasrat ranjangnya, Rachel juga mengerti Grazian soal urusan makan. Mengikuti langkah kaki Grazian ke dapur, Rachel bersiap membuatkan sesuatu untuk lelaki itu. Lelaki yang mampu membuatnya mendesah berkali-kali.

“Tadi nge-date dimana? Sama siapa?” tanya Rachel tanpa rasa marah dengan statusnya sebagai pacar Grazian.

“Karin, anak kampus sebelah,” jawab Grazian sebelum menggit apel dan mengunyahnya.

“Lama-lama kamu bisa masuk MURI, beb karena mengoleksi banyak perempuan. dibuatan asrama boleh juga tuh kayaknya. Aku jadi kepala asramanya.”

Grazian tertawa kecil. “Kepala asrama yang selalu bercinta duluan dengan aku sebelum penghuni asrama lainnya.”

“Nah itu!”

Jika dengan Rachel tak pernah ada kecanggungan saat mengobrol. Gadis itu tak marah atau tak tersinggung saat Grazian membicarakan pacar-pacarnya. Rachel tak main hati dengan Grazian, tidak seperti kebanyakan yang lainnya. “Besok aku mau putusin tiga pacar aku yang rese.”

“Siapa?” tanya Rachel penasaran, tapi tangannya bergerak memasukkan spaghetti ke dalam panci berisi air mendidih.

“Anak...? lupa namanya siapa, sebentar aku lihat kontaknya dulu,” Grazian mengecek ponselnya membaca pesan beberapa gadis yang menurutnya mulai menyebalkan, mulai menuntutnya banyak hal seperti yang mereka inginkan. “Tapi diputusin langsung aja kali ya.”

Grazian lalu menghubungi kontak pertama dan langsung tersambung. Hanya mengatakan. “Kita putus. Kamu udah mulai rese.”

Dan Rachel yang geleng kepala. “Emang brengsek tiada tandingan.”

“Yes, I’am!” Grazian lalu merangkul Rachel dari belakang. Menekan tubuhnya agar Rachel bisa merasakan keras bukti gairahnya. “Dia udah hard kayaknya enggak bisa menunggu sampai selesai makan.”

Rachel sangat paham apa yang Grazian mau saat ini. Tanpa ragu Rachel berlutut untuk memuaskan hasrat Grazian. Kenikmatan demi kenikmatan keduanya raih bersama. Hal yang wajar bagi mereka bercinta tanpa ikatan ataupun rasa. Dunia keduanya sama-sama keindahan semu.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status