Share

I Love You, Om Bodyguard!
I Love You, Om Bodyguard!
Author: Risca Amelia

Gadis Penebus Hutang

Seorang gadis muda sedang berbaring tertelungkup di atas ranjang sambil memainkan ponsel. Gadis itu adalah Mayzura, putri tunggal dari keluarga Nugraha. Tak hanya cantik dan hidup serba berkecukupan, Mayzura juga memiliki popularitas sebagai seorang penulis novel online. Terkadang, ia juga memposting kemampuannya dalam bermain piano di media sosial.

Mayzura sedang membaca pesan dari sang kekasih, Enzio. Dua hari lagi adalah tepat enam bulan mereka menjadi sepasang kekasih. Karena itu, Mayzura berencana untuk merayakannya dengan cara yang spesial.

Tatkala gadis cantik itu sedang asyik berbalas pesan, terdengar suara ketukan dari luar.

“May, Papa ingin bicara denganmu. Papa tunggu di meja makan,” panggil sang ayah dari balik pintu.

“Iya, Pa, tunggu sebentar.”

Buru-buru, Mayzura menyembunyikan ponselnya, lalu beranjak dari tempat tidur. Dia merasa heran karena sang ayah sudah pulang sebelum jam lima sore. Padahal, Tuan Agam biasanya baru menginjakkan kaki di rumah menjelang makan malam.

“Tumben Papa pulang lebih cepat dari kantor. Aku kira Papa ada meeting seperti kemarin,” sapa Mayzura lantas duduk berhadapan dengan sang ayah.

Tuan Agam memandang sekilas paras cantik putrinya. Tiba-tiba saja ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya, hingga membuatnya sulit untuk bicara.

“Papa pulang lebih cepat karena ingin menyampaikan kabar yang sangat penting untukmu, May,” ujar Tuan Agam dengan suara parau.

Melihat wajah Tuan Agam yang sedikit pucat, Mayzura menaikkan setengah alisnya.

“Kabar apa, Pa? Apa ada masalah di kantor?”

Tuan Agam membasahi bibirnya berulang kali, sebelum mengatakan keputusan yang telah dibuatnya secara sepihak.

“May, tadi siang kamu dilamar oleh Tuan Bramantya dan Papa sudah menerimanya. Kalian akan menikah dua bulan lagi.”

Bak tersambar petir, tubuh Mayzura membeku seketika. Bahkan, jantungnya seakan berhenti berdetak dalam beberapa detik. Bermimpi pun tidak pernah jika dia akan dinikahkan dengan Bramantya Maheswara, pengusaha tua yang hampir sebaya dengan ayahnya.

“Papa serius ingin menikahkan aku dengan Tuan Bramantya? Umurnya sudah lebih dari setengah abad dan dia memiliki dua istri. Papa ingin aku menjadi istri ketiga? Apa Papa tidak memikirkan perasaanku?” cecar Mayzura. Hatinya serasa diremas-remas oleh sebuah tangan yang tak kasat mata.

Dengan kepala tertunduk, Tuan Agam menjawab pertanyaan putrinya itu.

“Maafkan Papa, May. Papa terpaksa melakukan ini karena Papa terjerat hutang milyaran rupiah. Proyek Papa yang terakhir mengalami kerugian besar, sehingga Papa harus meminjam uang kepada Tuan Bramantya," lirih Tuan Agam.

“Lalu apa hubungannya denganku, Pa?” tanya Mayzura dengan mata memerah. Cairan bening sudah berdesakan di kedua sudut matanya. Menuntut untuk segera ditumpahkan keluar.

“Kemarin adalah batas waktu terakhir bagi Papa untuk melunasi utang. Karena Papa tidak punya uang, sebagai gantinya kamu….”

Suara Tuan Agam terputus begitu saja, karena tidak mampu melanjutkan ucapannya sendiri.

“Jadi Papa menjadikan aku sebagai gadis penebus hutang? Papa menjual aku kepada Tuan Bramantya?” potong Mayzura. Serasa ada sebuah palu besar yang menghantam rongga dadanya hingga terasa nyeri.

“Papa tidak punya pilihan lain, May. Jika Papa tidak menyetujui keinginannya, Tuan Bramantya akan mencelakakan kita sekeluarga. Kamu tahu Tuan Bramantya adalah orang yang sangat berbahaya. Sebaliknya, bila kamu bersedia menjadi istrinya, Tuan Bramantya akan membantu keuangan keluarga kita," jelas Tuan Agam coba memberikan pengertian.

Air mata Mayzura sudah menganak sungai, sementara lututnya kini bergetar hebat. Ternyata sang ayah lebih rela mengorbankan dirinya demi mendapatkan kehidupan yang nyaman. Dengan mudahnya, harga dirinya dijual untuk sejumlah uang yang entah berapa nilainya.

“Kalau itu sudah menjadi keputusan Papa, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Bukankah aku ini anak yang harus selalu patuh terhadap orang tua? Aku hanya tidak menyangka, Papa tega melakukan ini kepadaku.”

Meski kedua kakinya kehilangan tenaga, Mayzura memaksakan diri untuk berlari ke kamar. Entah mengapa dunianya yang semula begitu sempurna, kini berubah menjadi porak-poranda. Dalam sekejap, sang ayah telah menjungkir balikkan kehidupannya hingga berada di titik terendah.

Dengan perasaan hancur, Mayzura menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Satu-satunya harapannya kali ini hanyalah lelaki yang dicintainya, Enzio. Tanpa pikir panjang, Mayzura pun mengambil ponselnya untuk menghubungi sang kekasih.

“Halo, Baby, ada apa? Apa kamu merindukan aku? Bersabarlah, besok malam kita akan bertemu di kafe Icon seperti biasa,” ucap Enzio.

“Zio, tolong temui aku malam ini juga. Aku harus kabur secepatnya dari rumah,” lirih Mayzura.

Enzio terdiam sejenak, mencoba untuk mencerna kalimat yang baru saja dilontarkan oleh kekasihnya.

“Kabur? Pasti kamu sedang bercanda, kan, Baby?”

“Tidak, aku serius, Zio. Aku akan dijodohkan dengan seorang pria tua yang lebih pantas menjadi ayahku. Dia akan menjadikan aku sebagai istri ketiga. Aku mohon bawa aku pergi, Zio. Lebih baik kita kawin lari daripada aku harus dinikahi orang lain,” jelas Mayzura tanpa jeda.

“Tunggu dulu, May, kawin lari tidak semudah yang kamu bayangkan. Kita harus mempersiapkan semuanya dengan matang, termasuk uang dan tempat tinggal. Aku baru saja lulus kuliah dan belum mendapat pekerjaan. Bagaimana aku bisa menjamin kehidupanmu? Kita harus berpikir jernih sebelum bertindak,” tolak Enzio.

Jujur, lelaki itu merasa belum siap bila harus melangkah ke jenjang yang lebih serius. Apalagi bila ia harus menikahi Mayzura di usia muda.

Untuk kedua kalinya, hati Mayzura seperti tertusuk belati tajam. Ternyata dalam keadaan terdesak, tidak ada satu pun orang yang benar-benar peduli kepadanya. Sang ayah telah menjualnya sebagai istri penebus hutang, sedangkan sang kekasih tidak peduli dengan nasibnya.

“Kamu tidak mencintaiku, Zio? Atau perasaanmu kepadaku selama ini hanya sebuah kepalsuan?” tanya Mayzura dengan suara bergetar.

“Bukan begitu, May. Aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku, tetapi aku tidak ingin kita berdua menjadi gelandangan atau pengemis di jalan,” ucap Enzio beralibi.

“Itu cuma alasanmu saja. Kalau kamu memang mencintaiku, buktikanlah hari ini. Temui aku jam sembilan malam di tepi danau Selayar. Jika kamu tidak datang, artinya hubungan kita berakhir,” tandas Mayzura.

“May, dengarkan dulu penjelasanku!”

Enggan mendengarkan suara Enzio, Mayzura langsung mematikan sambungan telepon. Hatinya sudah terlampau perih setelah dikhianati oleh orang-orang terdekatnya. Yang ingin dilakukan Mayzura saat ini hanyalah mengemasi semua barangnya, lalu meninggalkan rumah sejauh mungkin untuk memulai hidup yang baru.

'Aku menunggu pembuktian cintamu, Zio,' gumam Mayzura sembari menyeka air matanya.

***

Tepat pukul sembilan malam, Mayzura memarkirkan mobilnya di tepi jalan. Kemudian, dia berjalan seorang diri menuju kawasan danau Selayar. Dengan bantuan lampu senter dan cahaya bulan yang menggantung di langit malam, Mayzura meneliti keadaan sekitarnya. Danau Selayar memang terlihat sepi dan lumayan gelap di malam hari. Oleh karena itu, dia memilih tempat ini sebagai lokasi pelariannya dengan Enzio.

Air danau yang berwarna keperakan, seolah memandu Mayzura untuk terus mendekat. Hatinya yang semula gundah langsung merasa lega tatkala melihat sosok pria yang berdiri menghadap ke danau.

Tanpa pikir panjang, Mayzura melingkarkan lengannya untuk memeluk pinggang kekar Enzio dari belakang. Awalnya pria itu hanya diam mematung, tetapi sesaat kemudian dia menyentuh tangan Mayzura.

“Aku tahu kamu akan datang menyelamatkan aku, Zio. Aku mencintaimu, Sayang,” lirih Mayzura.

“Zio? Siapa yang kamu maksud, Nona?”

Vibrasi suara yang berat dan sedikit serak membuat Mayzura berjengit kaget. Ya, jelas-jelas ini bukan suara Enzio, melainkan suara orang lain.

“K-kamu bukan Enzio? Si-siapa kamu? Kurang ajar, dasar pria mesum!” pekik Mayzura langsung melepaskan pelukannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status