Share

BAB VI

Semalaman Jasmine tak bisa tidur, pikirannya dipenuhi dengan berbagai ekspektasi jika dia jadi pergi bersama Darren. Hari Minggu yang biasanya menjadi hari yang ditunggu-tunggu Jasmine dan hari yang paling disenangi Jasmine selain hari Sabtu, tetapi lain dengan hari Minggu ini. Rasanya Jasmine ingin sekali mengutuk hari ini. Jasmine tak menginginkan hari ini, bahkan Jasmine sangat rela jika hari ini langsung berganti hari Senin.

“Ya Tuhan malas sekali rasanya,” gumam Jasmine masih dengan posisi rebahan di tempat tidurnya dan masih dengan selimut menutupi tubuhnya yang sedang mengenakan baju tidur dengan model setelan dengan atasan lengan pendek dan bawahan celana di atas lutut dengan bahan satin dan berwarna hitam.

Jasmine meraih handphonenya yang semalam ia letakkan di meja kecil yang terletak tepat di samping tempat tidurnya. Dilihatnya waktu yang tertera di layer handphonenya yang saat ini menunjukkan pukul 08.30. Jasmine yang baru bisa memejamkan matanya pukul 04.00 pagi tadi, masih merasakan rasa kantuk yang luar biasa ditambah dengan rasa malas yang menyelimuti hatinya. Enggan sekali rasanya untuk Jasmine meninggalkan tempat tidurnya bahkan untuk sekedar berjalan ke kamar mandi yang berada di dalam kamarnya itu pun dia merasa malas.

Tok tok tok

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamar Jasmine, saat Jasmine masih dengan posisi bermalas-malasan di tempat tidurnya sembari memainkan handphone miliknya.

“Iya?” seru Jasmine dari dalam kamarnya dengan nada yang tak bersemangat.

“Neng Iyas? Neng? Neng Iyas sudah bangun belum?” ujar suara perempuan dari balik pintu kamar Jasmine.

“Mbak Diyah ya? Sudah daritadi, mbak. Ada apa?” seru Jasmine sembari memastikan bahwa suara perempuan itu adalah suara Diyah, Asisten Rumah Tangga yang sudah ikut bekerja dengan keluarga Jasmine selama kurang lebih 6 tahun. Sejak bekerja di rumah Jasmine, Diyah juga yang memanggil Jasmine dengan panggilan kecil Jasmine, Iyas.

Dengan malas-malasan, Jasmine beranjak dari tempat tidurnya menuju pintu kamarnya. Sesaat setelah Jasmine membuka pintu kamarnya, sosok perempuan yang biasa dipanggil Mbak Diyah itu muncul tepat berada di depannya saat ini.

“Neng Iyas, tadi ibu sama Mas Dani nitip pesen sama Mbak Diyah, katanya kalau Neng Iyas sudah bangun diminta telepon ibu,” ujar Diyah.

“Lha mama sama Mas Dani nggak di rumah, mbak? Pagi-pagi begini mereka kemana? Kok pada pergi nggak bangunin aku?” ujar Jasmine sembari mengedarkan padangannya ke seluruh penjuru rumah yang dapat tertangkap pandangan matanya saat ini.

“Ibu sama Mas Dani ada janjian meeting sama klien di kantor, neng. Tadi ibu bilang kliennya minta meeting sekalian sarapan pagi,” ujar Diyah.

“Lha ? Kok nggak bilang saya?” ujar Jasmine dengan nada sedikit kaget. Jasmine yang biasanya malas untuk urusan meeting dengan klien perusahaan travel milik almarhum papanya itu, saat ini kalau bisa dia ingin sekali ikut dengan Ana dan Dani agar bisa menghindar dari Darren.

“Neng Iyas tadi masih tidur. Ibu tidak mau mengganggu tidurnya Neng Iyas,”

“Mbak Diyah ke bawah dulu ya, neng. Neng Iyas kalau mau sarapan, Mbak Diyah tadi masak nasi goreng. Sudah siap di meja makan,” ujar Diyah sembari berpamitan untuk melanjutkan pekerjaannya di bawah.

Setelah Diyah turun ke lantai bawah, Jasmine kembali masuk ke kamarnya. Sesaat dia melirik jam dinding yang menempel di tembok kamarnya. Dilihatnya saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 sedangkan seperti apa yang dikatakan Darren kemarin, tepat pukul 10.00 dia harus sudah bersiap karena Darren akan menjemputnya. Dengan langkah gontai, Jasmine menuju kamar mandinya untuk mandi dan bersiap-siap .

Beberapa saat kemudian, setelah Jasmine selesai mandi, ponsel miliknya yang dia letakkan di atas meja rias berdering. Dilihatnya nama Mama Sayang yang ada di balon notifikasi panggilan w******p di handphonenya. Tak perlu menunggu lama, segera Jasmine menerima panggilan telepon itu.

“Halo?” ujar Jasmine ketika pertama menerima panggilan telepon dari Ana.

“Jasmine sudah bangun, nak?” ujar Ana.

“Sudah daritadi, ma. Mama sama Mas Dani kok pergi nggak bilang-bilang sih?” ujar Jasmine dengan nada kesal karena merasa ditinggalkan oleh Ana dan Dani.

“Jasmine kan tadi masih tidur, mama tidak mau mengganggu tidur Jasmine,” ujar Ana dengan nada bicaranya yang lembut dan sangat khas.

“Tapi kan kalau tau mama sama Mas Dani mau pergi, Jasmine mau ikut! Mama semalem juga nggak bilang kalau mau pergi” ujar Jasmine saat ini dengan nada sedikit merengek.

“Lho, biasanya Jasmine kalau mama sama Mas Dani ada urusan bisnis, jarang sekali mau ikut?” ujar Ana dengan nada sedikit kaget mendengar anak perempuannya itu merengek minta ikut. Karena seperti yang selama ini Ana tahu bahwa Jasmine sangat enggan ikut campur masalah yang menyangkut perusahaan travel keluarganya itu. Jasmine ingin membuktikan bahwa dia bisa mandiri. Selain itu, Jasmine berpikir bahwa Ana dan Dani saja sudah cukup untuk mengelola perusahaan itu.

“Siapa bilang? Jasmine beberapa kali juga ikut kok. Lagian hari ini mendingan Jasmine ikut mama sama Mas Dani deh,” ujar Jasmine masih dengan nada merengek.

“Ya sudah, lain kali Jasmine ikut ya, nak. Sudah jangan merengek seperti itu! Nanti mama belikan makanan kesukaan Jasmine ya untuk makan malam. Mama dan Mas Dani kemungkinan maghrib baru sampai rumah,” ujar Ana.

“Kenapa lama sekali perginya?” ujar Jasmine kaget mendengar bahwa mama dan kakaknya pergi dengan waktu yang cukup lama.

“Hari ini mama dan Mas Dani mengurus tender penting dengan nilai yang cukup besar dan klien ini maunya kami berdua yang turun langsung ke lapangan. Nah, urusan tender ini sepertinya akan memakan banyak waktu. Kalau saja dapat diwakilkan oleh asisten di kantor, mama juga lebih memilih di rumah saja,” ujar Ana menjelaskan panjang lebar tentang pertemuan bisnis dengan kliennya hari ini.

“Hmm, mau bagaimana lagi. Ya sudah kalau begitu,” ujar Jasmine dengan nada yang tidak bersemangat sama sekali.

“Ya sudah, Jasmine hati-hati di rumah, kalau Jasmine mau pergi kemana-mana pamit sama Mbak Diyah dan hubungi mama pake w******p!” ujar Ana yang kemudian mematikan panggilan teleponnya.

Jasmine menatap dirinya lekat-lekat di cermin yang berada di meja riasnya. “Haruskah aku benar-benar pergi dengan Darren ?” gumam Jasmine. Sampai saat ini, Jasmine masih belum yakin untuk pergi dengan Darren. Bahkan tas belanja bingkisan dari Darren kemaren, belum dibukanya sama sekali.

Tak lama kemudian Jasmine mandi dan bersiap-siap. Saat Jasmine sedang mulai bersiap-siap, terlintas keinginan untuk mengembalikan seluruh barang bingkisan yang diberikan oleh Darren dan membatalkan untuk pergi dengan Darren. Saat Jasmine sedang larut dengan pikiran yang memenuhi kepalanya, terdengar suara seseorang mengetuk pintu kamar Jasmine.

Tok tok tok

“Permisi, Neng Iyas,” ujar Diyah.

“Iya Mbak Diyah?” ujar Jasmine sembari meneruskan bersiap-siap di depan meja riasnya.

“Di bawah ada tamu mencari Neng Iyas,” ujar Diyah memberitahukan bahwa ada tamu yang mencari Jasmine sedang menunggu di bawah.

“Siapa mbak?” ujar Jasmine menghentikan aktivitas berdandannya sejenak.

“Laki-laki, neng. Ganteng, wangi. Sepertinya baru pertama kali Mbak Diyah lihat orang itu datang ke rumah,” ujar Diyah menjelaskan ciri-ciri tamu yang mencari Jasmine.

“Ya ampun, Mbak Diyah lupa tanya, neng. Itu tamunya duduk di bangku teras ya, neng. Mbak Diyah turun dulu,” ujar Diyah lagi sembari meninggalkan pintu kamar Jasmine.

Jasmine kembali meneruskan berdandan sembari berpikir siapa laki-laki yang datang menemuinya itu. “Apa itu Darren?” gumam Jasmine.

Tak lama, setelah selesai Jasmine selesai berdandan, akhirnya Jasmine membuka semua tas belanja yang diberikan Darren. Setelah Jasmine mengeluarkan isi dari semua tas belanja itu, Jasmine tak langsung memakainya. Jasmine berdiri mematung sembari memandangi semua barang-barang yang diberikan Darren padanya itu. Barang yang terdiri dari blazer, celana jeans, tas jinjing, sepatu flat, dan jam tangan ada di depan matanya saat ini.

Setelah memandangi barang-barang itu selama beberapa saat, Jasmine pun akhirnya memutuskan untuk mengenakan semua barang yang diberikan oleh Darren. Blazer berwarna hitam dengan motif yang khas sebuah merk kelas atas dipadukan dengan atasan polos lengan pendek berwarna putih dan celana jeans serta tas jinjing dengan warna hitam membuat penampilan Jasmine kali ini terlihat sangat elegan, seperti Jasmine sehari-hari. Akan tetapi yang membedakannya kali ini adalah merk yang dikenakan, tak pernah Jasmine sebelumnya mengenakan pakaian dengan harga yang tak masuk akal. Tak lupa sepatu flat berwarna hitam dengan hiasan berwarna gold yang senada dengan tas yang dipakai oleh Jasmine melengkapi penampilannya hari ini.

Sebelum meninggalkan kamarnya, Jasmine tak lupa menyemprotkan parfum dengan aroma wangi yang powdery, fruity, lembut, segar dan sensual yang mampu memikat setiap orang yang dapat mencium aromanya.

Jasmine menuruni anak tangga dengan hati-hati sembari mencoba melihat sosok laki-laki yang duduk di teras rumahnya.

“Kalau benar itu Darren, berani sekali dia datang ke rumah, kalau ada Mas Dani kan bisa jadi masalah,” ujar Jasmine dengan nada sangat lirih.

Sesampainya Jasmine di pintu yang menghubungkan antara teras dengan ruang tamunya, terlihat sosok laki-laki seperti yang ia kenal. Laki-laki dengan perawakan tubuh yang atletis dengan kulitnya yang eksotis mengenakan kemeja hitam lengan panjang serta celana Panjang jeans yang terlihat senada dengan pakaian yang dikenakan oleh Jasmine. Darren betul-betul terlihat sangat tampan bahkan belum juga Jasmine berhadapan langsung dengannya, Jasmine sudah gemetar karena sangat gugup.

“Ya Tuhan Jasmine! Kamu betul-betul sangat cantik,” ujar laki-laki yang menunggunya itu. Laki-laki itu memperhatikan Jasmine mulai dari ujung kepala Jasmine hingga ujung kaki Jasmine.

Benar seperti dugaan Jasmine bahwa laki-laki itu adalah Darren. “Tak usah berlebihan!” ujar Jasmine dengan nada sedikit sewot. Jasmine bersikap demikian untuk menutupi rasa gugupnya. Sebenarnya saat ini Jasmine merasa sangat gugup dan salah tingkah.

“Tak ada kata berlebihan untuk wanita yang cantiknya melebihi seorang bidadari,” ujar Darren masih tak berhenti memperhatikan wanita yang saat ini berdiri dihadapannya itu.

“Kak Dey, aku mohon!” ujar Jasmine memohon agar Darren tak lagi membuatnya bertambah gugup dan salah tingkah.

“Sayang, aku mohon, jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi! Kita sudah berpacaran sekarang, aku tak ingin mendengarmu memanggilku dengan sebutan kakak! Aku bukan kakakmu ya,” ujar Darren memohon pada Jasmine untuk memanggilnya dengan sebutan yang lebih mesra.

Jasmine yang masih sangat gugup dan salah tingkah itu tak menggubris apa yang dikatakan Darren.

“Sebeneranya, kita mau kemana?” ujar Jasmine berusaha mengalihkan pembicaraan agar Darren tak membuatnya lebih gugup lagi.

“Nanti kamu juga akan tahu. Yuk! Keburu siang,” ujar Darren mengajak Jasmine untuk segera masuk ke dalam mobilnya.

“Sebentar, aku pamit sama Mbak Diyah dulu,” Jasmine masuk ke dalam rumah dan mencari Diyah untuk berpamitan. Tak lama kemudian, Jasmine sudah berada di teras rumahnya lagi.

“Yuk!” Darren mengajak Jasmine untuk segera ke mobilnya. Darren membukakan pintu mobilnya dan mempersilahkan Jasmine untuk duduk di bangku penumpang yang berada di sebelah bangku sopir. Setelah menutupkan pintu untuk Jasmine, Darren bergegas untuk masuk ke dalam mobilnya dan duduk di bangku sopir.

“Kamu sudah siap sayang? Kamu pasti belum sarapan kan? Sekarang kita akan makan dulu ya,” ujar Darren sembari menyalakan mesin mobilnya.

Jasmine duduk mematung. Dia hanya bisa pasrah dan mengikuti kemana Darren akan membawanya pergi sekarang. Jasmine yang duduk tepat di samping bangku kemudi tempat dimana Darren duduk dan mengemudikan mobilnya mulai merasakan debaran-debaran yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Sepertinya Jasmine mulai menaruh hati pada Darren.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status