Share

Malam yang Pekat

Author: Callia Jung
last update Last Updated: 2025-05-09 07:57:33

Pesta telah usai. Begitu pula senyum yang sempat menghiasi wajah Geral telah menghilang. Kini, ia berada di presidential suite bersama wanita yang secara hukum telah menjadi istrinya.

Rosaline atau yang kerap disapa Rosa berdiri di depan cermin besar, menatap pantulan dirinya yang masih berbalut gaun pengantin. Dia adalah seorang model sekaligus selebriti papan atas. Hidupnya bergelimang kemewahan dan sorotan kamera.

Meski dibesarkan dalam keluarga kaya raya—pemilik sebuah perusahaan elektronik ternama—Rosa ingin menjalani hidup sesuai keinginannya sendiri. Melakukan apa yang ia suka, termasuk tidak ingin dikekang dalam ikatan sebuah pernikahan. Namun, ia akhirnya menerima perjodohan keluarganya demi satu tujuan: menepis rumor yang menudingnya sebagai wanita simpanan seorang sutradara terkenal yang telah beristri.

“Hari ini melelahkan. Aku mau istirahat. Sampai bertemu besok,” kata Geral, berlalu menuju sebuah pintu lain di kamar.

“Setidaknya bantu aku melepaskan gaun merepotkan ini,” dengus Rosa.

Geral menoleh sejenak, lalu meringis, “Ingat, aku hanya bersedia menjadi suamimu di depan orang. Bukan di saat berdua seperti ini. Jadi urus saja sendiri.”

Tidak ingin mendengar suara perempuan itu lagi, Geral menarik gagang pintu yang menghubungkan ke suite lain. Setelah mengunci pintu, ia segera mengeluarkan ponsel dari saku jasnya, menekan sebuah nama yang membuatnya gelisah sejak tadi. Suara operator otomatis menyambutnya, membuat rasa cemasnya makin menjadi-jadi.

Dia menggeram pelan sebelum kembali menempelkan ponsel ke telinga, menghubungi nomor lain.

“Apa kau bersama Yunda?” sergah Geral begitu mendengar suara Wira di seberang.

“Tidak. Dia pulang duluan tadi.”

“Seharusnya kau menemaninya.” Geral mendesah frustrasi.

“Mauku juga begitu, tapi dia bilang ingin sendiri. Dan, aku bisa mengerti.”

Geral menghela napas panjang, menyandarkan punggung ke dinding. Dadanya terasa sesak oleh rasa bersalah.

“Aku butuh bantuanmu,” ucapnya lirih.

****

Semilir angin menyapu tepian sungai, membawa aroma air dan dingin yang menusuk hingga ke tulang. Di kejauhan cahaya kota berpendar, memantul samar di permukaan air yang tenang. Sebuah jembatan besar menggantung megah di atasnya, dilintasi kendaraan yang lalu-lalang. Dunia tetap berjalan, tidak peduli ada jiwa yang sedang runtuh di tepian.

Yunda duduk termenung di bangku beton, masih mengenakan gaun off-shoulder berwarna champagne yang menonjolkan leher jenjang dan tulang selangkanya yang menegang menahan dingin. Jemarinya menggenggam leher botol kaca yang terbuka. Sesekali ia menenggaknya, memberikan sensasi terbakar di tenggorokan. Rasanya pahit, cukup membuat kepalanya sedikit ringan. Namun sayang, tidak cukup untuk melupakan.

Malam ini terlalu pekat. Tidak ada yang bisa mengusirnya, bahkan bintang pun enggan muncul di langit. Mata Yunda sudah sembap dan perih, tapi rasanya ia masih terus ingin menangis.

Langkah kaki terdengar dari kejauhan. Awalnya pelan, lalu mendekat perlahan. Yunda enggan menoleh. Mungkin hanya pengunjung lain yang datang menikmati malam atau pelari yang kebetulan melewati jalur itu.

Namun, langkah itu berhenti tepat di sampingnya.

“Yunda…”

Suara itu…

Yunda menengadah. Seorang lelaki berdiri di sana, mengenakan jaket dan topi hitam. Setengah wajahnya bersembunyi di balik masker gelap, tapi Yunda terlalu mengenal sinar mata itu.

Dia memalingkan wajah, “Kau seharusnya ada di kamar hotelmu. Bersama istrimu.”

Tak ada balasan hingga ia merasakan jaket disampirkan ke bahunya. Hangat. Samar-samar, tercium aroma kayu cendana bercampur jeruk bergamot dari jaket itu.

Geral duduk di sampingnya. “Aku sampai mencarimu ke rooftop kantor, ternyata di sini.”

Yunda tak berniat menyahut, seperti halnya Geral yang tak mengindahkan ucapannya. Hening merambat cepat di antara mereka, membiarkan kepiluan tumbuh dan mengeras dalam diam.

“Apa aku harus berhenti?” Suara Geral terdengar dalam.

Yunda menoleh. Mata mereka bertemu. Tatapan Geral berkaca-kaca, tak berkedip seolah ingin menyampaikan lebih dari yang bisa diucapkan. Mereka sudah sejauh ini, berkorban begitu banyak. Meski hatinya menjerit ingin menyerah, Yunda tidak ingin menjadi penghalang bagi Geral untuk mewujudkan impian.

Inilah jalan yang ia pilih, dan ia akan menanggungnya.

Segaris senyum terukir di wajahnya. Dia menggeleng pelan, “Maafkan aku sudah seperti ini. Aku janji, mulai besok kau tidak akan melihatku bersedih lagi.”

“Jangan.” Suara Geral menggetar. “Aku tidak mau kau bersedih di belakangku. Panggil aku kapan pun kau butuh. Dan… katakan jika aku benar-benar harus berhenti. Aku akan melakukannya.”

Keheningan kembali menyelimuti. Tatapan Geral makin dalam menembus manis Yunda. Sebelah tangannya kemudian menangkup pipi wanita itu dengan hangat.

“Aku tidak peduli kalau harus kehilangan segalanya, asalkan bukan kamu.”

Kalimat itu menghunjam tepat ke dada Yunda, menggetarkan setiap sisi rapuh dalam dirinya. Dia ingin percaya bahwa suatu hari nanti, cinta mereka tidak perlu disembunyikan dari dunia.

Perlahan, Geral mendekat dan mengecup lembut bibirnya. Yunda memejamkan mata, menyambut kecupan itu dan membiarkannya berubah menjadi lumatan demi lumatan yang manis di antara suara angin yang berbisik lembut.

Dalam hati, Yunda berjanji pada dirinya sendiri. Dia akan bertahan. Selama atau sesingkat apa pun badai yang menerpa, ia akan tetap di sana. Di sisi Geral.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • I Love You First, Mr. CEO   Sebatas Kesepakatan

    Kebahagiaan tampaknya sedang berpihak pada Rosa. Manajernya baru saja menyampaikan bahwa MAISON sedang mencari wajah baru untuk kampanye koleksi akhir tahun mereka. Dan, kabar baiknya, sebelum manajernya turun tangan mendapatkan proyek itu, pihak MAISON sudah lebih dulu menghubungi agensinya. Mereka meminta agar kerja sama dengan Rosa dipertimbangkan kembali.“Kau memang punya daya tarik yang luar biasa, Rosaline,” puji sang manajer sambil merapikan letak kacamatanya.Sebelah sudut bibir Rosa terangkat, “Anggap saja aku cukup beruntung dalam hal itu.”Dengan anggun, ia menyandarkan tubuh ke sandaran kursi ruang meeting. Sekelebat pikiran melintas, menancap cukup dalam, dan ia memutuskan membaginya dengan wanita di hadapannya.

  • I Love You First, Mr. CEO   Satu Orang yang Berpihak

    Kalau bukan karena Geral, Rosa tidak akan repot-repot datang ke kediaman orang tuanya. Beberapa hari lalu, Geral memberi tahu bahwa ayah Rosa mengundang mereka makan malam. Wajar undangan itu tidak disampaikan langsung pada Rosa karena ayahnya tahu ia pasti akan menolak dengan beribu alasan.Dan kini, di sinilah Rosa. Duduk di meja makan panjang berbahan marmer. Di hadapannya, hidangan tersaji dengan mewah, tapi suasananya tetap terasa hambar. Geral duduk di sampingnya, sopan dan tenang seperti biasa.Kakak tertuanya datang bersama suami dan kedua anak mereka yang sejak tadi sibuk dengan gawai. Wanita yang sebentar lagi menginjak usia empat puluh itu berusaha tampil elegan dengan gaun satin berpotongan ramping, rambut disanggul tinggi, dan kalung mutiara yang terlalu mencolok untuk disebut berkelas. Sementara itu, kakak laki-lakinya datang bersama seorang wanit

  • I Love You First, Mr. CEO   Pagi yang Sunyi

    Yunda menutup keran pancuran kamar mandi, lalu meraih bathrobe putih yang tergantung di balik pintu. Sambil mengeringkan rambut dengan handuk, ia melangkah menuju dapur dan menyalakan mesin pembuat kopi.Selagi menunggu perasan kopi memenuhi gelas, ia berjalan ke ruang tengah untuk mengambil ponselnya yang ia tinggalkan di atas sofa. Dia mengernyit saat melihat beberapa panggilan tak terjawab dari Geral. Tidak biasanya lelaki itu menelepon sepagi ini.Jangan-jangan karena Yunda belum mengirimkan instruksi kepada Bibi Eva. Tapi ia tak mau ambil pusing. Toh, kemarin lelaki itu juga tak mengenakan pakaian sesuai arahannya.Yunda baru hendak menelepon balik ketika terdengar sandi pintu dimasukkan dari luar. Dia bergegas menghampiri vi

  • I Love You First, Mr. CEO   Mimpi Buruk

    Langit sore itu berwarna tembaga. Awan-awan bergerak pelan, damai, dan tenang. Di tengah padang rumput yang membentang luas, Geral berdiri dengan kedua tangannya melambai ke udara.“Ayah! Ibu!” serunya riang gembira.Dari kejauhan, sebuah helikopter tampak mendekat. Baling-balingnya berputar cepat, menciptakan embusan angin yang membuat rerumputan di bawahnya menari liar. Suara mesinnya memekakkan telinga, tapi tak mampu menenggelamkan tawa Geral yang bergema penuh kerinduan.Namun, semuanya berubah dalam sekejap.Tanah di tempatnya berpijak bergetar aneh. Suara baling-baling itu tak lagi teratur, berubah seperti jeritan logam yang tergores keras. Helikopter yang tadinya terbang dengan tenang sekaligus gagah tiba-tiba oleng ke kanan, lalu menukik tajam.

  • I Love You First, Mr. CEO   Pulang ke Wanita Lain

    Sebagai bentuk apresiasi atas kerja keras semua tim, malam itu Geral mereservasi sebuah lounge bar eksklusif di puncak salah satu gedung pencakar langit. Suasana remang yang mewah, denting musik jaz yang lembut, dan kerlap-kerlip lampu kota dari balik jendela kaca besar menjadi latar sempurna untuk melepas penat.Berbeda dari rekan-rekannya yang larut dalam tawa dan sorak kegembiraan, Yunda justru memilih duduk di sudut ruangan. Segelas moktail berwarna cerah tergenggam di tangan, tapi aroma jeruk nipis dan potongan daun mint yang segar tidak berhasil menggugah seleranya.Dari sudut matanya, ia melihat Geral dikelilingi para kepala departemen dan manajer yang bergantian menyanjungnya. Namun, ada satu pemandangan yang cukup mengganggu: Rosa, yang sejak awal pesta tak pernah be

  • I Love You First, Mr. CEO   Pasangan Sempurna

    Benar yang dikatakan Rosa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari kunjungan kali ini. Semuanya berjalan nyaris tanpa cela.Mr. Felix, pria paruh baya berkebangsaan Prancis, tiba di Grand Aurora tepat pukul sebelas siang. Dia datang bersama dua asistennya, dan langsung disambut oleh Geral, Rosa, serta beberapa eksekutif manajemen.“It’s a pleasure to welcome you to Grand Aurora, Mr. Felix,” ujar Geral, menjabat tangan pria berambut kekuningan itu dengan senyum hangat.“Thank you. I’ve heard quite a lot about this place,” sahut Mr. Felix, matanya menelusuri sekeliling lobi utama dengan penuh minat.Tepat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status