Lama kelamaan mataku sudah mulai berat. Sebelum memutuskan tidur tanpa mandi dan berganti pakaian lagi, aku mengubah ke mode senyap agar tidurku tidak terganggu oelh deringan-deringan itu lagi. Di kolam pancur taman kota aku sudah memilih untuk mendoakan kebahagiaan mereka berdua. Ya, biarlah itu terjadi. Biarkan aku disini menangisi cinta pertama ini. Menangisi seseorang yang tidak bisa kugapai.
Suara rinitk hujan masih terdengar dari teras kamar kosan. Aku terbangun dini hari. Tidurku terlalu cepat kemarin sore. Mataku masih berat tapi aku harus kekamar mandi. Jadilah dengan terkantuk-kantuk aku melangkah meraba-raba agar tidak terantuk tembok. Beberapa menit kemudian, dengan perut lega aku duduk di tepi kasur memandang keluar jendela. Aku lupa menarik horden. Titik-titik hujan berjatuhan dari pinggir atap di temani cahaya lampu jalan. Magis. Membuatku jadi mengantuk kembali. Handphoneku berbunyi ketika aku sudah menarik selimut hendak melanjutkan tidur. Nama asli si Mr. Brewok tertera lengkap di layar. Apa dia sedang mabuk? Ada apa menelpon mahasiswinya jam segini?, pikirku tapi segera kuangkat walau rasa cemburu yang kemarin sore mulai muncul kembali. “Halo....” “Akhirnya” “Halo...” “Ck! Halo...” “Iya, ada apa pak?” "Kenapa belum tidur?" “Bapak sendiri jam segini belum tidur” “Saya sedang menyusun soal ujian” “Ujian? Astaga sebentar lagi ujian tengah semester” ku
“Pak Ferdi lagi di ruangan, ngak?” “Bilang saya lagi ada tamu” Ferdian tidak memberikan kesempatan pada bu Nilam untuk menjelaskan apa maksud dan keinginannya menelepon. Dari suara pelan bu Nilam, Ferdi yakin dia sedang dipaksa oleh Muffin. Gadis itu pasti sudah nekat melibatkan bu Nilam disini. Padahal Ferdian ingin memperkenalkan Muffin secara resmi di depan bu Nilam saat ulang tahunnya nanti. Bu Nilam dan Ferdian juga Miss Grace adalah tetangga dekat bersebelahan persis semenjak mereka pindah kekomplek perumahan yang di tempati Ferdian sekarang. Bu Nilam adalah saksi perjalanan pernikahan mereka berdua dari awal sampai berakhir bahkan hingga saat ini. Beliau adalah orang terpercaya baik Ferdian maupun Grace. Tok tok tok Suara ketukan pintu mengagetkan Ferdian. Di balik kaca hitam sedikit transparan ada seorang perempuan berkacak pinggang. Walau tidak jelas, tapi matanya menatap tajam ke tempat Ferdian duduk. Gadis itu sudah sangat tidak sabar. Ferdian memberi komando untuk masuk
Sebuah mobil hitam berhenti di dekatku saat aku sedang asyik memperhatikan dua orang pengamen yang berkolaborasi dengan alat musik mereka masing-masing, yang satu membawa biola yang satu membawa gitar akustik. Tidak kuperdulikan siapa pemilik mobil itu. Dua pengamen itu membawakan lagu Roman Picisan milik Dewa 19 dengan apik. Jalanan jadi serasa konser mini bagi mereka. Orang-orang termasuk aku tidak bisa berhenti mengalihkan perhatian dari betapa lihainya mereka memainkan lagu. Alunan biola begitu merdu dan syahdu diiringi oleh suara gitar yang hangat. Sungguh perpaduan magis di bawah langit sore di antara lalu-lalang kendaraan. Tadi aku bahkan memasukkan uang sepuluh ribu ke kantong plastik yang mereka sediakan. Saat aku kembali tersadar akan tujuan utamaku berada disini, aku sudah mendapati sesosok tubuh sedang berdiri di sampingku sedang memandang para pengamen itu juga. “Pak Ferdian” “Lagunya enak” balasnya tanpa memandangku. Aku penasaran bagaimana dia bisa sampai ke sini. Seb
Selamat Kepada Para Pemenang Lomba Desain Kafetaria Fakultas Ekonomi Berikut nama-nama para pemenang : Harira Nasyifa Gunawan – Tema : Carnaval Adel Prapto – Tema : Rock n Boo Dana Albert Kyle – INTFJ Ketiga pemenang akan di berikan hadiah masing-masing : Juara pertama : Rp. 5.000.000 + sertifikat Juara kedua : Rp. 3.000.000 + sertifikat Juara ketiga : Rp. 1.000.000 + sertifikat Acara ini di dukung oleh Fakultas Ekonomi dan Fakultas Teknik Arsitektur Rafael Agreeman merobek selebaran yang di pajang di majalah dinding fakultas Teknik Arsitektur. Dia tidak terima atas hasil pengumuan tersebut. Dia berlari kencang menuju ruangan dosen. “Pak, saya tidak terima hasil pengumuman lomba ini” ucapnya tegas dan marah pada seorang pria yang tengah membaca selebaran yang sama dengan yang dia bawa. “Duduk, Rafael” ucapnya santai. “Ini karya saya,pak. Saya membuat ini untuk mengikuti lomba desain sekolah dasar yang bapak sebutkan kemarin. Kenapa malah ada di lomba ini dan atas nama H
Seandainya hari bisa di perlambat sesuka hati, aku ingin sekali melakukan itu. Bahagianya hari ini tidak bisa di gantikan oleh apapun. Meski aku harus selalu berusaha meredam diri untuk tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan atas semua tingkah manis yang dilakukan oleh pak Ferdian. Sejauh ini aku masih bisa menahan keinginan untuk bertanya, apakah dia juga memiliki hal spesial di hatinya untukku sebagaimana hatiku memiliki untuknya. Itu terlalu cepat...itu terlalu cepat. Selalu kata-kata itu yang kupegang agar aku tidak lepas kendali. Tadi saat kami kembali melanjutkan mencari pakaian, dia jadi lebih pendiam dan sesekali menekan-nekan hidung. Aku merasa bersalah untuk itu, tapi sedikit senang juga karena dia beruba menjadi lebih penurut dari sebelumnya. Aku bergerak lebih aktif darinya mencari-cari pakaian yang sesuai dan dia selalu menurut setiap kali kutempelkan baju atau celana di tubuhnya. Dia seperti anak kecil yang sedang di ajak ibunya membeli pakaian. Sesekali aku iseng mem
Sungguh dia sangat mempesona. Aku memang belum pernah jatuh cinta sebelumnya. Baru kali ini, tapi hatiku yakin ini cinta. Dia pria itu. Pria yang menjadi cinta pertamaku. Dengan kaos hitam polos yang kemarin kami beli, lebih tepatnya dia memaksa untuk membeli, dipadukan dengan jeans coklat, jaket jeans biru gelap dan sneaker, aliran darahku mengalir lebih cepat bermuara membentuk getaran-getaran aneh semakin nyata di dalam jantung. Gaya pakaiannya sungguh adalah gaya yang kusukai. Sangat-sangat. Casual dan simple. Seperti gaya berpakaianku juga. Oh iya, lupa, kemarin kami juga membeli sepatu sneaker. Meski tidak couple tapi lumayanlah, beli dua dapat diskon 50%. Tadinya aku hanya ingin melihat-lihat saja. Jujur sejujur-jujurnya, hanya ingin melihat sepatu itu saja, tidak bermaksud membeli. Tulisan diskonnya sangat besar hingga menarik perhatianku. Bulan depan saat orangtuaku mengirimkan uang, aku baru berniat membeli. Tidak disangka dia langsung menanyakan pada mbak-mbak SPG apakah ad
Muncul-muncul malah bikin pengumuman. Hadehh.... Maaf ya guys...novelini aku rehatkan sejenak dulu. Ada urusan pekerjaan wkwkwkwk Kalian tahu kan, aku tuh saaaaaayng bgt sama pembaca-pembacaku siapapun dan berapapun jumlahnya. Love youu guyssss...... Mmuachhh Tunggu aku yaaaa.... Salam cipok!!! Wkwkwkwk hmmm..nulis apa lagiyaa soalnya belum sampai 100 kata. Duh..... apa yaaa.... Hmm.... Dahlah.... Jadi guys, aku tuh lagi di wisma atlet, kena covid guys. Akhirnya dari 3 tahun sudah berjalan, saya pun tumbang di corona sesion omicron ini, walaupun belum jelas apakah saya kena omicron atau engga karna hasilnya tes omicronnya belum keluar. Di wisma atlet inilah saya ingin merenungkan diri dulu. Apakah saya ini sebenanrnya adalah saya? ataukah sebenarnya selama ini saya adalah calon istri Nicholas Saputra? *BTWsaya ngefans bgt sama Nicsap mhehehe.... jadi ga papalah ya ha
Lampu-lampu jalan menyambut. Pohon-pohon yang diterangi lampu jalan menambah kesan romantis. Simple sekali tapi aku bisa merasakan malam ini adalah malam indah. Aku bertemu dengan sahabat-sahabatnya, makan bersama, tahu detil-detil tentangnya. Tahu ternyata dia sangat mengidolakan dan segan pada mas Ian seniornya yang membimbing serta mengarahkannya ke kampus itu. Mas Ian juga adalah senior yang dia ceritakan di telepon tempo hari. Mas Ian tampaknya tahu sekali semua tentang pak Ferdian. Lebih tahu dari bu Nilam dan Miss Grace yang kadang masih suka ikut terkejut ketika mas Ian membongkar kebiasan-kebiasaan jelek dan sepele pak Ferdian. “Tadi Mas Ian ngomong apa sama kamu pake harus berdua segala ke dapur” tanyanya begitu kami keluar dari pagar bu Nilam. “Nggak ngomong apa-apa, pak. Kita kan emang kebagian nyuci piring berdua. Bukan sengaja berdua. Jadi, ya,ngobrol biasa aja” “Tapi kamu jadi kaya pendiam gitu setelah nyuci piring. Tadi itu harusnya saya sama kamu yang kebagian nyuci