Rendra POV
Udah satu minggu lebih Nadia ada di kantor itu dan kemajuan gue ngedeketin dia cuma gerak dikit. Itupun cuma sebatas ngirimin sarapan misterius doang sama ngajak makan malem. Itupun modus nganterin dia pulang.
Malu gue sebenernya. Umur udah 35 tahun tapi cara ngedeketin cewek aja masih minim. Soalnya gini, gue dari dulu terbiasa ama cewek yang ngedeketin atau ngegoda gue, bukannya dorongan dari gue sendiri. Ya jadi wajar 'kan kalau sekarang gue begini? Ngedeketin cewek umuran Nadia aja gue gemeter.
Dan sekarang, ini gue malu banget ngasih tau ke kalian. Percaya nggak kalau sekarang gue lagi minta saran Reza gimana caranya ngedeketin Nadia? Percaya nggak percaya kalian harus percaya. Buktinya ini sekarang gue lagi sama Reza di kamar gue sambil sesekali gue cek obrolan tentang rencana gathering di grup W******p kantor yang isinya gue dan staf petinggi-petinggi kantor.
"Heran gue lo bisa demennya ama bocil, Ndra. Nggak ada gitu yang seumuran sama lo? Atau minimal yang setahun dua tahun dibawah lo? ""Ada. Tapi kalo gue demennya ama dia, gimana? Enak banget kalo gue bisa ngatur perasaan gue."
Tadi, selesai makan malam, gue mutusin buat cerita perasaan gue sama Reza. Abisnya gue bingung banget mesti gimana lagi caranya ngedeketin Nadia atau minimal tuh cewek sadar kalo gue punya perasaan lebih sama dia. Daripada curhat ke orang kantor misalnya Gugun atau si Finka yang beresiko bakal diejek pedofil, mendingan gue curhat ama abang gue sendiri 'kan? Walaupun tetep gue juga diejek.
Dibanding sama Regi, gue lebih deket sama si Reza kampret ini memang. Karena ya faktornya Regi sering sibuk ama kerjaannya di Singapura dan jarang banget pulang ke rumah. Si Reza memang kerjanya di Semarang. Tapi dibanding Regi, seminggu sekali Reza pasti pulang. Tapi ya tetep, gue sayang keduanya.
Kasian Mama kalau sampe ketiga anak laki-lakinya pada nggak akur. Udah jadi janda sepuluh tahun, 'kan stres kalo ditambah anak laki-lakinya pada bandel semua.
"Atau nggak lo minta tolong gitu sama temen deketnya," saran Reza.
Temen deketnya Nadia? Siapa?
"Minta tolongnya gimana? "
"Ya bantu supaya lo lebih deket lagi lah. Misalnya kayak cari tau Nadia itu hobinya apa, tipe cowoknya yang kayak gimana. Semacem itulah," jelas Reza enteng sambil nguyah buah pisang raja yang dibeli mama tadi sore. Pisang kok makan pisang.
Temen deketnya Nadia?
Acha berarti 'kan?Tapi, Acha 'kan juga baru kenal sama Nadia. Gimana bisa tau dia semua apa yang disukain sama Nadia?
Lagian, gue tau banget walaupun gak deket, tipe Acha itu yang kayak gimana. Perempuan yang ceriwis. Takutnya suatu hari dia kelepasan dan bongkar semuanya sama Nadia. Huuuh, nggak deh. Bisa kacau semua rencana gue kalo begitu.
Pasti kalian mikir gini kan "Ya bagus dong Ndra kalo si Nadia nya tau perasaan lo."
Iya bagus emang. Tapi 'kan gue belum tau si Nadia nya bakal sukain gue balik apa nggak. Bukan masalah fisik yang gue takutin karena gue yakin gue ganteng. Tapi masalah perbedaan umur yang jauh. Yakin lo semua si Nadia itu mau sama om-om kayak gue?
"Temen deketnya dia itu ceriwis, Za. Mendingan gak usah deh daripada kacau ntar semua rencana gue."
"Emang temen deketnya Nadia dia doang? Nggak mungkin 'kan dia cuma punya satu temen di dunia ini?"
Emang siapa lagi? Acha sama Nadia itu akrab banget kalo di kantor.
Waittttt....
Ada, bener juga si Reza. Nadia punya satu lagi temen deket. Dan orang itulah yang gue sangka pacarnya Nadia waktu itu.
"Ada sih. Tapi 'kan, gue gak tau siapa namanya, dimana rumahnya."
Plak..
Reza saiton! Kepala gue dikeplak!
"Lo begonya kebangetan. Tinggal nyari, njir! Apa susahnya, sih? Cari di instagramnya Nadia, pasti di feed nya Nadia ada poto bareng temennya itu. Lo tinggal DM terus ajak ketemu."
Gue langsung nyadar dan langsung senyum. Pinter juga nih anak kelahiran tahun 1984!
"Pinter juga lo. Ternyata bukan tampang lo aja yang mirip Reza Rahadian, tapi otak lo juga sejenius Pak Habibie."
Gue senyum-senyum sendiri setelahnya sambil makan pisang yang gue rebut dari tangannya Reza.
Mudah-mudahan aja temennya Nadia itu mau bantu gue buat ngedapetin cewek manis kelahiran 2001 itu.
♥♥♥
Author POV
"Lame lagi ke kawan awak tu sampai?Ros dah lapar ni."
Hari ini, Ros datang dari Kuala Lumpur setelah hampir setahun mereka LDR. Untuk mengobati rindu dan mengenalkan Ros dengan sahabatnya, Agung pun mengajak Ros dan Nadia makan malam di warung nasi padang kesukaan Nadia.
"Sabar ya sayang, kejap lagi datang lah tu."
Dibanding dengan Nadia saat pacaran dulu, perlakuan Agung pada Ros jauh berbeda. Jika dulu dengan Nadia, Agung selalu berkata santai, tapi tidak dengan Ros. Dengan gadis brrdarah melayu itu Agung harus berlaku selemah lembut mungkin. Ros itu perajuk. Dan jika sudah merajuk, ia akan mengamuk dan galak seperti Kak Ros yang asli di Animasi Upin-Ipin.
"Nah itu dia sampai," ucap Agung saat melihat Nadia yang baru memarkirkan motor tak jauh dari tempat mereka duduk.
"Manis ye, macam hot chocolate nya tok Aba," seru Ros dan Agung pun terkekeh.
Nadia pun tak lama menghampiri mereka dengan senyuman manisnya.
"Maaf ya lama. Tadi di kantor PLN ada demo soalnya."
"Demo apaan? " tanya Agung.
"Demo emak-emak. Protes ke PLN kenapa matiin listrik pas jam tayang Mas Al sama Andin."
Tawa Agung pun meledak sementara kekasihnya tak paham.
"Segitunya ya emak-emak. Oh iya ini Ros, love of my life. Sayang, inilah yang namanya Nadia tu. Sahabat aku sejak masa sekolah dulu."
Nadia dan Ros pun saling memperkenalkan diri. Yang Ros tak tahu dan tak akan pernah Agung berniat untuk memberi tahu kalau Nadia adalah mantan kekasihnya. Ros itu pencemburu.
"Nanti kalo die mengamuk sebab cemburu, matilah aku. Kalau dah mengamuk nanti die gune kuase ala Adu Du si kepala kotak 'kan bahaye," jelas Agung saat ditanya kenapa ia tak akan pernah mau cerita sama Ros kalau Nadia itu mantannya.
"Kalau boleh tau, siape Mas Al dan ehm
... Andin tu? Kenape dia orang bisa jadi punca protes? " tanya Ros lugu. Sontak Nadia dan Agung pun tertawa.Mereka pun duduk dan menjelaskan. "Mereka tu pelakon sinetron yang tengah hype di Indon ni, Sayang. Semue ibu-ibu di Indonesia ni, suke sinetron die orang tu," jelas Agung lebih dulu.
"Iya Ros. Nggak ada satu hari yang terlewat tanpa drama tu disini," tambah Nadia.
"Oooh macam tu. Ros kire dia orang tu perdana menteri atau apelah tadi."
"Memang ngeri ya pengaruh Andin di Indonesia. Sampe PLN didemo, ampunn," ujar Agung tak habis paham. Untung Mamanya di rumah bukan tipe penonton yang seperti itu. Mamanya hanya akan mencaci maki dalam hati kalau ada scene yang menjengkelkan.
Mereka pun mengobrol dan bercanda. Nadia dan Ros baru kali ini bertemu secara langsung. Biasanya hanya melalui sosial media saja.
"Awak ni manis betul lah, Nadia. Perempuan semanis ini, takde ke kekasih hati?"
Mendengar itu, Nadia semar mesem. Nadia paling suka dibilang manis dibanding cantik. Karena menurutnya, cantik itu relatif sedangkan manis itu memang mutlak.
"Manisnye macam cadburry 'kan, Sayang?" tambah Agung dan Ros pun mengangguk antusias.
"Ah, Ros bisa aja."
"Dih najis, sok malu-malu lo!" sambar Agung sembari melempar tisu ke wajah Nadia. Suatu hal yang tak pernah dilakukannya dengan Ros.
"Iri ya, bund?"
Agung memutar bola matanya, tak lama ia tersenyum kembali. Ia senang bisa menghibur Nadia yang nasibnya tak seberuntung dirinya.
Nadia memang tak seberuntung gadis lain. Tapi gadis lain, belum tentu setegar dia.
Lihatlah. Ia hidup sendirian sekarang ini. Namun setidaknya, Nadia masih bisa tersenyum. Walaupun itu kemungkinan hanya pura-pura, tapi ia tetap tersenyum, menyenangkan hati siapapun yang melihatnya.
"Jadi, Nadia ni single ke? " tanya Ros sekali lagi. Gadis itu nampak tak puas jika belum mendapat jawaban Nadia.
"Gue jomblo, Ros. Belum nemu yang pas di hati sama mata," jawab Nadia sembari mengunyah potongan ayam gulainya.
"Type Nadia mencari kekasih ape? Manatahu 'kan nanti bile Ros balik KL, adelah laki-laki kacak yang sesuai dengan minat Nadia." Ros menaik turunkan alisnya kemudian tersenyum jenaka.
"Nggak usah jauh-jauh, Sayang. Disini ada kok. Nadia aja yang kurang peka sama keadaan sekitarnya."
Kalimat yang meluncur begitu saja dari mulut Agung yang asyik mengunyah sepotong dendeng batokok itu pun sontak membuat kedua gadis yang ada didekatnya melongo. Terutama Nadia.
"Iye ke? Siape?? " Dasar Ros. Gadis dari negara tetangga ini tingkat penasarannya melebihi hebatnya kuasa petir milik Boboiboy.
"Maksud lo?" tanya Nadia heran. Agung pun tersenyum.
"Sekali-kali tuh coba jadi cewek yang peka, Nadia," jawab Agung, tersenyum penuh arti.
❤❤❤
3 hari sebelumnya.
Agung POV
Hari ini sengaja gue pulang cepet dari kantor karena ada hal penting.
Seorang cowok dengan 5000 followers tadi siang DM gue setelah sehari sebelumnya dia follow I* gue. Dan isi DM nya itu yang bikin gue kaget bukan kepalang.
Bayangin, cok!
Lo nggak kenal dia sama sekali tapi tiba-tiba dia DM nggak pake basa-basi bilang kalau dia perlu bantuan gue buat deketin Nadia. Dan pas gue tanya dia siapa, dia jawab kalau dia atasannya Nadia di kantor, tepatnya jabatan dia tuh HRD.
Njir, Nadia. Anak baru udah dideketin sama om-om, tajir pula. Gila pesonanya tuh anak. Biasa aja tapi mampu membuat seorang HRD ganteng bermata sipit macam orang Jepang tergila-gila sampai kayak gini.
Dan untuk meyakinkan kalau dia bener-bener atasannya Nadia dan bener-bener serius buat perjuangin sahabat gue, gue pun mengiakan ajakannya buat ketemuan di kafe sekitaran Semanggi buat ngobrol.
Dan penantian gue selama hampir lima menit nunggu di kafe, terbayar saat ngeliat seorang cowok dengan setelan mahal yang gue yakin itu dia cowok yang DM tadi siang. Dia pun juga ngenalin gue dan langsung aja mendekat.
"Rendra."
"Agung. Silahkan duduk, Mas."
Eh, nggak salah 'kan gue manggil dia Mas? Soalnya dari tampangnya, nggak tua-tua banget sih keliatannya. Kayak masih umur antara 35 sampe 40 tahunan gitu.
Setelah mesen kopi dan snack, si Rendra ini langsung nunjukin identitas dia kalau dia beneran atasannya Nadia dengan cara nunjukin name tag dan kartu nama dia yang ada logo kantor nya yang sama dengan punyanya Nadia. Dan gue pun sedikit lega dengan itu. Seenggaknya, cowok ini nggak bohongin gue.
"Maaf kalo boleh tau Mas ... ehm ... apa yang bikin Mas sampe berbuat sejauh ini? Maksud saya, sampe rela ngajak saya ketemuan buat bantuin Mas ngedeketin sahabat saya? "
Cowok yang mirip sama Joe Taslim ini pun tersenyum.
"Sejak pertama kali ngeliat Nadia waktu dia interview saat itu, hati saya sudah batin kalau dia ini berbeda. Diantara enam perempuan lain, cuma dia yang berdandan seadanya, dan berperilaku apa adanya. Tidak dibuat-buat. Dan disaat yang lain meninggalkan ruangan saat itu tanpa sedikitpun mengucap salam, hanya Nadia yang berperilaku sopan dengan mengucapkan terima kasih sama saya. Dan sejak saat itu, hati saya tergerak untuk mencari tahu tentang sahabat kamu itu. Hingga pada akhirnya, rasa penasaran saya berubah menjadi perasaan ... sayang."
Gila nih orang, bahasanya baku bener udah kaya KBBI.
Eh, tapi saat denger alesan dia jatuh cinta sama sahabat gue, gue jadi tersentuh sih. Segitunya laki-laki di depan gue ini.d
Dia bisa jatuh cinta sama sahabat gue hanya dengan perilaku sopan dan sederhana.Tuh denger buat cewek-cewek diluar sana. Nggak selamanya cowok mandang fisik kalian. Inget, attitude yang baik itu diatas segalanya!
Cantik kalau less akhlak apa gunanya 'kan?
Dan kami pun setelahnya ngobrolin segala macem hal tentang Nadia. Dan entah kenapa walaupun baru pertama kali ketemu, gue langsung percaya aja gitu ngebeberin semua nya tentang Nadia. (Nggak semuanya sih, gue juga punya pikiran kali buat nggak ngasih tau semuanya tentang hidup Nadia). Seolah udah kenal sama nih Mas Rendra selama belasan tahun, gue lancar aja gitu ngasih tau dia gimana cara ngedeketin Nadia.
"Tapi kalo bisa nih ya, Gung. Jangan saya saja yang berusaha meyakinkan Nadia, kamu juga."
"Lah, kok saya ikutan Mas?"
"Ya iyalah, kamu 'kan sahabat dekatnya. Pasti dia mendengarkan semua apa kata kamu karena kamu tahu apa yang baik dan buruk buat dia."
Bener juga. Kalau usahanya cuma dari si Mas Rendra ini, hati Nadia bakal lama luluhnya. Dan supaya cepet, harus ada masukan secara halus dari orang-orang terdekatnya Nadia.
Dan itu adalah aku.
"Oke-oke, saya bantu. Mudah-mudahan cara ini berhasil."
"Saya janji sama kamu kalau saya berhasil mendapatkan Nadia, saya akan jaga dia sebaik-baiknya."
Kedengerannya gombal, tapi sekali lagi, hati kecil gue percaya kalau apa yang diucapin sama Rendra ini tulus. Dan semoga aja iya. Karena tujuan gue menyetujui kerja sama buat ngedeketin Nadia sama cowok ini cuma satu.
Gue pengen Nadia nggak sendiri lagi di dunia ini. Gue pengen Nadia ada yang jagain karena gue tau, gue nggak bisa jaga dia selamanya.
Nadia POV Malem minggu. Hari dimana anak muda keliaran nggak tau arah, ketawa ngakak-ngikik nggak inget mati, pada keluar dari sarangnya. Atau tipe yang kayak gue yang kalo keluar di malem minggu itu karena emang ada yang ngajak dan kebetulan lagi gabut. Contohnya kali ini. Gue itu paling males ama yang namanya malem mingguan. Jaman pacaran sama Agung aja dulu ogah banget gue diajak dia saturday night nggak jelas begitu. Apaan. Kalo mau nge-date 'kan bisa di hari yang lain, nggak cuma malem minggu doang. Mungkin itu juga penyebab kenapa Agung sama gue itu putus dulu. Agung anaknya blingsatan, aktif kayak dede bayi dalem perut. Sementara gue kaku, pendiem, nggak banyak omong. Bagus deh tuh anak sama Ros sekarang. Cocok, sefrekuensi, sepemahaman. Dan malem ini karena gue gabut dan nggak tau mau ngapain, gue iyain ajakan Acha
Nadia POV "Ih, lo makhluk hidup apa bukan sih, Nad?? Masa nggak peka terhadap rangsangan.. eh, maksud gue, nggak peka sama keadaan sekitar. Dari ekspresi Pak Rendra semalem jelas banget tau nggak kalo dia tuh naksir elu." Sumpah demi apa, gue kepikiran ama omongan Acha pas kami mau pulang semalem. Ya Allah, masa sih Pak Rendra naksir gue? Dia ganteng, dewasa gitu masa demen ama gue yang masih bocil belum banyak pengalaman hidup gini??? Ceburin aja Acha ke Bengawan Solo! Dan karena kata-katanya dia itu, gue jadi gemeter mau pergi ke kantor pagi ini. Gila, cepet banget sih udah hari Senin aja. Perasaan baru kemaren malem minggu.Eh tapi, kalo gue nggak ke kantor, alamat bakalan kena SP. Ergghh, Acha sialan! Danu lagi, pake segala ngajak Pak Rendra buat gabung. Kalo nggak gitu 'kan nggak bakalan gini kejadian
"Emang ciri-ciri perempuan kalo udah pengen nikah apaan, Za? " Reza memandang adiknya tak paham. Kuno sekali adiknya ini. Sudah tua, tapi urusan perempuan masih nol besar. Tapi kalau urusan pekerjaan saja, nomor wahid berkuasanya. Tadi, Reza iseng masuk ke kamar Rendra saat anak itu sedang telponan dengan Nadia. Persis remaja labil yang baru mengenal cinta. Reza yang melihat itupun kontan mengejek Rendra dengan sebutan "tua-tua bocil". "Pertama ... " Rendra tersenyum antusias dan langsung melompat ke atas kasur."Apaan? " "Beliin gue mekdi dulu, gih. Komplit." Rendra yang tadinya antusias mendadak berwajah masam. "Udah bengkak masih aja makan pikiran lo! " "Ngasih saran ke lo tuh butuh tenaga, adik kecil! Buru! Gue laper!" Terpaksa Rendra menuruti. Pasalnya, abangnya itu saran percintaannya selalu berhasil. Apa-apa
Nadia POV Empat bulan berlalu. Di umur yang baru 20 tahun, 3 bulan, dan 45 hari, gue udah jadi ibu rumah tangga sejak dinikahin sama Mas Rendra empat bulan yang lalu. Gue nggak pernah nyangka bakal nikah di umur yang masih terbilang muda kayak sekarang. Apalagi nikah sama laki-laki yang umurnya beda lima belas tahun sama gue. Hubungan gue sama Mas Rendra itu kayak kereta super cepat yang ada di Jepang tau, nggak? Bayangin aja. Kenal di kantor baru seminggu dia udah nembak gue dan kita pun jadian. Dan baru pacaran dua minggu, Mas Rendra udah ngajak gue nikah. Dan satu setengah bulan setelahnya, kita pun resmi jadi suami istri. Gue pribadi sih sebenernya sah-sah aja ya ngejalanin hubungan ekspres kayak gini. Ya gue juga mikirnya, kalau cinta ngapain lama-lama 'kan? Apalagi gue bisa liat Mas Rendra itu udah mapan ekonominya. Plus, Mas Rendra juga udah dewasa yang bisa gue liat dari segi u
"Mas temenin ya, Nadia?" Nadia menggeleng. Suaminya ini terkadang keras kepala sekali. Sudah berapa kali Nadia menggeleng, menolak permintaannya sejak tadi. Tapi ia masih saja memaksa. "Temenin gimana? Jadi Mas batal pergi ke Bogor, terus dimarahin Pak Jerry cuma gara-gara mau temenin aku cari bahan buat usaha? Mas udah bosen kerja disana? Mas mau di pecat? Terus kita makan apa, kakanda?" Nadia itu memang jarang ngomong, tapi sekalinya dia ngomong, bisa sepanjang rel kereta api jurusan Cikampek-Tokyo. Panjang sekali. "Lagian itu Pak Jerry demen banget sih nyuruh Mas masuk weekend begini." "Lah 'kan biasanya juga begitu Mas?? Kenapa sekarang Mas ngeluh?" "Ya 'kan dulu sebelum Mas nikah, bebas mau pergi kapan aja, Mama pun jarang di rumah, jadinya Mas nggak khawatir mau ninggalin. Ini sekarang Mas udah ada tanggung jawab, kamu. Mana kamu lagi hamil."
Rendra terdiam di atas tempat tidurnya. Masih dalam keadaan belum mengganti pakaiannya sama sekali. Hatinya gusar. Sebuah kebohongan yang ia katakan pada istrinya sebelum mereka menikah dulu, terbayang kembali. "Mas belum pernah nikah sama sekali?" Nadia melontarkan pertanyaan itu yang langsung membuat Rendra terdiam seribu bahasa. Jika ia jujur, pasti Nadia akan langsung membatalkan pernikahan mereka. Siapa sih, seorang gadis berusia 20 tahun yang mau dinikahi dengan pria berumur 35 tahun yang sudah pernah menikah sebelumnya? Lain kalau gadis itu tipe perempuan matrealistis dan Rendra yakin, Nadia bukan tipe perempuan seperti itu. Dan saat itu, Rendra memil
Author POV Bila hakim telah mengetuk palu, maka keputusan sudah mutlak, tak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Sama halnya dengan keputusan Jerry Andrean yang memutuskan untuk Family Gathering di Malaysia. Keputusan yang tak akan bisa dibantah dan ditolak oleh siapapun di perusahaannya. Apalagi Rendra yang jabatannya jauh dibawah Jerry. Keputusan itu Jerry umumkan berdasarkan hasil voting seluruh karyawan kantor yang kebanyakan memilih Malaysia sebagai destinasi dibanding Bali. Dari 100% hasil suara, hanya 19,5% yang memilih Bali. Apalagi perjalanan wisata ini mutlak semua biaya yang menanggung adalah perusahaan, kecuali budget oleh-oleh, paspor, visa, dan uang saku. Tentu saja mereka semua rata-rata memilih negara yang memiliki Menara Kembar tersebut. Hari Jum'at pekan ini mereka berangkat. Dan diantara semua wajah bahagia itu, hanya Rendra yang bermuram durja dengan keputusa
❤❤❤ "Mas? Ada yang mau dimasukin lagi nggak ke koper?" Rendra menggeleng pelan. Sejak tadi, Nadia yang sibuk memasukkan barang-barang ke koper sementara dia asyik rebahan di kasur. Bukan bermaksud menjadi suami pemalas, namun, Rendra benar-benar kehilangan semangat untuk pergi ke Malaysia besok. "Udah masuk semua, Nadia. Besok tinggal berangkat. Kamu daritadi sibuk ngurusin itu sampe lupa sama suami." Nadia berdecak sembari bertolak pinggang. "Nanti kalo ada yang ketinggalan 'kan repot, Mas." Nadia tak ingin protes k