Awas Typo:) Happy Reading .... *** Jadi sebenarnya adegan seperti apa yang membuat Regina sadar bahwa suaminya adalah tipikal pria diam-diam perhatian? Baik, sekarang akan dijelaskan sambil menunggu Raymond yang sedang mandi. Wait-wait, pukul berapa sekarang? Di mana mereka? Sekarang pukul sebelas malam, dan sekarang mereka baru sampai di kamar hotel. Well, begitu sampai Raymond langsung bertanya siapa yang ingin duluan mandi, dikarenakan Regina masih sangat lelah, ia belum sanggup berdiri lagi maka dengan segala hormat dia persilakan Raymond menggunakan kamar mandi. "Hiks ..., hiks ...." Sedang dia justru menangis di sini, di atas ranjang. "Sakit banget kakinya hiks ...." Benar, semua itu karena kaki Regina sangat berdenyut. Jujur dia paling sensitif dibagian kaki, kalau daerah itu sudah sakit maka jangan heran Regina bisa menangis terisak-isak, bahkan pernah sampai tidak bisa tidur satu malaman. Masih duduk di atas ranjang, Regina membawa kedua kakinya selonjoran, lantas kedua
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Cup. Bibir Raymond mendarat ke atas dahi Regina yang sudah terlelap nyenyak. Memejamkan mata, telapak tangan kiri Raymond yang sedari tadi menepuk-nepuk punggung istrinya belum berhenti, masih menyalurkan ketenangan agar si istri lebih nyenyak lagi dalam beristirahat. Resah, itulah yang Raymond rasakan sedari mendengar isak Regina dari dalam kamar mandi, sangat amat resah lebih tepatnya. Bagaimana tidak? Seumur-umur dia mengenal kaum hawa satu ini, Regina Adinda Putri belum pernah menangis. Bahkan saat Raymond menjajah tubuhnya di kamar utama Regina tidak menangis. Tapi, bisa-bisanya tadi sampai terisak-isak, terbatuk-batuk. Sungguh membuat jantung Raymond ingin lepas dari tempat. Memang bunda sudah menenangkannya saat ditelepon tadi, mengatakan itu biasa, Regina memang akan sangat cengeng bila berurusan dengan kaki, juga Raymond disuruh bersiap-siap, dapat bunda pastikan tanggal tamu bulanan Regina sudah mendekat. Entah apa alasan bunda menga
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Udah sembuh, Abang, udah," ujar Regina, "Nih-nih lihat," lanjut menghentak-hentakan kedua kakinya. "Diam di tempat." Naas Raymond mengeluarkan nada tegas tak terbantahkan yang ia miliki. "Abang, kita mau liburan satu bulan full? Enggak, 'kan? Jadi tolong bantu aku untuk menikmati waktu yang ada ini, bukan untuk bersemedi di dalam kamar tapi jalan-jalan!" "Duduk dan diam, besok kita lanjutkan." Tatapan Raymond terlihat sangar garang. "Abang ...," merengek sudah si istri. "Kali ini tidak, kamu tidak ingat? Turuti perintahku selama satu hari." Sialan! Kalau begini terbungkam sudah mulut Regina, mau berkata apa lagi dia? Mana bisa membantah huh! "Ck!" Bersama decakan kesal kembali naik lah wanita itu ke atas ranjang, ia tarik selimut menutupi seluruh tubuhnya hingga kepala. Raymond yang duduk di sofa dekat balkon hotel hanya melirik kecil, setelah itu kembali membaca majalah yang sedari tadi ada di atas pangkuannya. Hening, tidak ada suara da
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Jantung Regina serasa jatuh dari tempat detik mendengar kalimat Raymond. "Ma-maksudnya?" gagap, Regina meminta penjelasan. "Abang jatuh hati sama siapa?! Jatuh cinta sama siapa?! Nggak-nggak, nggak boleh! Abang jahat!" Setelah meminta penjelasan Regina justru berdiri dan memborong semua pertanyaan, berdiri tegak di depan Raymond yang masih duduk dengan sangat tenang. "Abang, selingkuh ya? Bisa-bisanya belum sayang sama istri tapi sudah jatuh hati sama wanita lain?! Ya Tuhan astaga." Kehabisan kata, nyonya muda William itu berkacak pinggang, memasang mimik super duper garang. Sialnya sudah begitu pun Raymond tetap pasang wajah tenang, tidak ada kepanikan. Pria itu malah memilih ,enjangkau pergelangan tangan kiri Regina, menarik tubuh si istri agar merapat dengannya, bahkan Regina sudah jatuh duduk ke atas pangkuan Raymond. Saling menatap, satu mendunga dan satu menunduk, tuan dan nyonya muda William agaknya suka sekali adegan seperti ini, bukan-
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Why? Regina sangat ingin mempertanyakan itu kepada Raymond, kenapa si pria belum siap memiliki anak? Apa salahnya? Umur mereka sudah sangat cukup bukan? Tapi, Regina malas berdebat jadilah ia teguk pil pencegah kehamilan itu. Selama mereka honeymoon Regina memang membawa pil, nanti jika mereka sudah ada di Melbourne, Raymond sudah memilih dokter pribadi yang akan menangani masalah ini. "Sudah?" Regina mendunga, menatap Raymond yang sudah memakai bokser tanpa baju. "Sudah, Abang," jawab wanita itu tersenyum manis, menjulurkan kedua tangannya. Sudah pasti hal pertama yang Raymond lalukan adalah menarik gelas di tangan Regina, lalu meletakan ke atas nakas. Barulah setelah itu ia sambut kedua tangan istrinya, mereka butuh tidur agar besok bisa melanjutkan perjalanan honeymoon yang terlalu banyak ini itunya. "Jangan sakit lagi," bisik Raymond membenarkan letak kepala Regina di atas lengannya. "Siap laksanakan, Kapten." ***** "Egh ...." Namun,
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Aku akan lebih sering berdecak," bisik Regina menarik handuk yang menutupi tubuh polosnya. Setelah menerima hukuman wanita itu justru merasa ketagihan, bukan jera atau takut. Sungguh jiwa menantang Regina memang perlu lebih diasah lagi. Raymond memeluk pinggang istrinya dari belakang, padahal Regina sedang ingin berpakaian. "Dan aku akan dengan senang hati mengulang hukuman," balas si suami berbisik tepat di telinga kanan Regina yang tertawa pelan. "Aku mau berpakaian, Abang." "Lakukan saja." Cup. Bibir Raymond mendarat ke atas permukaan kulit bahu Regina. Menggeleng kecil, wanita itu menarik branya, memasang bersama Raymond yang masih betah di posisi. Jika saja, ini masih jika saja, Regina sadar betapa manis suaminya dalam bertindak, mungkin wanita itu akan segera jatuh cinta. Kalimat Raymond boleh singkat, padat, datar. Tapi tindakan yang pria itu lakukan lebih dari itu, ya seperti menuruti mau Regina tentang honeymoon sampai nekat tidak
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Mau tak mau harus mau, jujur Raymond agak bagaimana gitu. Tidak mungkin kesal karena ini musibah, tapi dia memang agak sedikit kesal. Mengatur waktu dirinya tidak gampang, jika dia sudah kembali menyentuh kerjaan alias pergi ke rumah sakit, maka akan sulit untuk cuti. Bye-bye deh liburan. Namun, yasudahlah, toh saat ini mereka sudah melangkah menuju kamar rawat Maria, untuk apa lagi dikeluh kesahkan. "Regina, pelan," ujar Raymond terus menyeimbangkan langkah dengan istrinya yang kebut saja dalam melangkah. Regina tidak menjawab, tidak juga memelankan langkah, oh ya thanks god. Setelah menempuh jam terbang lima jam lebih kini Raymond justru harus mengejar-ngejar istrinya. "Regina." Lagi memperingati, Raymond bukan hanya mengeluhkan diri, dia juga khawatir terhadap kondisi kepala Regina, apa tidak jet lag? Naasnya tetap tidak ada perubahan, si istri tetap saja dengan langkah cepatnya. Raymond jangkau lah pinggang ramping Regina, kalau masih naka
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Kedua kelopak mata Regina terbuka perlahan-lahan, wanita muda yang sudah menjadi seorang istri dari pria gagah itu membawa kepalanya menoleh ke belakang tubuh, tepat di mana sofa berada. "Hah ...." Hela napas, Regina melepas pelukan Maria di tangannya dengan lembut. "Egh ...." Namun sang pemilik tangan merasa terganggu, sedikit mengerang dalam tidur. "Shut," bisik Regina menepuk-nepuk lengan Maria pelan. Regina membutuhkan lima detik, menunggu Maria benar-benar tenang, setelah itu barulah dia membawa tubuh turun dari ranjang. "Ck," berdecak.Suara langkah Regina terdengar, langkah yang sangat lembut. Wanita itu mendekati suaminya, si pria tidur di salah satu sofa, naas sofa itu single sofa bukan double. Karena apa? Yang double diisi oleh Mario. Well, Raymond yang menyuruh pria lebih muda darinya itu untuk menggunakan double sofa saja, jadilah suami Regina terlelap dalam posisi duduk. Begitu sampai di depan tubuh Raymond, Regina menggigit bibir