Yudi sudah tiba di Jakarta menyuruh Bill mengurung Sinta di gudang yang telah dipersiapkan oleh Joe. Joe dan Bill mengikat tangan Sinta kebelakang dan mendudukkannya di atas kursi. Yudi menghubungi Reynar dan memberitahukan kalau ia sudah memiliki bukti - bukti kalau Alana tidak bersalah. “Hei Bill, apa kabar?” tanya Joe. “Kabar baik Joko. Sudah lama yaa kita ga bertemu,” ucap Bill. “Kebiasaanmu deh Bimo kalau memanggil aku itu Joko. Kita itu di Jakarta loh bukan di Wonogiri lagi jadi ojo manggil jenengku Joko to Bim.” Joe menatap Bill kesal. “Ora ono wong juga ki loh. Ora masalahlah aku manggil jenengmu nganggo bohoso Jowo. Kan dewe ki podo - podo asale Wonogiri.” -Tidak ada orang juga nih loh. Jadi ga ada masalahlah aku manggil namamu menggunakan bahasa Jawa. Kan kita sama - sama asal Wonogiri- “Iyo sih, tapi ojo sering - sering. Isin tenan aku. Wis apik ki loh, Joko jadine Joe terus jenengmu yo apik, Bimo jadine Bill. Wis kurang opo meneh toh ki.” -Iya sih, tapi jangan keser
Aira melancarkan aksinya untuk datang ke rumah orang tua Reynar. Ia mengenal Rendi dan Vena karena rumah mereka dulu bertetangga, walau sekarang sudah tidak lagi. Ia teringat pada masa lalunya dengan Reynar, Yudi, dan Martin. Mengingat Yudi membuatnya sangat marah, jengkel karena telah menolaknya. Sedangkan, Martin dulu sudah pernah berhubungan intim dengannya. Lamunan Aira tentang masa kecilnya yang begitu bahagia saat Chester memanggil namanya. “Mami kita ke mana?” tanya Chester penasaran. “Ini rumah siapa Mi?” “Ini rumah kakek dan nenekmu, Che,” ucap Aira lembut. “Kakek, nenek? Bukannya rumah kakek dan nenek ada di sana bukan yang ini.” “Ini rumah orang tua Papimu. Nanti bersikap yang sopan yaa Nak.” Aira menatap putranya dan Chester menganggukan kepalanya menuruti permintaan Aira, Ibunya. Kedatangan Aira ke rumah keluarga Adiwangsa di sambut oleh Vena. Vena dari dulu menyukai Aira, tapi hubungan Aira dan Reynar kandas di tengah jalan. “Apa kabarmu, Aira?” tanya Vena memeluk
Keesokan harinya Reynar berbicara dengan Wildan. Setelah semalaman ia berpikir dengan kematian Felicia dan semua perkataan Sinta tentang keadaan keponakan yang sudah dianggapnya seperti putrinya sendiri. Benarkah kalau Felicia sudah di jalan sebelum ditabrak oleh Sinta? Wildan yang juga sudah mengetahui tentang penyebab kematian Felicia semakin curiga kalau Reva Wijaya lah pelaku sebenarnya. Ia harus memberitahukan pada Reynar bahwa terlalu banyak keganjilan dan Alana harus mendapatkan keadilan. Sudah banyak penderitaan yang dilalui Alana karena dendam yang salah alamat. “Club malam itu milik siapa?” tanya Reynar. “Waktu itu saya sudah menyelidikinya Pak Reynar. Pemiliknya, Wandi Wijaya.” Reynar terperangah tak percaya ternyata pemilik calon ayah mertuanya sendiri. “Loh, bukannya kamu bilang kalau dulu pemiliknya bukan Wandi Wijaya?” “Sebenarnya club malam tersebut dulu milik Pak Rudi sebelum dibeli oleh Wandi Wijaya, tapi untuk administrasinya dan surat menyuratnya masih terdaft
Pagi harinya Reynar menatap wajahnya di depan cermin. Terlihat jelas kantung mata menghitam di matanya, semalam tidak tidur menunggu pagi. Ia bolak-balik melihat jarum jam menantikan kabar dari Yudi dan akan berangkat ke Bali untuk menemui Alana. Sedangkan Yudi malah asik sarapan pagi bersama dengan Julia. “Makasih yaa Om udah gendong aku lagi ke kamar,” ucap Julia mulut yang penuh dengan roti. “Besok kalau kamu mau tidur di lantai lagi jangan merepotkan aku ya. Aku males gendong-gendong kamu, kamu itu berat dan jangan salahkan aku kalau nanti aku gendong kamu dan buang ke tempat sampah bukan tempat tidur lagi,” ucap Yudi dengan santai. Brak! Julia menggebrak meja lalu menatap Yudi kesal. “Om, aku ki wong loh. Ojo seenake dewe main guwak aku ning tempat sampah. Neng ndi to pikiranmu, kowe ki menang gantenge tok! lak omonganmu, cangkemu ki elek men to!” -Om, aku ini orang loh. Jangan seenakmu sendiri buang aku di tempat sampah. Di mana sih pikiranmu, kamu itu hanya menang ganten
Seorang pria tampan dengan wajah sendu berlutut dihadapan wanita yang melihatnya dengan terluka. Sorot mata keduanya sama, saling rindu, tapi terluka. Pria itu memohon maaf atas semua kesalahan yang telah dilakukannya, meminta maaf dengan segala kerendahan hatinya telah membuat hidup wanita itu hancur berkeping - keping. Wanita itu adalah Alana. Ia hanya bisa diam saat mendengarkan Reynar mengatakan tentang Sinta dan terus memohon maaf padanya. Walaupun ia sangat marah pada Sinta yang telah membuat hidupnya hancur, tapi ia juga bersyukur. Jika bukan karena kejadian malam itu ia tak akan pernah mendapatkan anugerah terindah yang pernah Tuhan berikan padanya, yaitu kehamilannya.Alana turun dari tempat tidur dengan kesakitan, melihat dirinya yang meringis kesakitan membuat Kenneth refleks berdiri membantunya. "Kamu baik - baik saja, kamu istirahat saja,” ucap Reynar menatap Alana khawatir. Mendengar suara Reynar yang lembut membuat hati Alana menghangat. Ia merindukan suara berat,
Setelah selesai pesta pernikahan Reynar dan Alana yang tertutup. Wildan mengajak Nina duduk berduaan di tepi pantai. Villa Yudi bersebelahan dengan pantai membuat suasana semakin romantis. Mereka menggunakan kesempatan untuk berduaan setelah seminggu tidak bertemu.“Aku merindukanmu, Nina,” ucap Wildan membelai lembut rambut Nina yang panjang. “Aku juga merindukanmu, Wildan,” balas Nina. “Maaf yaa kita baru bisa bertemu sekarang.” “Malah asyik kok Sayang. Jadi berasa kita lagi bulan madu.” “Kamu sangat menggemaskan Nina.” Wildan menarik wajah kekasihnya dan mencium bibirnya. Mereka pun saling berciuman dengan sangat mesra melepaskan semua kerinduan. “Sayang, aku senang deh akhirnya Lana bisa menikah dengan Tuan Rey.” “Iya. Pak Rey akhirnya tau juga pelaku tabrak lari tersebut.” Tiba-tiba suasana romantis Wildan dan Nina berakhir dengan kedatangan Joe membawa sebotol sampanye lengkap dengan tiga gelas di tangannya. “Hayoo, kalian berdua ngapain? Lagi pacaran yaa,” ucap Joe menu
Hari ini Reynar akan kembali ke Jakarta dan sudah memberitahukan pada Alana kalau Venna, Ibunya menyuruhnya untuk segera kembali. Awalnya, Reynar mengajak Alana, tapi istrinya malah menolak dan memilih untuk tetap tinggal di Jakarta. Ia menatap Alana dengan kesal. Kenapa wanita yang sudah menjadi istrinya tak ingin kembali ke Jakarta? “Sayang ikut aku dong, aku 'kan selalu ingin bersamamu, tak ingin berpisah lagi." Reynar membujuk Alana agar ikut dengannya. Alana menatap wajah suaminya yang tampan lalu berkata, “sayang, bukannya aku tak ingin ikut kamu kembali ke Jakarta, tapi aku ingin menenangkan diri dulu sebentar di Bali,” ucapnya mencari alasan. “Menenangkan diri bisa di Jakarta bersama ku, Sayang. Ngapain kamu tetap di Bali? Apa lagi kamu sendirian di sini.” “Tolong kamu mengerti yang sayang, aku juga sama sepertimu tak ingin kita berpisah."Alana tersenyum. Ia mengerti maksudnya Reynar, tapi ada perasaan khawatir dari dalam hatinya kalau kembali ke Jakarta. Di sana ada Reva
Sementara itu, di atas langit sebuah pesawat pribadi dua orang pria saling berbicara dengan serius. Sesekali terdengar suara salah satu pria memekik tak percaya. Mata Reynar menatap layar laptop dengan sangat marah. Ia tidak menyangka kalau ada orang tega menyakiti seorang anak kecil berusia 7 tahun tersebut. "Jadi dia pelakunya?" ucap Reynar dengan mata menyala. “Iya Rey. Laki - laki pelakunya. Walaupun, rekaman cctv ini cukup jauh dan resolusinya sudah dipertajam, tapi tetap gak bisa mendapatkan siapa pria yang membawa Feli.” Yudi mengklik salah satu video. “Nah, yang ini cuman kelihatan bagian kaki aja sama tuh orang memakai jaket kulit deh kayaknya.” Reynar mengepalkan tangannya, ia melihat ada seseorang turun dari mobil jeep hitam menggendong Felicia yang terlihat tanpa tenaga dan meletakkan tubuh anak kecil itu di tengah jalan lalu pergi begitu saja. Ia yakin keponakannya tersebut sudah tak bernyawa saat mobil Alana yang dibawa Sinta melintasinya. Mobil jeep berwarna hitam