"Hoaam." Gadis cantik yang baru saja bangun dari tidurnya lalu merenggangkan otot-ototnya. Gadis itu adalah Emily Arabelle Wilson.
Sekarang menunjukkan pukul 06.30 WIB. Emily a.k.a Keisya tanpa menunggu lama lagi melakukan mandinya untuk menuju sekolah sang pemilik tubuh ini. Semalam Keisya kedatangan Emily di alam mimpi dan mengatakan dirinya harus bersekolah hari ini. Dan semalam juga ia mendapatkan memori sedikit dari sang pemilik tubuh. Keisya sekarang mengerti keadaan sang pemilik tubuh ini.
Tak butuh waktu yang sangat lama, Emily telah selesai mandi. Ia langsung saja berdandan natural.
Senatural mungkin.
Emily yang dulu berdandan seperti cabe, makeup yang tebal, baju yang ketat. Sekarang tidak lagi. Sekarang Emily yang berpenampilan natural, tidak memakai makeup sedikitpun hanya lipbalm berwarna pink muda. Sangat cocok untuk bibinya.
"Perfect," ucap Emily.
Dirasa dirinya telah selesai, ia langsung turun kebawah. Dibawah ia melihat keluarga sang pemilik tubuh ini sedang sarapan tanpa menunggunya.
"Pantas saja." batin dirinya menatap malas yang berada di depannya saat ini.
Bi Sri melihat anak majikannya telah turun dan menuju meja makan. "Sarapan Non."
Hanya Bi Sri yang menawarkan dirinya sarapan.
"Iya Bi." Emily langsung duduk di kursi yang kosong.
"Apa dia saja yang menyayangi Emily, tapi gue tidak bisa mempercayai nya begitu saja. Bisa saja dia salah satu dari kejadian ini." batin dirinya melihat ke arah Bi Sri yang sedang melakukan pekerjaannya.
Emily sarapan dengan tenang, tanpa gangguan sedikitpun dari keluarganya. Tak lama ia selesai dengan sarapannya. Ia mencepatkan sarapan, ia malas berhadapan dengan keluarga ini.
"Sangat membosankan," batin dirinya.
"Bi, aku pamit berangkat dulu yah," pamit Emily.
Emily bukannya pamit pada orangtuanya melainkan pamit pada pembantu dirumah. Liza yang melihat itu merasa sakit hati, biasanya Emily pamit padanya untuk berangkat sekolah. Sekarang Emily pamit pada Bi Sri yang notabene nya seorang pembantu dirumah.
"Iya Non. Hati-hati," balas Bi Sri.
Bi Sri pun awalanya juga kaget. Mengapa anak majikannya tidak pamit pada keluarganya, melainkan pamit pada dirinya yang hanya pembatu saja.
Emily langsung pergi tanpa mengatakan apapun pada keluarganya.
"Kenapa Emily tidak pamit padaku." batin Liza melihat Emily yang pergi begitu saja tanpa mengucapkan kata sedikitpun padanya.
Emily berangkat sekolah menggunakan taksi. Bisa saja ia meminta pada keluarganya itu, tapi ia tidak ingin memintanya.
Emily memberikan selembar uang lima puluh ribu pada sopir taksi. "Ini Pak."
Sopir taksi tersebut mengambil uang itu dari tangan Emily dan mengembalikan uang kembalian yang ternyata uang yang Emily berikan lebih. "Ini kembaliannya Neng."
Emily menerima uang kembaliannya dari sopir taksi. "Terima kasih pak."
Setelah itu, Emily masuk ke dalam masuk sekolah. Ia melihat nama sekolah yang harus ia tempati itu.
HIGH INTERNASIONAL SCHOOL
Emily berjalan di koridor sekolah dengan wajah datar dan dingin tentunya. Terdengar suara-suara yang membicarakan dirinya.
"Jalang datang, woi!"
"Minggir woi! berikan jalang itu jalan."
"Dasar jalang!"
Seperti itulah hinaan yang ia terima ketika menginjakkan kaki disekolah ini.
"Cih melihat dari covernya saja." batin dirinya memutarkan bola matanya malas mendengar semua hinaan yang di lontarkan para siswa-siswi.
"Liat saja, apa yang akan ku lakukan nantinya." batin dirinya kembali tersenyum penuh arti. Itu bukan senyuman hangat ataupun tetapi itu senyuman sangat penuh arti, hanya dirilah yang mengetahui senyuman itu.
Emily masuk kedalam kelasnya dan kembali ia mendapatkan hinaan seperti saat dikoridor tadi.
"Bagaimana yah nasib Audrey nanti?"
"Gue kasian sih sama Audrey."
"Benar banget!"
"Audrey." batin Emily mendengar satu nama yang disebutkan teman kelasnya tadi.
Guru masuk kedalam kelasnya, dan menjelaskan materi hari ini yaitu matematika. Guru meminta Emily menjawab soal yang diberikan Guru itu dengan memberikan Emily spidol. "Emily jawab soal ini."
Emily yang mendengar itu memutar bola matanya malas. Langsung saja dirinya maju kedepan dan mengambil spidol itu, ia membaca terlebih dulu soal tersebut.
Hinaan kembali terdengar oleh dirinya.
"Pasti dia tidak bisa jawab."
"Jelas!"
Tanpa mereka ketahui, Emily tersenyum penuh arti. Tanpa menunggu lama dirinya menjawab soal tersebut. Tak sampai 2 menit Emily menyelesaikan soal tersebut, Guru yang memberikan soal tersebut terdiam dengan wajah pucatnya.
"Bagaimana bisa dia menjawabnya dengan benar." batin Guru melihat jawaban Emily yang tuliskan.
"Bagaimana Bu? Pasti Emily salah semua kan!"
"Iya Bu. Secarakan dia tidak pintar!"
"Benar Bu. Bagaimana Bu?"
"DIAM KALIAN SEMUA!" seru Guru itu.
"Dari mana kamu bisa mendapat itu Emily .... " ucapan guru itu terpotong oleh ucapan siswa nya.
"Benar kan? pasti dia salah."
"Rasain lo Emily!"
"DIAM IBU BILANG!" seru Guru kembali dengan suara lantang dan keras. Mereka semua kembali diam. Emily? tidak menanggapi perkataan mereka semua terutama guru. Ia kembali duduk dikursi miliknya.
"Bagaimana bisa kamu menjawab itu Emily. Itu pelajaran sudah sangat lama, kamu menjawabnya dengan benar semua. Bahkan cara kamu sangat mudah saya pahami," ungkap Guru itu.
Mereka yang mendengar itu terkejut. Bagaimana bisa Emily menjawab itu. Itulah yang berada dipikiran mereka semua.
"Belajar," jawab Emily singkat dan datar.
Emily melihat ke arah semua temannya satu persatu. "Ne csak a borítót nézd (Jangan melihat covernya saja)."
Mereka semua kembali terkejut mendengar itu.
"Darimana Emily bisa bahasa asing?"
"Dia kan sangat bodoh dalam belajar."
Guru itu tersenyum mendengar ucapan Emily. Yah, guru itu mengerti arti dari ucapan salah satu muridnya. "Yah Emily benar, jangan melihat dari covernya saja. Kalian harusnya contohkan Emily, bukan malah kalian beri hinaan seperti tadi. Belum tentu kalian benar jika menjawab soal tadi. Soal tadi sengaja saya berikan pada kalian sebagai pancingan, seberapa paham dan sampai mana pemahaman kalian dengan materi yang telah saya berikan. Dan ternyata? Tidak ada yang bisa menjawabnya kecuali Emily!"
Mendengar itu penuturan gurunya, mereka semua menunduk malu karena telah melontarkan kata hinaan pada Emily.
"Sangat bagus Emily. Tingkatkan Nak," Emily mengangguk sebagai jawaban sang Guru.
Guru itu melanjutkan materinya.
Tetapi saat mereka berjalan menjauh, sebuah pisau melayang mendekati Keisya. Gadis itu yang mempunyai insting yang sangat kuat, langsung saja menangkap pisau itu dengan tangan kosong. Dan itu membuat tangan putihnya dipenuhi darah sendiri. Itu membuat Darel serta yang lain kaget dan terkejut, tetapi gadis itu tidak memperdulikan mereka semua.Keisya berjalan mendekat ke arah Lara. Sesuatu dalam dirinya ingin keluar sekarang, tetapi ia tahan. Bukan sekarang waktunya dan ia tidak ingin sesuatu terjadi seakrang. Ia tersenyum smrik pada Lara, sementara gadis itu mengeluarkan keringat dingin sebab Keisya telah berada depan wajahnya sekarang.Keisya memainkan pisau tersebut dengan sangat santai, itu membuat Darel sangat takut. Walaupun ia mengetahui siapa Keisya, tetapi masih ada rasa takut dalam dirinya setiap gadis itu melakukan hal yang berbahaya.“Bawa senjata tajam ke kampus. Melanggar peraturan.” Lara terdiam tidak bisa mengeluarkan kata sedikit pun.
“Dia bukan Keisya. Jika lo ke sana, maka lo tidak akan bisa melihat dunia lagi dan tinggal nama lo saja nanti.” Darel terdiam di tempat mendengar perkataan itu, ia tidak mengerti. Ia ingin melakukan sesuatu pada gadis itu tetapi ia juga tidak ingin kenapa-kenapa pada dirinya.Darel menetapkan hatinya untuk mendekat pada gadis itu, Felicia belum sempat menahan tangan pria itu tetapi dia lebih dahulu pergi. “Shit! Darel memang menyerahkan nyawanya pada Alexa.”Sementara Darel sekarang sudah babak belur karena sedari tadi menahan gadis itu. Sementara mereka semua menatap Darel dengan tatapan yang sulit untuk diartikan, mereka tidak ada yang membantu pria tersebut bahkan kedua gadis itu. “Sudah gue bilang, jangan ke sana. Tetap ke sana, lihat sekarang.”Tak lama dari itu, terdengarlah suara langkah kaki berlari dari belakang mereka semua. Sontak saja, mereka membalikkan badan. Kedua gadis itu bernapas lega melihat keenam pria itu
Mereka semua dapat melihat kilatan amarah di sana, kedua gadis itu semakin takut sekarang. Apa yang mereka rasakan sedari tadi, sekarang terjadi. Kedua gadis itu kembali saling memandang satu sama lain. “Cepat hubungi kak El sekarang. Hanya dia bisa.”Felicia langsung saja menghubungi Elvino dan tak lama diangkat oleh pria itu.“Halo, Kak.”[Ada apa?]“Lo sekarang ke sini. Dia kembali.”[APA? bagaimana bisa? sekarang lo di mana?]“Gue share lokasi sekarang. Secepatnya sekarang ke sini, Kak.”Carissa langsung saja memutuskan sambungan telepon itu sepihak dan langsung mengirimkan lokasinya pada Elvino. Sontak itu membuat mereka semua bingung dan khawatir. Sebenarnya apa yang terjadi sekarang.“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Alva.“Dia kembali,” papar Carissa.“Dia siapa?&r
Sesuai perkataan gadis itu tadi. Sekarang mereka berada di sebuah Gudang tua. Saat ini kedua gangster berada di sebuah Gudang. Di sana terlihat banyak orang-orang, semua anggota kedua gangster berada di sana.Audrey, Febi, serta semua anggota gangster Rinex berada di depan ketiga gadis cantik tersebut, mereka semua dibuat berlutut. Ketiga gadis itu tersenyum smrik, Emily perlahan mengangkat dagu Audrey dengan jari telunjuknya. “Hai Shareena.”Setelah mengatakan itu, gadis itu melepaskan jarinya dari wajah Audrey. Gadis itu meludah ke arah samping. Ia meniup jari telunjuknya. “Ah jari gue habis pegang anjing.”“Shareena Aurora Gebiri, seorang jalang Aldeo Darvin Alendra. Mengikuti jejak sang mama tercinta yang pernah masuk dalam rumah tangga yang dulunya harmonis tetapi karena kedatangan kalian berdua, keluarga tersebut tidak harmonis lagi. Dan pada akhirnya Alya Putri Nafisha membunuh seorang lelaki yang tak lain adalah Samuel Raja
Gadis itu melihat ke arah Felica, sedangkan Felicia yang melihat itu lalu menganggukkan kepala. Ia kemudian memutarkan sebuah foto yang mana terdapat Sembilan orang di sana. Foto pertama membuat semua anggota Graventas terutama Alex, di sana terdapat foto sang mama.“Kalian pasti mengetahui siapa dia. Ava Belvina Hernandez, mama dari Alex ketua gangster Graventas. Dia cantik, baik pula tapi sayang dia telah meninggal. Gue mau nanya sama kalian semua, kalian mengetahui penyebab kematian dia?”“Bagaimana kalua anaknya saja yang menjawab, Emily. Pasti dia mengetahui penyebab sang mama tercinta meninggal,” timpal Carissa.“Boleh deh. Jawab Alexander, bagaimana sang mama tercinta lo meninggal?” papar Emily.“Bunuh diri.” Emily tersenyum smrik ketika mendengar jawaban Alex, bukan hanya Emily saja tetapi kedua gadis tersebut.“Yakin bunuh diri? tapi gue tidak yakin deh dan serratus persen bukan karena
Dua minggu telah berlalu, semua berjalan sesuai rencana ketiga gadis itu. Ah tidak lebih tepat, rencana Emily a.k.a. Keisya Gadis itu benar-benar membuat semua keluarga pemilik raga ini sangat menyesal sampai tidak bisa menunjukkan wajah lagi depannya.Entah apa yang dilakukan gadis itu pada mereka semua, hanya gadis itu yang mengetahui. Yang pasti gadis itu membuat mereka semua sangat menyesal bahkan William sangat menyesal sekarang.Dulu ia tidaak pernah membela Emily saat semua siswa-siwi mengatakan hal yang buruk pada gadis itu. Sekarang ia sangta menyesal, ia tidak pantas disebut sebagai kakak. Kakak mana yang bisa disebut sebagai kakak jika dia tidak menolong ataupun membela sang adik Ketika terkena masalah.William benar-benar sangat menyesal, sekarang ia benar-benar sangat menyesal. Masalah keluarga belum selesai juga sampai sekarang, dan sekarang masalah markas yang semakin rumit saja. Teka-teki terlalu banyak yang harus mereka pecahkan.'Gue