Seorang gadis muda sedang berbaring tertelungkup di atas ranjang sambil memainkan ponsel. Gadis itu adalah Mayzura, putri tunggal dari keluarga Nugraha. Tak hanya cantik dan hidup serba berkecukupan, Mayzura juga memiliki popularitas sebagai seorang penulis novel online. Terkadang, ia juga memposting kemampuannya dalam bermain piano di media sosial.
Mayzura sedang membaca pesan dari sang kekasih, Enzio. Dua hari lagi adalah tepat enam bulan mereka menjadi sepasang kekasih. Karena itu, Mayzura berencana untuk merayakannya dengan cara yang spesial.Tatkala gadis cantik itu sedang asyik berbalas pesan, terdengar suara ketukan dari luar.“May, Papa ingin bicara denganmu. Papa tunggu di meja makan,” panggil sang ayah dari balik pintu.“Iya, Pa, tunggu sebentar.”Buru-buru, Mayzura menyembunyikan ponselnya, lalu beranjak dari tempat tidur. Dia merasa heran karena sang ayah sudah pulang sebelum jam lima sore. Padahal, Tuan Agam biasanya baru menginjakkan kaki di rumah menjelang makan malam.“Tumben Papa pulang lebih cepat dari kantor. Aku kira Papa ada meeting seperti kemarin,” sapa Mayzura lantas duduk berhadapan dengan sang ayah.Tuan Agam memandang sekilas paras cantik putrinya. Tiba-tiba saja ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya, hingga membuatnya sulit untuk bicara.“Papa pulang lebih cepat karena ingin menyampaikan kabar yang sangat penting untukmu, May,” ujar Tuan Agam dengan suara parau.Melihat wajah Tuan Agam yang sedikit pucat, Mayzura menaikkan setengah alisnya.“Kabar apa, Pa? Apa ada masalah di kantor?”Tuan Agam membasahi bibirnya berulang kali, sebelum mengatakan keputusan yang telah dibuatnya secara sepihak.“May, tadi siang kamu dilamar oleh Tuan Bramantya dan Papa sudah menerimanya. Kalian akan menikah dua bulan lagi.”Bak tersambar petir, tubuh Mayzura membeku seketika. Bahkan, jantungnya seakan berhenti berdetak dalam beberapa detik. Bermimpi pun tidak pernah jika dia akan dinikahkan dengan Bramantya Maheswara, pengusaha tua yang hampir sebaya dengan ayahnya.“Papa serius ingin menikahkan aku dengan Tuan Bramantya? Umurnya sudah lebih dari setengah abad dan dia memiliki dua istri. Papa ingin aku menjadi istri ketiga? Apa Papa tidak memikirkan perasaanku?” cecar Mayzura. Hatinya serasa diremas-remas oleh sebuah tangan yang tak kasat mata.Dengan kepala tertunduk, Tuan Agam menjawab pertanyaan putrinya itu.“Maafkan Papa, May. Papa terpaksa melakukan ini karena Papa terjerat hutang milyaran rupiah. Proyek Papa yang terakhir mengalami kerugian besar, sehingga Papa harus meminjam uang kepada Tuan Bramantya," lirih Tuan Agam.“Lalu apa hubungannya denganku, Pa?” tanya Mayzura dengan mata memerah. Cairan bening sudah berdesakan di kedua sudut matanya. Menuntut untuk segera ditumpahkan keluar.“Kemarin adalah batas waktu terakhir bagi Papa untuk melunasi utang. Karena Papa tidak punya uang, sebagai gantinya kamu….”Suara Tuan Agam terputus begitu saja, karena tidak mampu melanjutkan ucapannya sendiri.“Jadi Papa menjadikan aku sebagai gadis penebus hutang? Papa menjual aku kepada Tuan Bramantya?” potong Mayzura. Serasa ada sebuah palu besar yang menghantam rongga dadanya hingga terasa nyeri.“Papa tidak punya pilihan lain, May. Jika Papa tidak menyetujui keinginannya, Tuan Bramantya akan mencelakakan kita sekeluarga. Kamu tahu Tuan Bramantya adalah orang yang sangat berbahaya. Sebaliknya, bila kamu bersedia menjadi istrinya, Tuan Bramantya akan membantu keuangan keluarga kita," jelas Tuan Agam coba memberikan pengertian.Air mata Mayzura sudah menganak sungai, sementara lututnya kini bergetar hebat. Ternyata sang ayah lebih rela mengorbankan dirinya demi mendapatkan kehidupan yang nyaman. Dengan mudahnya, harga dirinya dijual untuk sejumlah uang yang entah berapa nilainya.“Kalau itu sudah menjadi keputusan Papa, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Bukankah aku ini anak yang harus selalu patuh terhadap orang tua? Aku hanya tidak menyangka, Papa tega melakukan ini kepadaku.”Meski kedua kakinya kehilangan tenaga, Mayzura memaksakan diri untuk berlari ke kamar. Entah mengapa dunianya yang semula begitu sempurna, kini berubah menjadi porak-poranda. Dalam sekejap, sang ayah telah menjungkir balikkan kehidupannya hingga berada di titik terendah.Dengan perasaan hancur, Mayzura menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Satu-satunya harapannya kali ini hanyalah lelaki yang dicintainya, Enzio. Tanpa pikir panjang, Mayzura pun mengambil ponselnya untuk menghubungi sang kekasih.“Halo, Baby, ada apa? Apa kamu merindukan aku? Bersabarlah, besok malam kita akan bertemu di kafe Icon seperti biasa,” ucap Enzio.“Zio, tolong temui aku malam ini juga. Aku harus kabur secepatnya dari rumah,” lirih Mayzura.Enzio terdiam sejenak, mencoba untuk mencerna kalimat yang baru saja dilontarkan oleh kekasihnya.“Kabur? Pasti kamu sedang bercanda, kan, Baby?”“Tidak, aku serius, Zio. Aku akan dijodohkan dengan seorang pria tua yang lebih pantas menjadi ayahku. Dia akan menjadikan aku sebagai istri ketiga. Aku mohon bawa aku pergi, Zio. Lebih baik kita kawin lari daripada aku harus dinikahi orang lain,” jelas Mayzura tanpa jeda.“Tunggu dulu, May, kawin lari tidak semudah yang kamu bayangkan. Kita harus mempersiapkan semuanya dengan matang, termasuk uang dan tempat tinggal. Aku baru saja lulus kuliah dan belum mendapat pekerjaan. Bagaimana aku bisa menjamin kehidupanmu? Kita harus berpikir jernih sebelum bertindak,” tolak Enzio.Jujur, lelaki itu merasa belum siap bila harus melangkah ke jenjang yang lebih serius. Apalagi bila ia harus menikahi Mayzura di usia muda.Untuk kedua kalinya, hati Mayzura seperti tertusuk belati tajam. Ternyata dalam keadaan terdesak, tidak ada satu pun orang yang benar-benar peduli kepadanya. Sang ayah telah menjualnya sebagai istri penebus hutang, sedangkan sang kekasih tidak peduli dengan nasibnya.“Kamu tidak mencintaiku, Zio? Atau perasaanmu kepadaku selama ini hanya sebuah kepalsuan?” tanya Mayzura dengan suara bergetar.“Bukan begitu, May. Aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku, tetapi aku tidak ingin kita berdua menjadi gelandangan atau pengemis di jalan,” ucap Enzio beralibi.“Itu cuma alasanmu saja. Kalau kamu memang mencintaiku, buktikanlah hari ini. Temui aku jam sembilan malam di tepi danau Selayar. Jika kamu tidak datang, artinya hubungan kita berakhir,” tandas Mayzura.“May, dengarkan dulu penjelasanku!”Enggan mendengarkan suara Enzio, Mayzura langsung mematikan sambungan telepon. Hatinya sudah terlampau perih setelah dikhianati oleh orang-orang terdekatnya. Yang ingin dilakukan Mayzura saat ini hanyalah mengemasi semua barangnya, lalu meninggalkan rumah sejauh mungkin untuk memulai hidup yang baru.'Aku menunggu pembuktian cintamu, Zio,' gumam Mayzura sembari menyeka air matanya.***Tepat pukul sembilan malam, Mayzura memarkirkan mobilnya di tepi jalan. Kemudian, dia berjalan seorang diri menuju kawasan danau Selayar. Dengan bantuan lampu senter dan cahaya bulan yang menggantung di langit malam, Mayzura meneliti keadaan sekitarnya. Danau Selayar memang terlihat sepi dan lumayan gelap di malam hari. Oleh karena itu, dia memilih tempat ini sebagai lokasi pelariannya dengan Enzio.Air danau yang berwarna keperakan, seolah memandu Mayzura untuk terus mendekat. Hatinya yang semula gundah langsung merasa lega tatkala melihat sosok pria yang berdiri menghadap ke danau.Tanpa pikir panjang, Mayzura melingkarkan lengannya untuk memeluk pinggang kekar Enzio dari belakang. Awalnya pria itu hanya diam mematung, tetapi sesaat kemudian dia menyentuh tangan Mayzura.“Aku tahu kamu akan datang menyelamatkan aku, Zio. Aku mencintaimu, Sayang,” lirih Mayzura.“Zio? Siapa yang kamu maksud, Nona?”Vibrasi suara yang berat dan sedikit serak membuat Mayzura berjengit kaget. Ya, jelas-jelas ini bukan suara Enzio, melainkan suara orang lain.“K-kamu bukan Enzio? Si-siapa kamu? Kurang ajar, dasar pria mesum!” pekik Mayzura langsung melepaskan pelukannya.Secara refleks, pria itu pun membalikkan badannya. Dalam keremangan cahaya, Mayzura melihat sosok lelaki dewasa yang tengah menatapnya dengan tajam. Iris mata abu-abu gelap yang dibingkai dengan sepasang alis tebal, hidung mancung, dan bibir tebal. Tampan, itulah satu kata yang paling tepat untuk menggambarkan pria di hadapannya ini.“Pria mesum? Bukankah sebutan itu terbalik? Seingatku kamu yang baru saja memelukku tanpa bertanya dulu,” sanggah pria itu memicingkan mata. Semburat merah tercetak jelas di pipi Mayzura. Untung saja suasana di sekitarnya tidak terlalu terang. Bila tidak, ia pasti akan malu setengah mati dan memilih untuk menenggelamkan diri di dasar bumi. Meski begitu, Mayzura tetap berusaha menutupi rasa malunya dengan mengalihkan pembicaaan.“Itu karena aku salah orang! Di mana Enzio, apa kamu menculik atau mencelakai dia?” sentak Mayzura memasang wajah galak. Pria dewasa itu mengerutkan dahi dalam-dalam, seolah tidak mengerti dengan apa yang dimaksudkan oleh Mayzura
Meskipun jantungnya berdentum seperti genderang perang, Mayzura tidak punya pilihan selain mengikuti arahan dari Sadewa. Dengan mengerahkan segenap kemampuan, Mayzura berhasil melewati truk barang di depannya. Kemudian, ia membanting setir ke kanan dan melewati sebuah tikungan tajam. Setelah melakukan aksi kebut-kebutan yang mendebarkan di jalan, mobil mereka akhirnya lolos dari kejaran para penjahat itu. “Wow, aku sangat hebat!” pekik Mayzura memuji dirinya sendiri. Seumur hidup baru sekali ini dia melakukan sesuatu yang di luar nalar dan berpotensi mengancam keselamatan nyawanya. Anehnya, dia justru menikmati adegan berbahaya tersebut. Melihat kelakuan Mayzura yang kekanak-kanakan, Sadewa hanya bisa geleng-geleng kepala. “Kamu memang gadis labil. Tadi mengatakan aku gila, sekarang malah berbahagia,” celetuk Sadewa. Dia sampai lupa jika lengannya masih mengeluarkan darah hingga saat ini. Mayzura langsung menoleh dan melayangkan tatapan sinis kepada Sadewa. “Bisa tidak kamu dia
Kelopak mata Mayzura langsung membulat sempurna. Dia tidak menyangka jika sang ayah akan memilih Sadewa sebagai bodyguardnya. Padahal hubungannya dengan Sadewa sudah mirip seperti anjing dan kucing. “Papa serius mau menjadikan pria ini sebagai bodyguardku?” tanya Mayzura tidak percaya. Tuan Agam menganggukkan kepala dengan penuh keyakinan. Entah kenapa dia merasa sangat percaya kepada Sadewa, meskipun mereka baru pertama kali bertemu. “Sangat serius. Sadewa sudah membawamu pulang dengan selamat. Papa sangat yakin dengan kemampuannya. Kamu akan aman bersama Sadewa,” tandas Tuan Agam. Kini, Mayzura mencoba menggoyahkan pendirian sang ayah. Bagaimanapun dia tidak ingin memiliki seorang penjaga yang akan membatasi semua ruang geraknya. Kendatipun Sadewa pernah menyelamatkan nyawanya, tetapi pria itu terlalu banyak bicara dan suka bertindak sesuka hati. “Pa, kita bahkan tidak tahu asal-usul pria ini, apa pekerjaannya, dan apakah Sadewa itu nama aslinya. Kenapa Papa merektrutnya sebaga
Hampir semalaman, Mayzura tidak dapat tidur karena memikirkan banyak hal. Merasa tertekan dengan segala masalah yang menimpanya, Mayzura memutuskan untuk pergi pagi ini. Dia membutuhkan udara segar supaya bisa berpikir lebih jernih. Namun, Mayzura menunggu sampai sang ayah berangkat ke kantor, barulah dia akan keluar dari kamar. Jujur, dia sedang tidak ingin bertemu muka dengan ayahnya itu. Setelah mendengar deru mobil sang ayah, Mayzura perlahan membuka pintu kamarnya. Melihat kondisi rumah yang lengang, Mayzura bergegas menuju ke dapur untuk mencari Bi Darti. “Bi Darti, apa Sadewa ada di rumah?” tanya Mayzura. “Sadewa izin keluar sebentar, katanya mau mengambil baju dan barang-barangnya di kos, Non.” Wajah Mayzura seketika berubah ceria karena dia punya kesempatan untuk pergi diam-diam. “Bagus, aku akan pergi sebentar. Di mana kunci mobilku, Bi?” Bi Darti membasahi bibir bawahnya sebelum menjawab pertanyaan Mayzura. Pelayan setia keluarga Nugraha itu takut bila sang Nona akan
Mayzura melayangkan tatapan sinis kepada Sadewa ketika pria itu duduk di tepi tempat tidurnya. Buru-buru Mayzura memundurkan tubuhnya untuk menjaga jarak. Memang Sadewa telah menyelamatkan hidupnya, tetapi saat ini Mayzura justru merasa alergi untuk berdekatan dengan pria ini.“Aku tahu kamu pura-pura perhatian padaku demi menarik simpati Papa. Sayangnya, kamu tidak mungkin berhasil karena aku tidak akan makan,” putus Mayzura dengan mata memincing. Sadewa menaikkan setengah alisnya sambil bersedekap. Melihat betapa keras kepalanya Mayzura, Sadewa justru merasa tertantang untuk menaklukkan gadis muda ini. “Selama kamu tidak makan, selama itu pula aku akan terus berada di kamarmu,” jawab Sadewa dengan enteng.“Silakan saja, aku tidak peduli. Bukankah kamu adalah bodyguard-ku? Sudah menjadi tugasmu untuk selalu berjaga di sekitarku. Kita lihat saja, kamu atau aku yang akan bertahan di kamar ini,” tukas Mayzura acuh tak acuh.Gadis itu berjalan menuju ke rak di sudut kamar, lalu mengambi
Sadewa memperhatikan Mayzura yang makan dengan lahap. Dalam sekejap saja, spaghetti di piring tersebut sudah habis tak bersisa. Senyum tipis pun terbentuk di bibir Sadewa, ia tahu bahwa Mayzura sebenarnya sangat lapar, hanya saja gadis itu lebih mementingkan gengsi daripada kesehatannya.“Ternyata kamu bisa juga menjadi gadis yang penurut,” puji Sadewa.Mayzura meneguk habis jus alpukat yang dibuatkan oleh Bi Darti, sembari memutar bola matanya jengah. Dia malas sekali menanggapi sindiran dari pria yang arogan ini.“Kemenanganmu ini tidak akan berlangsung lama, Om Sadewa. Tidak lama lagi aku akan menendangmu keluar dari rumahku,” ketus Mayzura.“Aku memang hanya sebentar menjadi bodyguardmu. Setelah kamu menikah, aku akan pergi dari sini,” ucap Sadewa berjalan menuju ke pintu.Merasa kewajibannya sudah selesai, Sadewa bergegas keluar dari kamar gadis itu. Akan tetapi, baru beberapa langkah pria itu kembali membalikkan badannya.“Sekadar pemberitahuan, jika kamu bosan di dalam kamar, a
Belum sempat Mayzura menjawab, ponsel di dalam tasnya berdering nyaring. Sadewa pun terpaksa melepaskan Mayzura dan membiarkan gadis itu menerima telepon. “May, kenapa kamu belum keluar? Aku sudah menunggu di depan gerbang sejak tadi. Kalau kamu tidak jadi ke klub, aku akan berangkat sendiri,” omel Bryana. Mayzura menjadi panik karena ia tidak mau ditinggal oleh sahabatnya itu. “Jangan pergi dulu, Bry, aku akan membereskan masalahku sebentar.” “Aku tunggu lima menit lagi, May,” jawab Bryana lantas mematikan sambungan telepon. Melihat wajah Mayzura yang berubah mendung, Sadewa mencoba bertanya dengan cara yang lebih lembut. “Bagaimana, Nona, mau aku temani ke klub?” Mayzura berdecak kesal sembari menatap pria yang kini menjadi musuh terbesarnya itu.“Baiklah, aku akan mengajakmu. Tetapi kuperingatkan, jangan dekat-dekat denganku selama berada di klub. Dan sebelum pergi, ganti dulu bajumu yang jelek ini,” tunjuk Mayzura. Pasalnya, Sadewa hanya mengenakan kaos oblong berwarna puti
Sadewa masih terus memantau mobil yang mengikutinya melalui kaca spion. Tak disangka mobil itu kemudian berbelok ke sebelah kiri, berlawanan dengan jalan yang diambil oleh Sadewa. Nampaknya si pengemudi sudah tahu bahwa ia sedang dicurigai.Setelah mobil itu pergi, Sadewa tidak mengurangi tingkat kewaspadaannya. Dia harus selalu melindungi Mayzura hingga gadis itu pulang ke rumah dengan selamat. Sadewa tidak akan membiarkan siapapun sampai melukai Mayzura barang seujung jari pun.Baik Sadewa maupun Mayzura tidak saling bicara hingga mereka tiba di Klub Sunday. Suasana di klub itu cukup ramai, tak hanya oleh kalangan anak muda, tetapi juga orang-orang dewasa yang ingin melepas kepenatan. Pesta semacam ini memang sangat ditunggu-tunggu oleh para lelaki mata keranjang yang ingin berburu wanita cantik.Ketika Sadewa memarkirkan mobil di samping Bryana, Mayzura buru-buru keluar dengan perasaan tidak nyaman. Sebenarnya Mayzura bukanlah tipe gadis yang suka dengan hingar bingar dunia malam.