Share

4.Terpusat

Selepas salat subuh, Nadia yang biasanya tidur lagi tapi kali ini langsung buru-buru mandi. Gadis manis itu rindu papanya.  Nadia ingin datang ke makam untuk sekedar menyapa dan menabur bunga kesukaan papanya.

Terkadang di saat sunyinya malam mulai datang, Nadia meneteskan air matanya. Rindu ini berat sekali untuk ia tahan. Agung bilang, wajar, baru satu bulan lebih. Sakit atas rasa kehilangannya masih terasa. Tapi Nadia berani bertaruh kalau rindu pada papanya akan menghantuinya selamanya.

Selang beberapa menit, ia sampai di pemakaman yang tak jauh dari daerah rumahnya.

"Assalamualaikum, Papa."

Segera Nadia meletakkan buket bunga melati itu di atas makam. Jemarinya kemudian mengusap batu nisan yang baru saja diganti dua minggu lalu.

Dinginnya udara menjelang matahari terbit seperti ini tak Nadia gubris. Perhatiannya kini tertuju seluruhnya pada makam sang papa, cinta pertamanya sejak lahir.

"Nadia disini sehat, Pa. Tapi, kadang Nadia masih suka nangisin papa sih."

Bramono, cinta pertama Nadia sejak ia lahir di dunia ini. Pria yang di ambil kembali ke pangkuan Sang Khalik tepat di usianya yang menginjak 50 tahun itu, adalahsosok seorang bapak yang luar biasa di mata Nadia. Seorang laki-laki yang tak pernah sedikitpun memikirkan untuk menikah lagi setelah kematian istri yang lima tahun lebih dulu meninggalkannya.

"Pa."

Nadia meneteskan air matanya, lagi.

"Nadia ... sekarang udah kerja."

"Sekarang anak papa ini ... harus bisa nanggung biaya hidupnya sendiri. Gak ada yang ngasih nasihat lagi kayak waktu papa masih ada dulu. Gak ada yang peluk Nadia lagi kalo Nadia sedih, gak ada lagi aturan disiplin khas papa di rumah."

Nadia terisak. Kalimat yang ia lontarkan dari mulutnya sendiri itu telah merobek jiwanya. Rasa pedih atas kehilangan seseorang yang amat sangat dicintainya itu benar-benar membuat dunia nya menggelap.

Papa pergi tanpa kata perpisahan. Begitu mendadak hingga hati Nadia begitu hancur. Nadia tahu hari itu akan datang, tapi gadis itu lupa menyiapkan dirinya. Menyiapkan hatinya.

"Tapi lama kelamaan, Insya Allah, Nadia bisa ikhlas kok, Pa. Kan papa pernah bilang, kematian itu pasti. Emangnya, Nadia ini siapa ya, pa, bisa nolak takdir yang udah Allah tentuin jauh sebelum papa lahir."

Nadia menghapus jejak air mata yang tercetak di pipinya kemudian tersenyum, berusaha tegar.

"Yang tenang disana ya, Papa. Nadia yakin nanti disana, Allah pasti bakalan pertemukan kita lagi."

Nadia memanjatkan doa. Memejamkan mata sembari membayangkan wajah sang Papa yang tersenyum padanya.

"Nadia kerja dulu ya, Papa. I love you. "

Nadia berdiri dan memandang makam itu sebelum ia benar-benar pergi dari sana.

♥♥♥

"Rendra!! Roti gue lo abisin!!!"

Rendra buru-buru lari dan masuk ke dalam mobilnya sebelum singa lapar yang ia panggil abang itu muncul di hadapannya.

Rendra terkekeh sembari mengunyah roti selai kacang kesukaannya dan saudara kandungnya, Reza. Tiap pagi selalu seperti itu. Reza dan Rendra selalu saling usil menghabiskan jatah sarapan mereka. Untung saja Regi, anak paling tua, tidak berada di Indonesia. Kalau ada, komplitlah drama ketiga saudara kandung itu berebut jatah sarapan setiap paginya.

Pagi ini terpaksa Rendra datang awal ke kantor karena bos besar a.k.a CEO perusahaan tempat ia bekerja, kembali ke kantor setelah honeymoonnya dengan sang istri ke Maldives usai. Banyak pekerjaan dan laporan pekerjaan yang harus dibicarakan Rendra jika si bos yang bernama Jerry Andrean itu kembali ke kantor.

Saat melewati pemakaman, Rendra mengerjap beberapa kali, berusaha meyakinkan bahwa apa yang baru saja dilihatnya di pemakaman itu benar-benar si gadis manis yang sedang diincarnya beberapa hari ini.

"Nadia?? Abis dari makamnya siapa dia?"

Rendra tak salah lihat. Ia yakin itu benar-benar Nadia saat gadis itu mendongakkan wajahnya. Kebetulan, makam yang sedang dilewati gadis itu tepat berada di tepi jalan hingga Rendra tak susah untuk melihatnya walau dari dalam mobil.

"Mama sudah meninggal lima tahun lalu pak, dan Papa saya baru saja satu bulan yang lalu meninggalkan saya."

Rendra kemudian menepuk jidatnya. Bagaimana ia bisa melupakan fakta gadis incarannya itu?

Gadis manisnya seorang yatim piatu.

Tiba-tiba hati Rendra merasa terenyuh. Terlupa olehnya bahwa ia harus buru-buru ke kantor pagi ini. Terlupa olehnya kalau ia telat ke kantor, akan ada amukan dari Jerry Andrean pagi ini untuknya. Seolah itu semua tak penting saat ia melihat gadis manisnya sedang menangis di samping sebuah makam di sana.

Ada rasa ingin melindungi yang kuat dari dalam hatinya untuk gadis itu. Ada sebuah rasa yang ingin Rendra luapkan kalau ia tak ingin gadis itu sendirian lagi. Rendra ingin gadis itu menjadi miliknya agar Nadia tak lagi menangis seorang diri saat mengingat kedua orang tuanya.

"Semoga usaha saya untuk mendekati kamu ini tidak sia-sia, Nadia."

♥♥♥

Nadia tiba di kantor tepat sepuluh menit sebelum jam masuk. Sebelum masuk ia sempat membeli nasi uduk yang ada di depan kantor untuk sarapan.

Nasi uduk yang diberikan seseorang kemarin untungnya tak menimbulkan efek apa-apa. Berarti, seseorang yang belum Nadia ketahui siapa orang nya itu benar-benar berhati baik dengan tak memasukkan bahan-bahan berbahaya ke dalam nasi itu.

Sampai sekarang, Nadia masih penasaran siapa orangnya. Ingin bertanya pada Gugun pasti pria itu tak akan mau menjawab jujur.

"Eh cikungunya!! "

Nadia menoleh saat Acha memanggilnya dengan label baru setelah sehari sebelumnya memanggil nya dengan sebutan kulit apel. Nadia yang sudah terbiasa dengan tingkah absurd Acha pun menggeleng.

"Apa? "

"Dih, jutek amat."

"Siapa suruh lo ngerubah nama gue."

Acha nyengir. "Becanda atuh, Nadia sayang. Yang abis diajak makan malem sama Pak Rendra jangan galak-galak atuh, Neng."

Sontak kedua mata Nadia langsung membulat. "Darimana lo tau?? "

"Semalem gue makan sama Danu gak jauh dari tempat lo sama Pak Rendra makan."

Jantung Nadia langsung berdebar kencang. Ini salahnya. Kenapa malah menyarankan Rendra untuk makan di kaki lima padahal Rendra mengajaknya makan di restauran.

"Jadi, ada hubungan apa ananda berdua ini? Kenapa merahasiakannya dari saya, hm? "

Nadia pun kemudian menjelaskan keseluruhan ceritanya pada Acha.

"Jadi begono."

"Iye, suer. Gue sama Pak Rendra gak ada hubungan apa-apa deh, Cha. Jangan kasih tau siapa-siapa, ya? Cukup lo aja yang tau," pinta Nadia memohon. Wajahnya memelas. Bisa habis ia dibully satu kantor kalau sampai Acha kelepasan soal ini. Apalagi kalau sampai perempuan-perempuan yang ada di lantai 2 yang rata-rata semuanya mati-matian mengejar cinta Rendra mendengar ini. Bisa habis Nadia jadi bulan-bulanan wanita sok jadi penguasa kantor itu.

"Iye, gue nggak bakalan bocor. Tenang aja. Tapi serius, apa lo gak curiga gitu sama sikapnya Pak Rendra ke lo? "

"Curiga kenapa emang? Semalem tuh emang kebetulan aja kali. Nggak ada maksud apa-apa dia."

Acha berdecak. "Lo emang jadi cewek kelewat polos, Nad. Lo nggak ngeh apa? Gak kepikiran apa sama tingkah dia? "

Nadia kebingungan. "Apaan emang? "

"Gue yakin ya selama ini dia mondar-mandir di depan ruangan kita itu cuma pengen diperhatiin sama lo," tebaknya langsung. Membuat lagi-lagi, kedua mata Nadia melebar.

"Sok tau ente!"

"Yeeeee, bukannya sok tau, daun bayem. Tapi emang gue yakin aja. Terus, yang ngirimin lo nasi uduk misterius kemaren, itu juga gue yakin dari Pak Rendra."

Nadia perang batin saat kalimat itu meluncur dari mulut Acha. Setengah hatinya membenarkan dan juga setengah hatinya ragu.

Apakah memang benar seperti itu?

Karena kalau Nadia pikir-pikir, kalimat Acha masuk diakal juga. Serius, tingkah mundar-mandir atasannya itu beberapa hari ini cukup konyol. Jabatan Rendra lebih tinggi dari Finka, jauh malah. Tapi kenapa Rendra yang harus mundar-mandir seperti itu dan bukannya Finka?

Dan Nadia juga berpikir, bukan tak mungkin yang mengirimkan nasi uduk dan teh manisnya kemarin itu adalah Rendra. Sikap Rendra kemarin sore padanya itu terlalu luar biasa antara atasan dengan karyawan biasa macam dirinya kalau tak ada tujuan tertentu.

"Kemungkinan besar Pak Rendra jatuh cinta sama lo, Nadia."

Nadia langsung tertawa lebar sembari melanjutkan langkah nya. "Gak mungkinlah Cha orang ganteng gitu jatuh cinta sama kentang kayak gue."

Sementara itu, tak jauh dari sana, Rendra tak sengaja mendengarkan percakapan antara Nadia dengan Acha saat ia baru saja kembali dari parkiran untuk mengambil dompetnya yang tertinggal di mobil.

"Acha benar, Nadia. Saya jatuh cinta sama kamu."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status