Di dalam sebuah pesawat yang merupakan layanan First Class yang berada di baris paling depan dengan tingkat privasi yang lebih tinggi dan layanan yang lebih personal dibandingkan dengan kelas ekonomi. Dengan disiapkan taplak meja, gelas kaca, piring kaca, dan layanan lain yang seperti merasakan berada di restoran bintang 5 dengan pilihan menu yang juga beragam.
Dengan sedikit kursi dan dilayani oleh 2 pramugari dengan fasilitas selimut dan aneka surat kabar yang bisa dibaca oleh penumpang kelas atas saat merasa bosan berada di dalam pesawat. Terlihat seorang pria dengan netra pekat, alis hitam tebal dilengkapi bulu mata lentik yang menampilkan kesan tegas dan di padukan dengan hidung mancung serta bibir yang tebal, membuatnya terlihat semakin mempesona di mata kaum hawa.
Dia adalah Arkanza Calief Anderson berusia 30 tahun yang sedang berada di dalam sebuah pesawat dari Amerika menuju ke Jakarta. Arkan yang dari tadi asyik membaca surat kabar untuk membuang rasa bosan yang dirasakannya, membuatnya meletakkan surat kabar itu ke tempatnya.
Lalu, ia meraih ponsel di saku celananya yang sudah dalam mode pesawat dan membuka galeri di dalam ponsel pintar miliknya. Kini, ia telah sibuk memuaskan indera penglihatannya untuk menatap sebuah foto dari seorang wanita yang menurutnya adalah wanita tercantik di dunia dan sangat dicintainya.
"Aku sudah kembali, Sayang. Aku akan merebutmu dari pria berengsek yang telah merebutmu dariku. Aku bukan lagi pria miskin seperti yang dulu, sekarang aku sudah mempunyai apa yang orang tuamu inginkan."
Arkan mengusap foto wanita yang merupakan kekasihnya 5 tahun yang lalu dan sampai sekarang masih sangat dicintainya. Ia pun menyandarkan kepalanya di punggung kursinya dan memejamkan kedua matanya untuk mengingat malam perpisahan yang paling berkesan antara dirinya dengan wanita yang sangat dicintainya 5 tahun yang lalu.
Flashback on ...
Arkan tidak berhenti bertanya-tanya di dalam hatinya saat tiba-tiba sang kekasih mengajaknya untuk ke hotel sepulang dari kantor. 1 tahun menjadi rekan kerja 1 kantor dan sekaligus menjalin hubungan percintaan, membuat keduanya menjadi pasangan paling romantis di kantor dan membuat iri rekan kerjanya yang lain.
Rini Andriani langsung mengunci pintu kamar hotel begitu berada di dalam bersama dengan pria tampan yang sangat dicintainya.
Sedangkan wajah penuh sorot pertanyaan dari Arkan terlihat jelas di wajahnya. "Sayang, apa yang kamu lakukan? Kenapa mengajakku ke hotel? Jangan bilang kalau kamu mengajakku untuk melakukan "Make Love". Kita belum menikah, aku tidak akan menurutinya."
Tanpa memperdulikan perkataan dari pria yang mengarahkan tatapan menelisik padanya, Rini mulai mengungkapkan isi hatinya. "Sayang, aku mencintaimu," ucap Rini dengan matanya yang sudah berkaca-kaca dan menghambur memeluk tubuh kekar pria yang sudah 1 tahun dicintainya.
"Hei, kenapa malah menangis. Aku tahu kamu sangat mencintaiku, begitu pun denganku. Kamu sudah tahu itu kan, kalau aku juga sangat mencintaimu. Lalu, apa maksudmu mengajakku ke sini?" Arkan mengusap lembut punggung wanita yang sudah terisak di dadanya yang bidang.
Tangis Rini seketika pecah begitu mendengar ungkapan hati dari pria yang mengusap lembut punggungnya. "Jangan meragukan cintaku padamu, Sayang. Aku benar-benar sangat mencintaimu."
Arkan sedikit menjauhkan tubuhnya dan menahan kedua sisi lengan sang kekasih, lalu menatapnya dengan intens. "Jangan membuat aku bingung dengan kata-katamu."
"Sayang, aku sangat mencintaimu," ucap Rini dengan isak tangisnya.
"Astaga, sebenarnya apa yang terjadi padamu, Sayang? Jangan buat aku gila saat melihatmu menangis seperti ini!" Arkan menangkup kedua sisi wajah cantik yang sudah penuh dengan lelehan air mata itu. "Cepat katakan padaku, sebenarnya ada apa denganmu?"
Rini menggelengkan kepalanya, dadanya seolah sesak saat memikirkan nasib tragis percintaannya. Dirinya sama sekali tidak pernah menyangka akan menjadi salah satu wanita bernasib sama seperti Siti Nurbaya yang harus menerima dijodohkan dengan pria pilihan kedua orang tuanya.
Dengan susah payah ia menelan salivanya dan mulai mengeluarkan suaranya. "Sayang, aku sangat mencintaimu, tapi orang tuaku menjodohkan aku dengan pria yang merupakan bosnya di perusahaan."
Sontak saja perkataan dari wanita yang sangat dicintainya itu membuat Arkan seketika langsung melepaskan tangannya dari wajah cantik yang masih berlinang air mata itu. Kakinya melangkah mundur beberapa langkah, tentu saja dirinya sangat shock mendengar perkataan dari sang kekasih.
"A-apa? Kamu dijodohkan? Apakah kamu selama ini tidak mengatakan apa-apa pada orang tuamu tentang hubungan kita?"
"Tentu saja aku sudah mengatakan kepada mereka kalau aku menolak perjodohan ini, karena aku mempunyai hubungan denganmu. Akan tetapi, orang tuaku tidak merestui hubungan kita begitu mengetahui kamu hanyalah staf biasa di perusahaan."
"Jadi?" tanya Arkan dengan tatapan penuh dengan sorot mata penuh frustasi.
"Mau tidak mau, aku harus menuruti perintah dari orang tuaku. Karena mereka mempunyai banyak hutang pada bosnya di perusahaan. Sayang, aku sangat mencintaimu, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Maafkan aku," Rini kembali menghambur ke dada bidang pria yang masih terdiam membisu di tempatnya.
"Memangnya berapa utang keluargamu pada pria berengsek itu? Biar aku yang mencari cara untuk membayar utang-utang keluargamu. Apa pun akan aku lakukan agar kita tidak berpisah." Arkan memeluk erat tubuh ramping Rini dan mengecup keningnya.
"Kamu tidak akan bisa membayarnya Sayang, karena gaji kita di perusahaan tidaklah besar."
"Katakan saja padaku berapa?" rengut Arkan dan kembali menatap wajah cantik kekasihnya.
"800 juta, sudahlah Sayang. Jangan memikirkan tentang utang-utang keluargaku. Aku mengajakmu ke sini karena aku ingin membuktikan bahwa aku sangat mencintaimu." Rini mengusap air matanya dan mengarahkan tangannya untuk meraba setiap inci pahatan sempurna di depannya.
Arkan membulatkan kedua matanya begitu mendengar uang 800 juta, sehingga dirinya sama sekali tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun untuk menanggapi perkataan dari wanita yang asyik dengan wajahnya. "Sebenarnya apa maksudmu Sayang, apakah kamu akan menyerahkan kesucianmu padaku? Agar orang tuamu membatalkan rencana perjodohan yang mereka rencanakan?"
"Aku ingin membuktikan bahwa aku sangat mencintaimu meski aku tidak bisa menikah denganmu. Hari ini aku akan menyerahkan kesucianku kepadamu, Sayang. Karena pria tua itu tidak berhak mendapatkannya.
"Bahkan dia sudah memiliki anak perempuan berusia 12 tahun dan istrinya baru saja meninggal 1 bulan yang lalu." Rini mulai mengarahkan tangannya untuk membuka satu persatu kancing kemeja pria yang sangat dicintainya.
"Miliki dan nikmati aku, karena aku sangat mencintaimu, Arkan." Tatapan penuh cinta tampak jelas di wajah Rini saat menatap wajah tampan pria yang sangat dicintainya.
Lagi-lagi Arkan membulatkan kedua matanya begitu mendengar penjelasan dari sang kekasih. "Pria tua? Kamu gila, apakah kamu setuju untuk menikah dengan pria tua itu. Jangan lakukan Sayang, lebih baik kita kawin lari saja."
Rini sudah berhasil membuka semua kancing kemeja sang kekasih dan bisa melihat tubuh sixpack di depannya. Hal itu membuatnya menelan salivanya. "Sayang, meski aku sangat membenci orang tuaku, tapi aku tidak bisa meninggalkan mereka. Karena aku tetap menyayangi mereka. Jadi, aku tidak bisa membuat mereka hidup di kolong jembatan karena terlilit utang."
"Tolong mengertilah! Bukankah kesucianku cukup untuk membuatmu merasa yakin bahwa aku sangat mencintaimu? Lebih baik kita nikmati saja malam ini!" ucap Rini yang sudah mulai melepaskan kemeja berwarna abu-abu itu dari tubuh sixpack pria tampan yang sangat dicintainya.
TBC ...
Arkan menahan tangan dari sang kekasih yang sudah mulai mengusap dada bidangnya. Tubuhnya seketika menegang saat mendapatkan sentuhan lembut dari wanita yang sudah menatapnya dengan penuh sarat makna. Seolah keduanya sama-sama mengungkapkan isi hatinya lewat tatapan penuh cinta dan menegaskan saling mendamba satu sama lain."Kamu yakin, Sayang?" tanya Arkan dengan mengarahkan jemari lentik sang kekasih ke bibirnya dan mengecupnya dengan sangat lembut.Rini menganggukkan kepalanya seolah sangat yakin dan sudah memantapkan hatinya untuk menyerahkan kesuciannya pada pria yang sangat dicintainya. "Aku sangat yakin dengan keputusanku Arkan, karena aku sangat mencintaimu. Jadi, jangan pernah meragukan cintaku saat aku tidak bisa menikah denganmu."Arkan menggelengkan kepalanya dan menutup bibir tipis di depannya dengan jari telunjuknya. "Selamanya aku tidak akan pernah membencimu dan aku akan merebutmu dari pria itu.""Ka
Dasar gadis yang sangat ceroboh! Apa yang kau lihat anak kecil?" ucap Arkan yang merasa kesal karena ulah kecerobohan dari gadis berseragam abu-abu yang menabraknya membuat ponsel miliknya terjatuh.Zaara tidak berkedip menatap ke arah pria yang baru saja membuka kaca mata hitamnya, ia mengamati pria berparas tampan dengan rahang tegas, netra pekat dengan bulu mata lentik serta alis tebal berwarna hitam dan hidung mancung, serta bibir tebal yang membuatnya terlihat sangat keren dan maskulin.Karena merasa sangat gugup, ia mulai mengeluarkan suaranya yang tercekat di tenggorokannya. "Maaf Om, aku tidak sengaja karena tadi terburu-buru.""Kembalikan ponselku! Apa kamu mau membawanya kabur? Kamu bukan pencuri kecil yang berkeliaran di bandara dengan memakai seragam SMA kan?" Arkan mengamati penampilan dari gadis di depannya mulai dari ujung kaki yang masih memakai sepatu sekolah itu sampai ke ujung kepala.Netra pekatn
Mendadak tubuhnya langsung meremang begitu mendengar perkataan menakutkan dari pria yang berada di sebelahnya itu. Zaara menelan salivanya sebelum ia mencoba untuk mengubah ancaman dari pria tampan yang membuatnya sangat tertarik karena wajah tampan dan tubuhnya yang sixpack itu."Om, jangan macam-macam padaku. Bukankah tadi aku sudah meminta maaf pada Om? Apakah aku harus 100 kali meminta maaf padamu agar mau mengampuni dosaku yang telah berbohong di depan semua orang saat di bandara tadi?"Zaara mengarahkan tangannya untuk menggerakkan lengan kekar pria yang diketahuinya bernama Arkan. "Om Arkan mau mengampuni aku kan?" Menampilkan tatapan puppy eyes andalannya.Arkan yang saat ini tengah berkosentrasi menatap layar laptop yang baru saja dibukanya, dimana ia sedang memeriksa laporan dari stafnya mengenai hotel yang baru saja beroperasi, merasa terganggu dengan perbuatan dari gadis berseragam abu-abu itu yang merengek seperti
Zaara menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan berpura-pura bersikap bodoh dan terkekeh untuk menghilangkan kecurigaan dari pria yang masih menatapnya dengan tatapan penuh kecurigaan. "Eh ... itu Om, meski aku adalah orang yang sangat miskin dan tidak pernah menginjakkan kaki di hotel mewah bintang 5, tapi aku sering nonton film yang mengatakan bahwa sekali bermalam di hotel, akan menghabiskan banyak uang.""Akan tetapi, aku tidak tahu tepatnya berapa. Memangnya berapa tarif menginap di sini, Om? Pasti Om sudah mengetahuinya, karena itulah memilih menginap di sini. Memangnya Om tidak punya rumah? Kenapa tidak ke rumah saja? Orang tua Om nanti menunggu kedatangan putra kesayangannya bagaimana?""Sebenarnya Om Arkan dari mana dan akan ke mana sih? Melihat dia di bandara dengan membawa koper, menandakan dia baru saja tiba dari luar negeri. Akan tetapi, kenapa dia memilih ke hotel? Atau jangan-jangan ...."Lamunan dari Zaara buyar seket
Zaara terlihat mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan kamar terbaik hotel yang berada di depannya. Tentu saja kamar Presidential suite room itu merupakan ruangan kamar yang selalu ditempati oleh orang-orang kalangan kelas atas. Karena tarifnya yang cukup menguras dompet ketika menginap per malamnya. Di sudut kanan terlihat ranjang king size dengan kain penutup berwarna putih yang terlihat sangat rapi dengan berbagai furniture mahal yang melengkapi ruangan kamar berukuran luas tersebut.Dengan sangat ragu-ragu dan hati yang berdebar-debar, Zaara melangkahkan kakinya untuk mendekati pria yang dari tadi terus mengancamnya, terlihat tengah duduk di sofa empuk berwarna hitam yang tak jauh dari tempatnya. "Om, kenapa menyuruhku mendekat? Apa ada yang ingin Om bicarakan padaku?""Aku harus berusaha menyelamatkan diri dari niat jahat Om Arkan yang bilang ingin menghamiliku," batin Zaara.Dengan mengeluarkan s
Dengan jantung yang berdegup kencang saat menantikan momen mendebarkan baginya, yaitu ciuman pertama yang belum pernah ia rasakan. Zaara yang masih memejamkan kedua matanya, masih menunggu pria yang dipanggilnya Om Arkan itu semakin mendekati wajahnya.Sementara itu, sudut bibir Arkan melengkung ke atas saat melihat gadis kecil di depannya yang diketahuinya belum pernah berciuman itu memejamkan kedua matanya. Entah mengapa ia sangat tergoda dengan bibir tipis di depannya, yang seolah memanggilnya untuk segera menyesapnya. Arkan semakin mendekat, bibirnya mulai bersentuhan dengan bibir tipis yang sudah tidak sabar ia cium.Dan di saat bibirnya sudah mendarat di atas bibir tipis berwarna merah jambu itu, ia mulai mengulum, dan menyesapnya perlahan. Seolah ingin merasakan rasa manis dari benda kenyal di depannya. Puas mengecupnya, Arkan mulai melumat bibir tipis itu dan sedikit menggigitnya agar gadis di depannya itu mau membuka mulutnya. Sedan
Zaara saat ini sudah berada di dalam taksi yang membawanya pulang ke Mansion. Ia dari tadi bersandar di punggung jok mobil seraya memejamkan kedua matanya. Pikirannya kini tengah flashback pada perbuatan dari pria yang sudah menciumnya tadi."Daddy Arkan tadi menciumku. Aaarrhh ... itu adalah ciuman pertamaku, dan aku menyerahkannya pada pria yang baru pertama kali aku temui. Apakah aku terlalu bodoh? Akan tetapi, kenapa aku tidak merasa menyesal? Daddy Arkan sangat baik dan juga sangat tampan. Terbukti ia langsung memberikan aku kartu kredit no limit ini. Meski aku sebenarnya tidak membutuhkan ini, tapi aku akan menyimpannya. Oh ya, aku harus membeli ponsel dan nomor baru untuk menghubungi Daddy Arkan. Dasar bodoh, kenapa tadi aku tidak meminta nomor ponselnya ya?" gumam Zaara.Zaara terlihat tengah memegangi black card yang dari tadi ia pandangi berada di tangannya. "Sebenarnya Daddy Arkan sekaya apa ya? Hingga bisa memberikan aku kartu kr
Rini bersorak kegirangan di dalam hatinya saat melihat suaminya telah mengusir anak tirinya yang menurutnya menjadi duri penghalang untuknya. "Akhirnya anak tidak tahu diri itu keluar dari sini. Sekarang bebanku sudah berkurang karena tidak harus capek-capek mengeluarkan energiku untuk memarahi anak sialan yang menyebalkan itu," gumam Rini di dalam hatinya.Untuk menghilangkan rasa kecurigaan dari suaminya yang terlihat tengah menatap kepergian dari putrinya, Rini berjalan mendekati Cakra. Ia bahkan sudah menampilkan ekspresi wajah yang murung dengan mata yang berkaca-kaca agar lebih terlihat meyakinkan. "Mas, kenapa tega mengusir Zaara? Bahkan dia adalah seorang anak gadis yang rawan terjebak dalam kenakalan remaja. Lebih baik aku mengejarnya, aku tidak tega Mas." Berpura-pura berjalan keluar pintu utama dan berteriak dengan suaranya yang cukup keras. "Putriku, kembali Sayang!"Cakra mengejar wanita yang sudah 5 tahun ia nikahi dan telah me