Kring... Kring... Kring...
Bel istirahat berbunyi, para murid berhamburan keluar dari kelas masing-masing menuju kantin untuk mengisi perut mereka. Emily? ia tidak ingin ke kantin lebih baik dirinya tidur dalam kelas daripada ia mendapatkan hinaan kembali. Bukannya apa, hanya saja ia tidak ingin telinganya menjadi panas seketika.
••••
Tak terasa bel pulang sekolah berbunyi. Emily keluar dari kelas, ia ingin berjalan kaki pulang. Dirinya berjalan santai menuju rumahnya dengan earphone ditelinga nya itu. Earphone itu ia dapatkan dari kamarnya tadi pagi.
Sebuah mobil mengerem mendadak disamping Emily, untung saja dirinya tidak luka sedikitpun. Emily terduduk di aspal karena terkejut dan mengumpat. "Shit!"
Turun lah sang pengemudi tersebut dan langsung menghampiri Emily. "Sorry gue gak sengaja"
Emily melihat yang menabraknya itu, ia kaget melihat wajahnya. Tetapi langsung menormalkan kembali wajah kagetnya.
"Lo gak papa kan? atau ada yang sakit. Gue tanggung jawab kok," ujar orang itu.
"Felicia!" seru Emily.
"Lo kenal gue?" Emily mengangguk antusias menjawab pertanyaan orang itu.
"Gue cerita nanti. Kita cari cafe terdekat disini," ucap Emily.
"Baiklah." ujar orang itu membantu Emily berdiri dari duduknya saat ia terjatuh tadi.
Emily menaiki mobil orang itu yang dipanggil nya tadi dengan 'Felicia' dengan wajah bahagia. Tak lama mereka berdua telah sampai di cafe terdekat. Saat ini mereka telah duduk dekat kaca di pojok. Orang yang menabrak Emily tadi berdiri dan menanyakan pesanan Emily. "Lo pesan apa? Biar gue pesanin sebagai tanda maaf gue tadi karna nabrak lo."
"Milk Shake," jawab Emily.
"Baiklah." ujar orang itu yang langsung pergi memesan.
Orang itu berjalan memesan pesanan miliknya dan pesanan Emily. Tak butuh waktu lama, dia telah datang kembali.
"Lo tidak makan?" tanya Emily ketika melihat orang itu hanya membawa dua minuman.
Orang itu menggelengkan kepalanya. "Tidak. Gue tidak lapar,"
Emily mengangguk mengerti mendengar itu. Orang itu mengeluarkan suaranya bertanya pada Emily dengan melihat ke arah Emily dengan intens. "Lo kenal gue dari mana?"
Orang itu sangat penasaran. Sebelumnya ia tidak mengenal Emily sama sekali. Tapi kenapa Emily mengenal dirinya.
"Felicia Della Martinez. Anak perempuan satu-satunya dari keluarga Martinez, mempunyai kakak laki-laki tiga yang sekarang berada di Belanda dan keluarganya berada di Indonesia yang sekarang tinggal bersama keluarga Williams." tegas Emily melihat ke arah Orang yang berada di depannya itu.
"Lo tau dari mana? Tidak ada yang tau kalau keluarga gue tinggal dengan keluarga Williams sekarang." tutur orang itu dengan wajah sedikit terkejut miliknya.
"Bukan itu saja yang gue tau. Lo punya sahabat dari kecil bahkan sudah menganggapnya seperti saudara kandung sendiri bernama Keisya Amora Williams. Tapi sayang Keisya harus gugur dalam menjalankan misinya beberapa hari lalu dikarenakan tembakan dari musuhnya mengenai jantungnya," kata Emily.
Felicia kembali dikejutkan oleh penuturan Emily sekarang.
"Lo .... " ucapan Felicia terpotong karena Emily dengan cepat memotong ucapannya.
"Gue belum selesai!" seru Emily.
"Keisya sangatlah datar, dingin, tegas, dan tangguh. Tapi sifatnya itu tidak berlaku pada keluarga besarnya dan sahabat satu-satunya yaitu lo sendiri. Keisya anak perempuan satu-satunya juga dari keluarga Williams. Keluarga besar Williams sangat menyayangi Keisya dari kecil. Bahkan lo dan Keisya tergolong orang yang sangat terkenal. Bukan itu saja, lo dan Keisya merupakan pemegang mafia terbesar di dunia sekarang. Dengan Keisya seorang pemimpin mafia itu, dan lo sebagai salah satu orang kepercayaan Keisya," ungkap Emily.
"Lo tau darimana semua itu? Tidak ada yang tau semua itu, apalagi tentang mafia itu kecuali keluarga gue," balas Felicia.
Ia tidak menyangka bahwa ada seserang yang mengetahui itu semua. Hanya keluarga mereka saja yang mengetahui itu semua. Felicia menatap tajam ke arah Emily "Siapa lo sebenarnya?"
"Lo percaya dengan adanya transmigrasi?" Bukannya menjawab pertanyaan Felicia. Emily malah memberikan pertanyaan pada Felicia.
"Percaya,"jawab Felicia.
"Itu yang gue alami sekarang," tutur Emily.
"Maksud lo?" tanya Felicia. Ia dibuat tambah bingung kembali.
"Gue Keisya, sahabat lo Felic. Tapi sayang gue harus masuk dalam raga gadis ini," Felicia terlihat tidak percaya apa yang ia dengar sekarang.
"Lo tidak usah bercanda!" seru Felicia.
"Gue tidak bercanda. Apa yang gue sebutkan tadi itu belum membuktikan kalau gue Keisya? Bukannya lo bilang tadi tidak ada yang tau semua itu," ujar Emily.
"Yah gue bilang itu tadi. Tapi benar lo Keisya? Sahabat gue? Anak keluarga Williams?" tanya Felicia.
Emily menganggukkan kepalanya. "Iya. Gue Keisya sahabat lo dari kecil, anak dari Maximilian Harison Williams dan Azara Jessie Williams."
Felicia sangat kaget mendengar itu, langsung aja ia memeluk Emily. "Gue kangen banget sama lo Kei. Lo jahat ninggalin gue sendiri."
Emily membalas pelukan Felicia dan mengelus punggung Felicia. "Udah. Yang penting gue didepan lo sekarang."
Felicia melepas pelukannya dan menatap intens ke arah Emily. "Jangan pernah ninggalin gue lagi yah."
"Iya Felic," jawab Emily.
Felicia kembali membenarkan posisi duduknya. "Oh iya apa lo akan beri tahu pada Mommy Daddy?"
"Pasti gue kasih tahu mereka tapi bukan saatnya. Ada saatnya gue akan kasih tahu mereka," jawab Emily.
"Baiklah, Gue tunggu itu. Mulai sekarang gue gak akan pernah ninggalin lo lagi," tegas Felicia.
Emily melihat itu senang. Emily a.k.a Keisya beruntung memiliki sahabat seperti Felicia. Emily menganggukkan kepalanya.
"Lo jangan kasih tau 'mereka' dulu. Biar gue aja!" seru Emily dengan tegas.
"Baiklah kalau itu mau lo," balas Felicia.
"Ohiya mulai sekarang lo panggil gue Emily yah depan umum," ujar Emily.
"Kenapa?" tanya Felicia bingung. Mengapa dirinya harus memanggil Keisya dengan nama itu. itulah yang dipikiran nya sekarang.
"Gue sekarang memakai tubuh Emily, Felic." jawab Emily
"Tapi kalau berdua begini, gue akan panggil lo Kei titik tidak pakai koma bahkan tanda lainnya!" seru Felicia yang dibalas anggukan oleh Emily.
Mereka melanjutkan pembicaraan mereka sehingga Felicia teringat sesuatu. ia menatap ke arah Emily dengan intens. "Oh iya bagaimana caranya lo di tubuh dia?"
Mengalir lah sebuah cerita. Dimulai Keisya bertemu dengan Emily sampai Emily meminta bantuannya.
"Jadi lo akan bantu dia?" tanya Felicia.
"Iya. Gue akan membalaskan dendam nya pada mereka semua. Gue juga terima kasih sama dia karena sudah mengizinkan gue pakai tubuh dia," jawab Emily.
"Rencana lo?" tanya Felicia.
"Gue belum ada rencana sekarang. Gue masih memikirkan itu," jawab Emily. Dirinya masih memikirkana rencana apa yang akan ia lakukan, dan pastinya rencana itu akan dirinya buat seseru mungkin bagi dirinya. Tidak tau bagi orang lain, mungkin ada menyukai rencanya itu.
"Gue akan bantu lo membalaskan dendam nya itu," ujar Felicia.
"Thanks," ujar Emily yang dibalas anggukan oleh Felicia.
Tetapi saat mereka berjalan menjauh, sebuah pisau melayang mendekati Keisya. Gadis itu yang mempunyai insting yang sangat kuat, langsung saja menangkap pisau itu dengan tangan kosong. Dan itu membuat tangan putihnya dipenuhi darah sendiri. Itu membuat Darel serta yang lain kaget dan terkejut, tetapi gadis itu tidak memperdulikan mereka semua.Keisya berjalan mendekat ke arah Lara. Sesuatu dalam dirinya ingin keluar sekarang, tetapi ia tahan. Bukan sekarang waktunya dan ia tidak ingin sesuatu terjadi seakrang. Ia tersenyum smrik pada Lara, sementara gadis itu mengeluarkan keringat dingin sebab Keisya telah berada depan wajahnya sekarang.Keisya memainkan pisau tersebut dengan sangat santai, itu membuat Darel sangat takut. Walaupun ia mengetahui siapa Keisya, tetapi masih ada rasa takut dalam dirinya setiap gadis itu melakukan hal yang berbahaya.“Bawa senjata tajam ke kampus. Melanggar peraturan.” Lara terdiam tidak bisa mengeluarkan kata sedikit pun.
“Dia bukan Keisya. Jika lo ke sana, maka lo tidak akan bisa melihat dunia lagi dan tinggal nama lo saja nanti.” Darel terdiam di tempat mendengar perkataan itu, ia tidak mengerti. Ia ingin melakukan sesuatu pada gadis itu tetapi ia juga tidak ingin kenapa-kenapa pada dirinya.Darel menetapkan hatinya untuk mendekat pada gadis itu, Felicia belum sempat menahan tangan pria itu tetapi dia lebih dahulu pergi. “Shit! Darel memang menyerahkan nyawanya pada Alexa.”Sementara Darel sekarang sudah babak belur karena sedari tadi menahan gadis itu. Sementara mereka semua menatap Darel dengan tatapan yang sulit untuk diartikan, mereka tidak ada yang membantu pria tersebut bahkan kedua gadis itu. “Sudah gue bilang, jangan ke sana. Tetap ke sana, lihat sekarang.”Tak lama dari itu, terdengarlah suara langkah kaki berlari dari belakang mereka semua. Sontak saja, mereka membalikkan badan. Kedua gadis itu bernapas lega melihat keenam pria itu
Mereka semua dapat melihat kilatan amarah di sana, kedua gadis itu semakin takut sekarang. Apa yang mereka rasakan sedari tadi, sekarang terjadi. Kedua gadis itu kembali saling memandang satu sama lain. “Cepat hubungi kak El sekarang. Hanya dia bisa.”Felicia langsung saja menghubungi Elvino dan tak lama diangkat oleh pria itu.“Halo, Kak.”[Ada apa?]“Lo sekarang ke sini. Dia kembali.”[APA? bagaimana bisa? sekarang lo di mana?]“Gue share lokasi sekarang. Secepatnya sekarang ke sini, Kak.”Carissa langsung saja memutuskan sambungan telepon itu sepihak dan langsung mengirimkan lokasinya pada Elvino. Sontak itu membuat mereka semua bingung dan khawatir. Sebenarnya apa yang terjadi sekarang.“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Alva.“Dia kembali,” papar Carissa.“Dia siapa?&r
Sesuai perkataan gadis itu tadi. Sekarang mereka berada di sebuah Gudang tua. Saat ini kedua gangster berada di sebuah Gudang. Di sana terlihat banyak orang-orang, semua anggota kedua gangster berada di sana.Audrey, Febi, serta semua anggota gangster Rinex berada di depan ketiga gadis cantik tersebut, mereka semua dibuat berlutut. Ketiga gadis itu tersenyum smrik, Emily perlahan mengangkat dagu Audrey dengan jari telunjuknya. “Hai Shareena.”Setelah mengatakan itu, gadis itu melepaskan jarinya dari wajah Audrey. Gadis itu meludah ke arah samping. Ia meniup jari telunjuknya. “Ah jari gue habis pegang anjing.”“Shareena Aurora Gebiri, seorang jalang Aldeo Darvin Alendra. Mengikuti jejak sang mama tercinta yang pernah masuk dalam rumah tangga yang dulunya harmonis tetapi karena kedatangan kalian berdua, keluarga tersebut tidak harmonis lagi. Dan pada akhirnya Alya Putri Nafisha membunuh seorang lelaki yang tak lain adalah Samuel Raja
Gadis itu melihat ke arah Felica, sedangkan Felicia yang melihat itu lalu menganggukkan kepala. Ia kemudian memutarkan sebuah foto yang mana terdapat Sembilan orang di sana. Foto pertama membuat semua anggota Graventas terutama Alex, di sana terdapat foto sang mama.“Kalian pasti mengetahui siapa dia. Ava Belvina Hernandez, mama dari Alex ketua gangster Graventas. Dia cantik, baik pula tapi sayang dia telah meninggal. Gue mau nanya sama kalian semua, kalian mengetahui penyebab kematian dia?”“Bagaimana kalua anaknya saja yang menjawab, Emily. Pasti dia mengetahui penyebab sang mama tercinta meninggal,” timpal Carissa.“Boleh deh. Jawab Alexander, bagaimana sang mama tercinta lo meninggal?” papar Emily.“Bunuh diri.” Emily tersenyum smrik ketika mendengar jawaban Alex, bukan hanya Emily saja tetapi kedua gadis tersebut.“Yakin bunuh diri? tapi gue tidak yakin deh dan serratus persen bukan karena
Dua minggu telah berlalu, semua berjalan sesuai rencana ketiga gadis itu. Ah tidak lebih tepat, rencana Emily a.k.a. Keisya Gadis itu benar-benar membuat semua keluarga pemilik raga ini sangat menyesal sampai tidak bisa menunjukkan wajah lagi depannya.Entah apa yang dilakukan gadis itu pada mereka semua, hanya gadis itu yang mengetahui. Yang pasti gadis itu membuat mereka semua sangat menyesal bahkan William sangat menyesal sekarang.Dulu ia tidaak pernah membela Emily saat semua siswa-siwi mengatakan hal yang buruk pada gadis itu. Sekarang ia sangta menyesal, ia tidak pantas disebut sebagai kakak. Kakak mana yang bisa disebut sebagai kakak jika dia tidak menolong ataupun membela sang adik Ketika terkena masalah.William benar-benar sangat menyesal, sekarang ia benar-benar sangat menyesal. Masalah keluarga belum selesai juga sampai sekarang, dan sekarang masalah markas yang semakin rumit saja. Teka-teki terlalu banyak yang harus mereka pecahkan.'Gue