Beranda / Romansa / Hot Sugar Daddy / 6. Adegan Panas

Share

6. Adegan Panas

Penulis: Laquisha Bay
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-23 18:27:54

POV Logan

Terbangun dengan melihat wajah feminin yang masih terlelap di sampingku memang bukan situasi baru. Namun, untuk enam tahun terakhir sejak Brielle tewas dalam tragedi kecelakaan transportasi udara itu hidupku tidak lagi sama. Kekosongan yang tercipta di hari-hari yang kulalui sangat menyiksa dan kini aku telah terbiasa pada rutinitas membosankan yang selalu kulakukan.

Aku melelang lukisan dan patung yang kubuat, memamerkan sekitar delapan belas ribu karya dari para seniman lain di museum seni yang kudirikan sejak sepuluh tahun lalu, dan menghasilkan pundi-pundi dolar yang luar biasa lewat itu. Semuanya sempurna hingga Brielle kemudian pergi secara tiba-tiba. Logan Caldwell yang pernah dikenal sebagai pria murah senyum di masa lalu pun juga ikut terkubur bersamanya.

Aku mencintai Brielle. Dia adalah napasku, tetapi segala sesuatunya mendadak berbeda dari yang pernah kuimpikan tentang masa depan kami. Kehilangan menempaku sebagai sosok dingin yang jarang menampilkan ekspresi untuk emosi, hatiku dilapisi es, dan membeku seiring bergulirnya waktu.

Sampai akhirnya aku menemukan Amanda yang sedang memesan secangkir kopi kemarin sore. Duduk sendiri di kursinya, menyesap minuman panas itu dengan santai, dan menikmati seluruh aktivitas yang dilakukannya sambil membaca sebuah novel fiksi karangan Sarah Green. Setelah telepon selulernya berdering, dia langsung digulung rasa panik hebat dan berkutat dalam keputusasaan yang menjelma di sepasang iris abu-abunya.

Aku sama sekali tidak menyesali keputusanku untuk mencampuri urusan Amanda kala itu. Aku baru saja mengalami malam paling menakjubkan dari malam-malam paling memuakkan yang selalu kujalani. Sensasinya terlalu fantastis dan membuatku lupa diri, tetapi sinar matahari yang menerobos masuk dari celah tirai roman yang tersingkap tersebut sukses menggulingkanku pada realitas.

Kenyataannya aku ingin mengulanginya lagi bersama Amanda. Biasanya aku sanggup mengendalikan diri, biasanya aku berpikir rasional, biasanya aku tidak demikian menggebu seperti seekor serigala alpha lapar yang belum berburu selama berminggu-minggu. Namun, wajah cantik dengan kulit halus yang sepucat bunga kapas tersebut menguji benteng pertahanan yang sengaja kubangun di antara kami.

“Amanda?” panggilku parau, mencoba membangunkan Amanda dari tidurnya, mencoba meruntuhkan hasrat yang merebak di setiap pembuluh darahku.

Kepala Amanda bergerak menjauhi jejak cahaya, lantas mengarahkan posisi tubuhnya merapat ke dadaku. Menyembunyikan wajahnya dari silau yang menerpa kami di sisi seberang. Dia sempat menggumamkan sesuatu dan mendekap pinggangku sebelum menyadari bahwa aku merupakan objek terlarang untuk disentuh bila dalam kondisi terjaga.

“Ma-maaf, Logan. Aku tidak—astaga, apa yang kulakukan?” ucap Amanda yang seketika beringsut mundur sambil memegangi ujung selimut miliknya, seolah-olah aku belum pernah melihat setiap lekuk menggiurkan yang terlindung di balik sana.

“Aku sama sekali tidak keberatan dipeluk seperti tadi, tetapi sayangnya aku harus menghadiri pameran hari ini. Jadi, aku harus bersiap sebelum pukul sembilan.”

Amanda menyugar rambut yang menutupi sebagian wajahnya ke belakang. Jemarinya diselipkan dari sisi depan, memfungsikannya seperti sisir, menyingkirkan helai demi helainya di kedua daun telinga. Mengusap keningnya sebentar, kemudian turun dari ranjang dan menyambar pakaiannya yang bertebaran di atas sofa.

“Maaf, Logan. Itu memalukan. Maksudku, aku tidak sadar kita... berbagi ranjang yang sama,” katanya dengan nada hati-hati, melirikku melalui ekor matanya, dan meremas erat blusnya.

“Tidak masalah,” sahutku sambil berdeham-deham membersihkan tenggorokan, meluruhkan gelenyar hormon yang mulai bereaksi pada punggung telanjang Amanda, dan beruntungnya metode itu cukup berhasil.

“Permisi, aku harus pergi ke kamar mandi.”

Aku hanya mengangguk, lantas menonton tubuh ramping tersebut berganti menjadi siluet selepas menjauh dari jarak pandangku. Aku sontak melepaskan desah frustrasi, menegakkan punggung yang menegang oleh serbuan stimulus di bawah sana, dan itu membuatku kembali membayangkan sejumlah adegan panas kami tadi malam. Tekanan udara mendadak berubah membentuk sesuatu yang berbahaya karenanya.

“Kontrol dirimu, Logan. Kau bukan remaja tanggung yang berusia enam belas lagi. Kau pria tua yang sudah berumur dan punya perhitungan untuk setiap langkah yang kau ambil,” geramku sambil mengibaskan selimut dengan gusar.

Aku berdiri dan meraup kaos baru dari balik lemari dengan perasaan penuh simpati bagi jiwa kekanak-kanakanku yang labil. Memakai baju warna hitam itu dengan terburu-buru. Diam-diam mengasihani diri sendiri, mengutuk gairah yang bermanuver di setiap ruang kosong dalam benakku, mengisinya dengan kebangkitan libido yang begitu menyakitkan pada titik tertentu di tubuhku.

“Aku harus mengguyur kepalaku dengan air dingin,” desisku lirih dan lagi-lagi memaki pikiran kotorku dalam hati.

“Apa kau punya informasi mengenai korban pengeroyokan yang dipukuli Andrew?” tanya Amanda yang serta-merta muncul di dekat nakas, penampilannya sama sederhananya seperti kemarin, jauh lebih rapi dengan model rambut yang digulung ke atas.

Aku membaca ekspresi Amanda yang masih cenderung datar sejenak sebelum kekhawatiran kemudian mengambil alih lapisan emosinya. Dia pasti akan terkejut saat mengetahui fakta baru tentang orang yang dipukuli oleh kakaknya. Harold Duff—keponakan wali kota, calon anggota senat yang juga kenalanku.

“Apa aku harus menyematkan gelar nekat pada Andrew atau justru menyumpahi sikap sembrononya itu, Amanda? Maksudku, dia sangat bodoh dan salah memilih lawan. Harold Duff. Dia membuat dua gigi depan pria flamboyan itu patah,” balasku merendahkan suara, berusaha menahan diri agar tidak mengata-ngatai kakaknya, dan membuat dia tersinggung.

“Harold Duff? Harold Duff yang itu? Apa kau serius?”

Aku mampu menangkap getar histeria yang merambati respons Amanda sekarang. Namun, aku mengabaikannya dan memutuskan untuk mengenakan celana pendekku sebelum kembali berbalik memusatkan segenap perhatianku padanya. Apa dia juga mampu melihat emosi yang mengintip lewat sorot mataku?

“Jika Harold Duff yang kau maksud calon anggota senat tahun ini, maka kau benar.”

Bibir Amanda yang tidak diolesi pelembab setengah terbuka. Ada kesiap tipis yang mengisyaratkan bahwa dia tidak pernah menduga bahwa Andrew akan membuat masalah sebesar itu dalam hidup mereka. Berita yang luar biasa untuk mengacaukan hari, bukan?

“Harold sempat mengajukan tuntutan pada Andrew, tetapi pengacaraku melakukan negosiasi dan sudah mengatasinya dengan membayar kompensasi sebagai ganti rugi. Harold setuju untuk mencabut gugatan,” jelasku lagi.

Amanda menjilat bibirnya yang terlihat kering dan segera menghamburkan napas lega yang bisa kuperhatikan lewat pergerakan kedua bahunya. Pandangannya menatapku dengan penuh selidik, dia mencium sesuatu yang ganjil, dan aku harus mengakui bahwa para wanita memang jeli dalam mengendus beberapa rahasia yang coba kaum adam tutupi dari mereka.

“Begitu saja? Itu aneh,” komentarnya, kepalanya tampak terteleng miring, sementara satu tangannya terangkat naik menyentuh kening.

“Tidak aneh bila kau punya koneksi luas di jaringan masyarakat,” sesumbarku, lantas berpaling untuk menutup pintu lemari.

“Apa dia—si Harold itu temanmu?” korek Amanda yang masih berjuang menggali sisa informasi dariku.

“Kami cukup akrab. Harold teman kuliahku dahulu.”

“Benarkah? Syukurlah, Andrew tidak akan ditahan. Dia memang idiot dan tidak pernah belajar dari pengalaman,” bisiknya sambil menghela napas yang jauh lebih leluasa sekarang.

Aku kemudian memutar pinggang menghadapi wajah Amanda lagi, mengukur seberapa dalam ketenangan diri yang dia punya, dan akan menyerangnya dengan sebaris kalimat jahat. “Kau berutang dua puluh ribu dolar padaku, Amanda. Apa kau akan membayarnya dengan mencicil atau dilunasi secara penuh?”

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hot Sugar Daddy   Bab Ekstra - Permulaan Baru

    POV Logan"Siapa yang menelepon di pukul enam pagi?" Aku menggeram dari balik bantal yang menutupi kepala, sepasang mataku lalu mengintip dari samping, mengawasi gerak-gerik Amanda yang sikapnya mendadak berubah ceria."Dari Carissa!" seru Amanda sambil melompat seperti seorang bocah yang baru saja menerima banyak kado di malam Natal.Aku menyingkirkan dua buah bantal yang sengaja kugunakan untuk melindungi wajahku dari cahaya, lantas mendongak menatap Amanda yang senyumnya melebar sekarang. Apa yang membuatnya begitu senang? "Carissa? Temanmu yang bekerja di klub?"Sosok tinggi semampai dengan rambut panjang dan suka mengoceh itu kemudian muncul dalam kepalaku. Aku mengenalnya sebagai kawan akrab Amanda. Kami pernah bertemu beberapa kali sebelumnya."Dia tidak akan bekerja di klub lagi, Logan." Suara Amanda melengking dan membuatku berjengit karenanya."Apa maksudmu? Apa kau akan mengajaknya bekerja di kedaimu?" Satu alisku terangkat menanggapi."Tidak. Dia tidak akan membutuhkannya.

  • Hot Sugar Daddy   Bab Ekstra - Suara-Suara Erotis

    POV Amanda"Aku tidak percaya kita telah melakukannya," bisikku pada Logan, merangkul erat salah satu sisi tubuhnya selepas selesai menutup kedai kopi milik kami, bisnis yang sudah berjalan sukses selama hampir tiga tahun terakhir."Kau yang melakukannya, Amanda. Semuanya berkat kerja kerasmu." Logan meremas bahu kiriku sambil mengangguk."Karena ada kau di dalamnya."Kami saling memandang satu sama lain sebelum akhirnya aku merebahkan kepalaku ke dada Logan. Rasanya masih seperti mimpi. Melihat kehidupanku, kehidupan kami berdua, berjalan lancar persis seperti yang kuharapkan."Carlos dan Breeze baru saja pulang. Menurutmu, apa yang akan kita lakukan selanjutnya?"Carlos adalah pegawai laki-laki yang bekerja pada kami. Masih muda dan baru lulus SMU saat aku merekrutnya untuk bergabung sebagai barista. Breeze merupakan pegawai perempuan yang usianya beberapa tahun lebih tua dari Carlos. Tangguh, sedikit tomboi, dengan keeksentrikan yang kadang-kadang membuatku terkejut dan mulai melih

  • Hot Sugar Daddy   40. Awal Untuk Kita

    POV LoganPersiapanku sempurna. Segala sesuatunya terlihat luar biasa dan aku yakin Amanda akan menyukainya. Rasa gugup yang melanda mendadak membuat tenggorokanku gatal, aku lalu berdeham-deham mengalihkan perhatianku pada sebuah kotak, dari bahan beledu lembut yang kugenggam di balik tangan kiriku."Kau cantik sekali," bisikku kemudian menggoda Amanda yang duduk dengan mata tertutup sehelai kain, yang sengaja kuminta pada seorang pelayan, setelah mengantar sampanye yang tadi kupesan."Kau sudah mengatakannya di dalam mobil." Amanda terkekeh menggenggam jemariku yang menyentuh kedua sisi wajahnya."Kuharap kau tidak akan bosan mendengarnya sebab aku suka memujimu dan yeah, Amanda, kau memang cantik. Sangat." Aku kembali berbisik, mengusap bibir bawahnya yang dilapisi lipstik warna lembut dengan ibu jariku, menikmati setiap reaksi yang dia tunjukkan."Kau coba membuatku tersipu?" kata Amanda yang lagi-lagi memamerkan senyumnya."Dan sepertinya berhasil? Sekarang, kau harus berbalik ke

  • Hot Sugar Daddy   39. "Gadis nakalku."

    POV Amanda"Sudah bangun, Tuan Putri? Bagaimana perasaanmu?" tanya Logan sambil mengecup ringan puncak kepalaku dan satu tangannya kemudian beralih melingkari perutku.Aku bergumam dari sela-sela kuapku. Mendengar suara derit pegas ranjang yang berderak oleh bobot tubuh Logan yang berguling ke samping. Aku lalu menoleh, melihat otot-ototnya yang liat menerbitkan gelenyar aneh di perutku, dan mengawasi gerak-gerik Logan lebih lama dari biasanya."Menikmati yang kau lihat, little one?" goda Logan yang mengerling sekilas, lantas menyambar sehelai celana pendek dari dalam lemari di sudut kamar."Yeah, pemandangan yang bagus.""Mau mandi bersama? Setelah itu kita akan pergi ke suatu tempat."Aku menggigit bibir. Membayangkan tempat seperti apa yang Logan maksud. "Suatu tempat?""Kau akan menyukainya." Logan kembali mengambil dua helai handuk baru dan memamerkan senyumnya."Yang mana?" tanyaku menatap Logan tanpa berkedip."Dua-duanya?" Satu alis Logan menukik ke atas."Penawaran yang perta

  • Hot Sugar Daddy   38. "Let me taste you, Daddy."

    POV Logan Lidahku mencari titik yang tepat untuk menaklukkan Amanda dan aku segera menemukannya. Kedua paha Amanda menegang selama beberapa waktu sebelum tubuhnya mengejang penuh penerimaan. Punggung Amanda sontak membusur kala gelombang itu datang menyapunya. Aku mendengar Amanda mengudarakan erangan parau yang panjang dan memacu semangatku untuk membuatnya meneriakkan namaku di sela-sela pelepasan. Menyaksikan Amanda menggelinjang hebat mendadak membuat dadaku sesak oleh rasa bangga yang tidak terbantahkan. Bersumpah akan melimpahinya kenikmatan sebanyak mungkin. “Lo-Logan... Logan...” geram Amanda terbata-bata, jemarinya mencengkeram erat rambutku, memegang sisa kendali dirinya yang begitu rapuh. “Panggil aku dengan benar,” desisku sambil menonton Amanda menggeliat melalui kakinya. Kepala Amanda kembali mendongak dan bibirnya yang gemetar meracau tentang sesuatu yang kotor. Dia mengerang lebih panjang, lebih parau, lebih erotis. Membuatku mengecap lebih banyak rasa dirinya di

  • Hot Sugar Daddy   37. "Spread your legs and moan for Daddy."

    POV Amanda“Kedua, aku ingin mendengar kau menyebut namaku saat kau klimaks di bibirku.” Logan membisikkannya dengan suara berat, menyentuh lembut garis rahangku menggunakan bibirnya, mengirimkan gelenyar aneh yang kukenali itu ke perutku.“Dan ketiga, aku akan membuatmu merasakan diriku seutuhnya.” Logan kembali berbisik dengan nada yang lebih kasar, seolah-olah pengendalian diri yang selalu dibanggakan olehnya habis meleleh di bawah kakiku.Darahku berdesir hebat sewaktu Logan mendorongku ke salah satu pilar. Tangannya langsung bergerak membebaskan kancing celana pendekku dan membuat kain dari bahan denim itu seketika meluncur melewati kedua kakiku. Aku menggeram sewaktu jemari Logan menyusup ke balik pelindung terakhir yang masih kukenakan. “Sial, Amanda. Kau basah sekali. Kau akan membuatku mati karena terangsang,” umpatnya kemudian. Aku melihat bibir Logan gemetar dan mendengus sebelum satu jarinya berpindah ke celah yang lebih pribadi. Kesiapku sontak mengudara. Punggungku me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status