Ara baru saja sampai di rumah dari kunjungannya ke taman yang baru saja ia temukan. Pertemuannya dengan Vino juga ia momentkan pada hari yang membahagiakan di hidupnya.
Ara melangkah bahagia memasuki pintu lalu menutupnya kembali tanpa ia sadari Bastian sudah berdiri di dekatnya.
"Dari mana saja?" ucap Bastian tanpa komando membuat Ara yang tengah bahagia seketika lansung terkejut.
"Isshh.. Kau mengagetkanku saja.." bentak Ara kesal.
Babas berdecak, ia seketika kesal mendengar jawaban Ara. "Aku tanya kau dari mana saja?" ulang Babas.
Ara melirik Babas curiga, "Apa urusanmu? Tumben kau peduli.."
"Aku serius Ara..."
"Aku juga serius. Sejak kapan kau peduli aku akan ke mana dan dari mana?"
Babas diam mendengar jawaban Ara. "Kenapa kau diam?" tantang Ara kesal.
Babas menatap Ara tajam, "Aku berhak bertanya.." ucap Babas sinis.
"Ck! Atas dasar apa?"
"Atas dasar kau istriku.."
Mendengar kalim
Babas melirik ke arah meja makan. Di mana di sana ada Ara dan teman prianya. Tatapan Babas begitu tajam bahkan membuat Vino salah tingkah."Apa tak apa?" tanya Vino bingung.Ara mengernyitkan keningnya, "Apanya yang tak apa?" tanya Ara balik.Vino melirik ke arah Babas yang tengah menatapnya tajam. Ara mengikuti arah pandang mana Vino lalu berdecih kesal."Ada masalah apa?" tanya Ara pada Babas membuat Babas semakin kesal."Apa teman priamu tak bisa makan di rumahnya? Apa di rumahnya sedang kehabisan beras? Aku akan berikan satu ton untuknya, jadi aku harap dia pulang...!" ucap Babas dengan maksud mengusir.Ara menatap Babas kesal.
Hujan deras mengguyur sekitaran Jakarta siang itu. Suara petir yang menggelegar juga memekakkan terlinga. Langit seolah enggan untuk bersabar menunggu sore atau nanti malam dalam menumpahkan semua sesak pada awan.Dibalik suasana alam, Ara juga merasakan hal yang sama. Hatinya terluka, sakit dan menyesal. Ia menganggap dirinya terlalu murahan. Hati dan pikirannya sungguh tak sejalan.Ke mana Ara yang dulu? Bahkan di dekati pria saja ia tak mau. Tapi sekarang? Kenapa tubuhnya seolah mampu dihipnotis oleh seorang Babas.Kenapa ia tak bisa kasar pada Babas? Padahal dulu saat pertama kali mereka bertemu, Dirinya justru berani menampar Babas di depan umum. Kenapa saat statusnya sudah menikah, ia menjadi sangat lemah. Padahal perlakuan Babas jauh lebih menyakitkan sekarang dari pada yang dul
Ketegangan terjadi di ruang keluarga rumah tersebut. Baik Babas maupun Naima sama-sama terdiam. Apalagi mendengar ancaman Ara pada Naima. Babas melirik Naima dan kembali mengode kekasihnya itu untuk masuk ke kamar.Naima yang kesal langsung berdiri dan berjalan menghentak-hentak di depan Ara.Ara mendelik jengah.Naima yang sudah mendekat pada Ara, dengan kurang ajarnya ia mencoba menjambak rambut Ara namun dengan cepat Ara mengelak lalu menarik tangan Ara kebelakang sebagai respon perlindungan diri."Aaawww..sakiiitt.." teriak Naima meronta.Ara memiting lengan Naima ke belakang dan menempelkan tubuh depan Naima pada sandaran belakang sofa.
Setelah memutuskan panggilan telponnya dengan Raka, Ara langsung berlari menuju lemari pakaiannya. Ia menarik satu tengtop dan satu celana pendek yang hanya menutupi bokongnya saja sedikit.Ia segera menanggalkan semua pakaiannya dan menggantinya dengan yang ia ambil di lemari tadi.Ara juga melepaskan bra nya membuat puncak dadanya terlihat jelas.Melihat penampilannya di cermin, Ara seketika tersenyum puas.Jangan tanyakan bagaimana gugupnya Ara saat ini. Walaupun hatinya puas. Ia hendak berencana menyambut Raka dengan pakaian seperti itu. Setidaknya memberikan sedikit hantaman pada Babas.Setelah terpasang semua, Rena mengikat rambutnya berbentuk sanggul membuat leher jenjangnya t
Haaaahh...Ara menghembuskan nafasnya gusar. Ia melirik ke arah Bastian yang tengah menarik koper besar keluar dari kamarnya. Entah mau kemana pria itu sekarang. Yang jelas saat ia bertanya, Bastian tak memberi tahu sedikitpun.Sudah dua hari ini Bastian tak menyapanya sama sekali. Semenjak insiden ia membawa Raka ke rumahnya dan bertemu dengan Bastian, apalagi insiden Raka mengecup pipinya, Bastian berubah sangat drastis. Pria itu diam sediam-diamnya. Bahkan saat Ara bertanya pun Bastian tak menjawab sama sekali."Kau mau kemana lagi sekarang?" tanya Ara kembali. Namun masih dengan respon yang sama, Babas diam seribu bahasa.Kalian paham seberapa kesalnya Ara sekarang? Saat ia bertanya tapi tak di jawab sama sekali. Kau hanya dianggap seperti patung dan angin lalu.
Babas dan Tian baru saja berangkat. dan selama kedua pria itu pergi ke Jepang, Riani akan menginap di rumah Babas bersama Ara.langit sudah berubah gelap. Riani dan Ara pun baru saja selesai makan malam. mereka sengaja membuat sendiri makanan dan tak ingin memesan dari luar.berada di rumah dengan Riani membuat hidup Ara sedikit lebih baik. setidaknya ia tak bertemu Babas dengan rubah kecilnya di rumah ini.Ara baru saja keluar dari kamarnya. ia membawa beberapa cemilan dari dalam sana lalu berjalan menuju ruang TV tempat Riani menunggu. dari belakang, Ara bisa melihat Riani mengusap perut buncit wanita itu dengan lembut lalu bercaka-cakap sendirian. sungguh, Ara sangat merindukan hal seperti itu terjadi padanya. ia sangat menginginkan dalam rahimnya ada janin yang tumbuh.
Babas melirik ke sebelahnya. Sudah setengah jam yang lalu Tian tertidur di kursi penumpang. Sedangkan dirinya masih saja terjaga. Padahal jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.Perjalanan menuju Jepang masih jauh. Dari Indonesia menuju Jepang membutuhkan waktu 7-8 jam. Dan ini baru memasuki jam ke dua ia duduk di dalam burung besi ini.Ia masih teringat pertanyaan Tian yang sampai saat ini belum bisa ia jawab.Jujur, ia pun bingung, kenapa ia bisa meminta Tian untuk mengajak Riani menemani Ara. Toh Ara jauh lebih kuat dari Riani jika seandainya ada maling memasuki rumah mereka. Tapi ini sangat aneh. Justru ia meminta Riani yang tengah hamil untuk menemani Ara.Jika nanti terjadi apa-apa, tentu sudah bisa ditebak, Ara lah yang akan
Babas tak bisa tidur dengan nyenyak ketika otaknya masih saja memikirkan apa yang Tian katakan padanya.Ia bingung dengan dirinya sendiri. Selama ini ia tak pernah gelisah seperti ini, bahkan saat Naima tak ada kabar pun ia tak gelisah sama sekali.Tapi kenapa sekarang ia dibuat kacau begini. Semua tentang Ara membuatnya gelisah.Babas mengusap wajahnya kasar, ia meraih ponselnya yang ada di dekat bantal lalu membuka kontak chat. Ia mencari nomor Ara lalu menekannya untuk masuk ke ruang Chat.Ara tengah online saat Babas membuka Bar chat tersebut."Dia online dengan siapa?" gumam Babas.Kegelisahan Babas semakin menjadi. Walaupun sa