Share

“Lima: Sebuah Sambutan”

Satu Minggu lebih sudah Geovani menginjakan kakinya di Bali. Segala macam kuliner sudah ia cicip bersama Drea. Kini, tibalah saat mereka harus kembali ke kota asal.

"Eh!!? Geo, Geo, Geo!!! Sini, deh!" Geovani yang sangat sibuk mengurusi kopernya tidak terlalu fokus dengan suara Drea. Hingga akhirnya Drea mengulurkan layar ponselnya tepat ke depan wajah Geovani.

"Apa ini?"

"Ini Gumelar lagi nunggu kita di pantai, mau ucapin salam perpisahan kali. Yuk, ke sana!"

"Ih, lebay banget, sih. Kamu saja sana, saya sibuk."

"Gak mau! Pokoknya lo anterin gue, Geo, anterin gueeeeee!" Percakapan itu pun berulang-ulang sampai Drea merasa jengah dan membuka kartunya sendiri.

"Gue jadian sama Gumelar!" Sontak, Geovani langsung menoleh menatapnya. Melihat Drea yang berwajah merah, sudah dipastikan ia tidak sedang berbohong.

"Sejak kapan?"

"Setelah kita makan malam pertama kali." Geovani menutup mulutnya, berekspresi sangat dramatis. "Makanya, lo anterin gue! Gue bakalan LDR, nih, ah!"

Geovani merasa tidak tega mendengar rengekan sahabatnya. Kalau sudah begini, mau tidak mau ia menuruti Drea.

"Ya sudah. Jangan lama-lama, ya." Senang bukan main Drea, gadis itu langsung menarik lengan sahabatnya ke luar kamar.

***

"Di mana, sih, Dre? Jangan-jangan dia berbohong," ujar Geovani tanpa merasa berdosa.

"Gak lah, orang tadi dia kirim foto, kok." Drea menyipitkan matanya seraya melihat sekeliling. "Nah! Itu! Yuk."

"Eh, tunggu!"

"Apaaaa?"

"Kok ada dua orang?"

"Paling Giovano, siapa lagi?" Geovani terbelalak. Ia spontan menarik lengannya dari tangan Drea, membuat Drea heran.

"Gak! Sa-saya antar sampai sini aja! Bubye!" Secepat mungkin Geovani berlari meninggalkan Drea.

"Loh, loh ... Geo!!! Ck! Pokoknya lo punya utang cerita sama gue!"

Drea merapikan sebentar pakaiannya, juga rambutnya, lalu mulai berjalan santai menuju Gumelar yang tidak jauh dari tempatnya.

"Hai!" Gumelar berbalik badan, mendapati gadisnya yang cantik bersemu-semu.

"Hai, Drea." Gumelar tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Drea, sangat takjub seperti melihat peri.

Kemudian, seseorang di samping Gumelar ikut menoleh.

"Ah, aku kira Giovano," tukas Drea sambil menunjuk orang itu.

"Bukan, dia Pal, kenang-kenangan dariku untukmu. Kalau Giovano tadi ada, tapi dari waktu dia mau beli minum, belum balik lagi."

Area sekitar Drea menjadi ramai setelah Pal memanggil beberapa temannya. Musik dinyalakan, dan gerombolan Pal melakukan dancing mengelilingi Drea dan Gumelar.

Drea, gadis itu tidak bisa menutupi semburat merah pada wajahnya, terutama ketika Gumelar memasangkan cincin di jari manisnya. Bahkan, alunan musik tidak lagi Drea dengar saking gaduhnya detak jantungnya.

***

Alih-alih menemani Drea, Geovani malah meninggalkan sahabatnya. Ingin kembali ke hotel pun ia ragu, takut Tante Rachel menanyakan keberadaan Drea, sedangkan gadis itu baru membocorkan hubungannya ke Geovani saja.

"Kalau dari situ kemungkinan bisa melihat Drea jika kembali," gumamnya seraya berpikir. Ia meminjam bangku yang berada di depan ruko tutup. Kepada siapa ia meminjam? Alam. Ya, ia hanya berbisik pada udara sebelum menduduki bangku tersebut, seperti: Bangku siapa di sini? Saya pinjam, ya. Sesama makhluk Tuhan harus saling membantu.

Begitulah izinnya. Geovani mengeluarkan ponselnya untuk mengusir bosan. Rupanya hari ini grup kelasnya ramai.

Audrey: "Hoy! Ada hotnews!"

Bela: "Apa tuh?"

Cecilia: "Wah! Grupnya aktif lagi setelah hiatus berminggu-minggu."

Dika: "knp ni rm2? Gngg w lg gmng aj."

Eva: "Hah? Apaan, sih, Dik?"

Faris: "Ada apaan ini? Jangan dinodai lagi grup yang udah suci dengan gibahan, woy!"

Galang: "@Audrey Mau kasih tau apaan?"

Hasan: "@Eva Kenapa ini rame-rame? Ganggu gue lagi gaming aja."

Eva: "Oalah. Wkwk, kemampuan translating lo makin berkembang, ya. Dulu bahasa Inggris, Arab, sama Jepang, sekarang bahasa Alien."

Cecilia: "@Eva Dia kalau makan dicampur baking soda, makanya ngembang gitu kemampuannya."

Galang: "@Audrey Lo mau kasih tau apa, sih?!"

Eva: "Pantes. Tapi, kok lo tau, Cil? Jangan-jangan lo yang kasih contoh?"

Hasan: "Yah, kan, ditinggal bentar langsung gibahin cogan."

Cecilia: "Iya, cogan = Cowo Gampangan, wkwk."

Galang left

Faris: "Mamp*s! @Audrey si Galang baper kan dikacangin."

Bela: "Menyimak dengan elegan."

Audrey: "Demi Alek, Guys! Sorry, gue habis ke warung ಥ‿ಥ"

Eva: "Ya udah, lo mau kasih tau apa tadi?"

Audrey: "Most wanted Daksa Jingga udah punya Inst*gram!"

Bela: "Serius, lo?! Dari mana?"

Audrey: "Tadi gue iseng aja cari akun doi, eh malah ketemu. Jadi gue jadiin sedekah aja bagi-bagi ke kalian."

Eva: "Namanya apaaaaa?!"

Audrey: "@danerl04"

Cecilia: "Auto buka Inst*gram."

Hasan: "Dasar cewek-_ @Geovani tumben gak nimbrung, biasanya dia yang paling semangat."

Faris: "Dia lagi liburan sama si @Drea ke Bali, an*ayani."

Eva: "@Geovani beruntung banget, lo!!! Sna*gram Daniel kampus lo nanti masa!!!"

Bela: "Rasa ingin pindah kampus 📈."

Geovani terbelalak membaca obrolan di grup kelasnya. Dua kabar bagus ini pasti datang sebagai bayaran atas kebaikan hatinya. Seperti teman-teman lainnya, ia lekas mencari akun Daniel, walaupun teringat kejadian memalukan itu.

"Wah! Saya satu kampus sama Daniel? Ya Tuhan," gumamnya di depan layar ponsel yang memperlihatkan snap Daniel.

"Jadi cuma angkut yang itu?" Tiba-tiba, suara serak itu mengusik ketenangannya. Suara yang tidak asing, sebab suara itu termasuk sejarah hidupnya yang tidak akan pernah terlupakan.

Geovani mendongak, melihat seseorang yang tidak jauh dari tempatnya. Benar, itu Giovano.

Sebenarnya, ia masih di antara yakin dan tidak yakin jika laki-laki itu adalah sosok yang sempat ia nyatakan suka di hari kelulusan. Namun, dari suara, lebar bahu, dan matanya mirip sekali dengan orang itu. Ditambah fakta dari Gumelar kalau Giovano adalah siswa Daksa Biru juga, opininya semakin kuat.

Sekarang Geovani penasaran dengan Giovano, apa yang dilakukan laki-laki itu? Terlebih di Bali. Ia bangun dan mengikuti langkah Giovano diam-diam. Ternyata Giovano bekerja sebagai kuli angkut. Akan tetapi, hanya satu kali angkut, kemudian pulang? Duh, semakin penasaran! Geovani mengikutinya memasuki suatu gang yang terhitung sepi. Ia memberi jarak sepuluh langkah dari Giovano.

"Mau ke mana, sih?" bisik Geovani sambil terus berjalan. Kedua alisnya terangkat ketika Giovano belok kanan memasuki gang lain. Takut tertinggal, ia mempercepat langkahnya.

"HUWAAA!" Apa Giovano sengaja menjebaknya? Laki-laki itu berdiri menyandarkan tubuh di tembok tepat satu langkah setelah cengkokan jalan.

Okay. Itu bukan hal penting. Sekarang bagaimana Geovani menjelaskan kepada Giovano tentang aksinya?

Seperti biasa, Giovano menatap nyalang Geovani dengan wajah yang tertutup masker separuh.

"Sa–saya salah jalan. Maaf," lirihnya sambil membungkuk. Dalam hati, Geovani merutuki mulutnya yang mengucap 'maaf', membuat dirinya refleks membungkuk.

"Gue peringatkan, ini yang terakhir. Jangan ganggu gue lagi!" ucapnya ketus, lalu melenggang pergi entah ke mana.

'Jangan ganggu gue lagi!'

Geovani menengguk ludahnya kasar. Sepertinya opini gadis itu benar bahwa Giovano adalah orang yang ia nyatakan suka di hari kelulusan lalu.

Ia mengertakan giginya, berpikir kalau Giovano mengira dirinya suka. Seharusnya tadi ia jelaskan terang-terangan tentang kesalahpahaman kemarin. Namun, mengingat mereka sudah tidak satu gedung belajar lagi, sebaiknya Geovani lupakan saja. Toh, menurutnya tidak akan ada pertemuan lagi.

Atau justru pertemuan hari ini sebagai sambutan dari pertemuan-pertemuan di hari esok?

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status