Kini mereka berdua sudah sampai di kampus Ailisha. Gadis itu langsung pergi ke kelasnya, karena hampir terlambat. Sementara itu, Shevandra juga bergegas pergi ke ruang rapat, karena sebentar lagi rapat tersebut akan dimulai. Ia tak bisa membuat semua orang menunggu.
“Ily!” sapa teman sekelasnya.
“Hai!” sapa Ailisha dengan canggung.
Ailisha merasa jika ada sesuatu yang salah di sini. Mereka bertemu hampir setiap hari dan tidak biasanya mereka begini kepada gadis itu. Memang tak ada salahnya. Hanya saja ia merasa jika ada sesuatu yang tidak beres kali ini. Mereka adalah Lia dan teman-temannya. Ailisha tak terlalu kenal baik dengan para gadis itu.
“Lo kok tumben telat datangnya?” tanya Miera.
Miera adalah sahabatnya selain Arga. Kebetulan mereka berdua satu jurusan, jadi sering bertemu.
“Enggak tau,” kata Ailisha.
“Loh?!” balas gadis itu.
Ailisha tak ambil pusing soal Lia dan teman-temannya tadi. Mereka hanya menyapa. Tak ada salahnya. Mungkin terasa sedikit aneh, tapi itu bukan apa-apa. Dengan cepat, Ailisha melupakan semua hal yang terjadi hari ini. Seolah tidak terjadi apapun tadi. Termasuk soal Shevandra tadi. Begitu ia bangun tidur, ia beranggapan jika dirinya langsung berada di kelas ini. Gadis itu benar-benar memusatkan seluruh perhatiannya saat kelas sedang berlangsung. Ia telah berjanji kepada dirinya sendiri unttuk meningkatkan nilainya pada semester ini.
Kelas baru selesai sekitar jam setengah sebelas pagi. Kini Ailisha sedang dalam perjalanan menuju kantin untuk makan siang bersama dengan Miera. Mereka berjalan beriringan di sepanjang jalan. Hari ini ia tak bersama Arga. Padahal ada hal yang perlu ia tanyakan soal Shevandra kepada pria itu. Namun sejak tadi pagi, Ailisha sama sekali belum melihat batang hidung pria itu.
“Lo mau makan apa?” tanya Miera.
“Makan nasi goreng aja deh!” jawab gadis itu.
Sembari menunggu pesanannya selesai dibuat, Ailisha dan Miera sibuk berbincang tentang berbagai hal yang terjadi belakangan ini. Mereka tampak asik dan menikmati obrolannya saat itu. Sampai tiba-tiba Arga muncul entah dari mana.
“Woy!” sahut Arga.
Kedua gadis itu tak membalasnya sama sekali. Mereka hanya menetap pria itu dengan sinis, sambil mengumpat di dalam hati. Bagaimana pun juga, pria itu telah membuat kesalahan. Yang pertama, ia telah membuat mereka kaget. Kedua, Arga telah memotong pembicaraan mereka dan yang terakhir, pria itu sama sekali tidak meminta maaf atau bahkan merasa bersalah sedikitpun.
“Arga!” sahut Ailisha.
Pria itu menaikkan salah satu alisnya, tanpa berkata sedikitpun.“Lo harus jelasin soal yang kemarin,” ujar Ailisha dengan datar.
“Emangnya kemarin kenapa?” tanya Miera penasaran.
“Lo emangnya harus banget ya ninggalin gue di café sendirian?!” pekik Ailisha.
“Ya, habis lo kebo sih!” balasnya acuh tak acuh.
“Gue udah berkali-kali coba buat bangunin lo, tapi lo malah asyik molor,” ucapnya secara gamblang.
Sontak hal itu membuat tekanan darah gadis ini menonjak tajam. Amarahnya sudah tak terbendung lagi. Emosinya sudah berada di puncak ubun-ubun.
“Wah, parah sih lo!”
“Masa lo gitu sama sahabat lo. Dia cewek loh!”
Miera ikut menimpali perkataan Ailisha tadi. Di sisi lain, posisi Arga semakin terancam. Bagaimana bisa ia menang melawan dua orang sekaligus seperti ini.
“Siapa bilang gue tinggalin dia sendirian!” ucap Arga dengan cepat.
Bagaimana pun juga, ia tetap harus melakukan pembelaan kepada dirinya sendiri. Dengan begitu, ia tak akan dicap salah sepenuhnya.
“Maksud lo?” tanya Miera.
Sepertinya hanya gadis itu yang satu-satunya terlihat kebingungan di sini.
“Udah-udah! Enggak usah dibahas lagi,” ujar Ailisha.
“Kesel gue lama-lama!” lanjutnya.
“Ya, maaf….” ucap pria itu dengan nada memelas.
Arga memang salah di sini dan ia telah mengakui kesalahannya. Namun, tetap saja ia tak ingin kalah dengan kedua gadis itu.“Tapi, gue bakalan tetap minta penjelasan dari lo!” batin Ailisha.
Tak lama kemudian, pesanan mereka telah datang. Permasalahan itu menghilang bersamaan dengan habisnya makan siang mereka. Namun, Ailisha masih tetap mengingat satu hal. Ia tak akan melepaskan pria ini begitu saja sebelum ia menjelaskan semuanya. Mulai dari bagaimana mereka bertemu dengan Shevandra, hingga bagaimana Ailisha bisa sampai bersama pria itu.
“Habis ini lo masih ada kelas nggak?” tanya Arga.
“Baru masuk jam tiga nanti sih. Kenapa emangnya?” balas Ailisha.
“Bagus deh kalau gitu!” kata Arga.
“Nanti habis ini lo ikut gue ke ruang rapat,” jelasnya.
“Eh, ngapain? Kan gue enggak ikut-ikutan,” ucap Ailisha dengan panik.
Jelas dirinya panik. Bagaimana tidak, ia sama sekali tak ada urusan dalam rapat tersebut. Jadi, untuk apa ia ikut pergi ke sana? Yang ada nanti dirinya malah mengacau saja.
“Mau ngapain sih emangnya?” tanya Miera.
Ailisha ikut mengangguki perkataan gadis itu. Ia tampak menunggu jawaban dari pria ini sambil harap-harap cemas.
“Kalau lo mau ikut juga gak apa-apa kok. Sekalian temenin Ailisha nanti,” jelas Arga.
Sejauh ini, Ailisha sama sekali belum bisa menangkap apa poin pentingnya di sini. Arga terlalu bertele-tele dalam menjelaskan. Tidak langsung ke inti permasalahannya saja.
“Ya udah, kita ikut Arga aja. Dari pada gabut kan?” ujar Miera.
“Nah, bener tuh!” sambung Arga.
Pria itu merasa setuju dengan apa yang dikatakan oleh Miera tadi.“Ya udah deh iya!” ucap Ailisha dengan terpaksa.
Arga hanya menyuruh mereka untuk duduk di luar ruangan sambil menunggu rapat selesai. Kata pria itu, ada seseorang yang ingin bertemu dengan Ailisha setelah selesai rapat. Katanya ada hal penting yang harus ia bicarakan dengan gadis itu. Tapi sampai sekarang, Arga bahkan belum memberitahu siapa orangnya. Hal itu lantas membuat Ailisha bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Bagaimana jika ia akan mendapatkan masalah setelah ini. Pria itu terlihat berusaha untuk menutup-nutupi semua ini dari Ailisha. Ia tak menjelaskannya secara tuntas. Sehingga membuat Ailisha merasa panik.
Sudah hampir satu jam mereka menunggu di luar. Namun sampai saat ini, rapatnya sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda akan segera selesai. Entah hal apa yang sedang mereka bicarakan di dalam sana. Yang pasti itu adalah hal yang serius. Jika tidak penting dan serius sama sekali, maka tidak perlu diadakan rapat seperti ini. Cukup didiskusikan saja.
Ailisha mulai merasa bosan. Begitu juga dengan Miera yang tak jauh beda dengannya. Mereka sepakat akan meninggalkan tempat ini jika dalam waktu tiga puluh menit ke depan rapatnya belum juga selesai. Mereka tak peduli jika nanti Arga akan memarahinya.
Lagi pula Arga tidak memberitahu dengan jelas dengan siapa ia akan bicara nanti dan jam berapa rapatnya akan selesai. Arga hanya bisa membuat mereka menunggu di sini sampai tulang punggungnya terasa sakit sekali.
ISUITP 6Ailisha dan Miera memilih untuk langsung pergi dari tempat itu setelah mencapai batas waktu yang telah ditentukan. Mereka sudah menunggu terlalu lama di sana. Jadi kedua gadis itu tidak akan menunggu lebih lama lagi. Mereka masih punya urusan lain yang jauh lebih penting daripada bertemu orang tidak jelas itu. Setelah ini masih ada kelas. Hanya tersisa lima belas menit lagi sebelum jadwal kelas dimulai.Gadis itu tidak peduli jika Arga akan marah kepadanya. Lagipula, seharusnya Ailisha yang marah kepada pria itu. Karena ia telah mengingkari janjinya. Tadi katanya, rapat itu hanya sebentar. Tapi kenyataannya sungguh berbanding terbalik. Mereka telah menunggu di sana selama berjam-jam. Sampai punggungnya terasa pegal. Sekarang, kedua gadis itu sama sekali tidak memiliki waktu untuk sekedar meluruskan pinggang mereka. Karena sebentar lagi akan ada kelas. Kelas terakhir yang mereka miliki untuk hari ini.“Liat aja lo nanti!” ger
ISUITP 7Mobil mewah itu mendadak menepi di halaman sebuah gedung. Tempat ini kelihatan begitu familiar bagi Ailisha. Ini adalah hotel yang ia tinggali kemarin malam. Sungguh memalukan saat mengingat kejadian kemarin. Bagaimana bisa dirinya ketiduran di café saat menunggu Arka menyelesaikan pekerjaannya. Ailisha masih tidak bisa percaya jika yang kemarin itu benar dirinya. Ia berharap agar bisa menghilang dari hadapan pria ini sekarang juga. Sungguh memalukan saat mengingat kejadian kemarin. Sesekali ia merutuki kebodohannya sendiri.“Turun!” perintah Shevandra.Tanpa menunggu jawaban dari gadis itu, ia telah turun lebih dulu.“Apakah aku harus mengikutinya ke dalam? Tapi untuk apa?” batinnya.“Tunggu apa lagi?” tanya pria itu.Ailisha mengangguk cepat, kemudian segera berlari-lari kecil menyusul langkah panjang pria itu. Mereka langsung pergi ke lift untuk naik ke lantai dua puluh
Shevanda menepati ucapannya tadi. Mereka tidak akan berlama-lama di sana. Hanya untuk mengambil gaun itu saja, setelahnya bakal langsung pergi ke tempat lain. Pria ini terkesan sibuk dan ia memang benar-benar sibuk. Ia bahkan tak sempat untuk memilihkan sebuah gaun yang akan dipakai oleh gadis itu nanti pada saat acara. Dia tak akan sempat untuk mengurusi hal seperti itu. Ada banyak hal yang jauh lebih penting dari pada sebuah gaun. Jadi Shevandra sama sekali tidak ingin merasa dirugikan dengan mengorbankan waktu berharganya. Pria itu menyuruh beberapa asisten pribadinya untuk melakukan hal tersebut. Lagi pula kelihatannya baik-baik saja dan tidak ada masalah sama sekali. Ailisha tampak tak keberatan jika harus menggunakan gaun tersebut.Saat ini keduanya sedang dalam perjalanan menuju ke sebuah salon. Seperti yang pernah dikatakan oleh Sevandra sebelumnya, jika gadis ini harus berdandan sedikit. Ia tidak bisa pergi ke suatu acara formal dengan penampilan sepert
Setelah perbincangan mereka tadi, kini suasana kembali menjadi hening. Bahkan terasa lebih canggung dari yang sebelumnya. Ailisha terus menundukkan kepalanya dan memainkan jari tangannya. Ia terlihat begitu gugup saat ini. Entah kenapa pria itu harus membahas masa lalunya yang begitu memalukan. Ia tidak tahu harus menaruh wajahnya dimana lagi.Kini ia bisa merasakan pipinya yang tengah memanas karena malu. Pasti saat ini pipinya sudah berubah menjadi merah seperti tomat matang. Ah, benar-benar memalukan. Rasanya ia ingin menghilang dari hadapan Shevandra saat ini juga. Pria itu tahu betul bagaimana cara mempermalukan Ailisha. Ia pernah membuat gadis ini harus menanggung rasa malu di depan satu angkatan hanya karena Shevandra tahu jika Ailisha menyukainya pada saat itu. Tapi ada bagian yang paling buruk di sini. Ailisha pernah dibenci oleh kakak kelas sebanyak dua angkatan.Hal tersebut berhasil membuat mental Ailisha acak-acakan. Ia tidak lagi fokus denga
ISUITP 10Semua orang sepertinya mengenal Shevandra dengan sangat baik. Apa pria itu memang cukup terkenal? Tapi jika memang benar begitu, kenapa hanya Ailisha sendiri yang tidak mengetahui soal fakta tersebut. Apa ia memang ketinggalan sesuatu di sini? Mungkin Ailisha adalah satu-satunya orang yang tidak mengetahui jika pria itu memang cukup terkenal. Bukan hanya itu. Bahkan sampai-sampai keberadaannya sendiri saat ini memiliki tempat yang tersendiri di mata orang-orang. Lihat saja bagaimana mereka begitu menghormati pria ini. Shevandra bahkan bisa memerintah mereka jika ia mau. Sebenarnya kekuatan macam apa yang ia miliki hingga bisa mengendalikan orang lain seperti ini.Ailisha tenggelam di dalam pikirannya sendiri. Ia bahkan tetap melamun selama proses dirinya dirias. Tidak ada hal lain yang ia pikirkan kecuali beberapa pertanyaan yang sempat muncul di dalam kepalanya tadi. Gadis itu tahu betul jika ia tidak akan menemukan jawabannya begitu saja tanpa bertanya. Y
Menurutnya ia tidak seburuk itu. Lantas kenapa ia tampak begitu burk di mata Shevandra. Memangnya kesalahan apa yang telah ia perbuat sejauh ini. Sepertinya pria itu memang tidak pernah berubah. Sekali ia membenci seseorang, maka ia akan tetap membencinya. Bukankah manusia lebih mudah untuk mengingat satu salah dari pada seribu kebaikan.Ailisha memilih untuk diam dan tak berkomentar sedikit pun. Ia tidak bisa mengubah cara pandang pria itu terhadap dirinya. Mustahil. Ailishaakan tetap menjadi orang yang paling tidak ia sukai di dunia ini selamanya. Shevandra mendadak bersikap baik hanya karena ada keperluan saja. Ada maksud terselubung di balik setiap tindakannya. Ailisha tak tahu apa. Yang jelas pasti pria itu sedang memanfaatkan dirinya untuk keuntungan pribadi. Ailisha menyimpulkan semuanya sendiri.Ternyata pria itu sama sekali belum berubah. Ia masih bisa melihar Shevandra dari empat tahun yang lalu di dalam dirinya. Mereka benar-benar masih sama. Bahkan waktu ti
ISUITP 11Akhirnya kolega bisnis Shevandra datang juga setelah cukup mereka menunggu cukup lama. Hal itu membuat Ailisha bertanya-tanya apakah jalanan di kota sedang macet saat ini. Shevandra dan Ailisha langsung berdiri untuk menyambut mereka yang baru saja datang. Tidak terlalu banyak sesuai dengan ekspektasi gadis itu selama ini. Hanya ada seorang pria yang tak jauh berbeda umurnya dengan Shevandra. Ia juga membawa seorang gadis bersamanya. Mungkinkah jika itu kekasihnya."Selamat datang!" ucap Shevandra sebagai kata sambutan.Mereka saling melempar senyum satu sama lain, kemudian berjabat tangan. Tidak ada yang istimewa di sini. Mereka masih melakukan setiap halnya dengan normal."Apakah ini gadis yang pernah kau ceritakan waktu itu?" tanya pria tersebut secara tiba-tiba.Shevandra hanya mengangguk untuk mengiyakan perkataan temannya. Ia tak mau terlalu banyak bicara. Itu bisa merusak citranya nanti."Memangnya apa yang ia ceritakan
Sepertinya hanya Ailisha satu-satunya orang yang tidak mengerti dengan pembahasan mereka. Menurutnya topik yang diangkat terlalu berat. Mereka bahkan membahas soal proposal. Entah sejak kapan pria itu menjadi pebisnis yang cukup handal. Padahal dulu Shevandra merupakan lulusan dari jurusan teknik waktu masih duduk di sekolah menengah. Kemudian melanjutkan kuliah dengan jurusan hukum. Dan sekarang, lihat saja pekerjaan seperti apa yang tengah ia tekuni saat ini. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan pendidikan yang pernah ia ambil sebelumnya. Iya, pria itu siswa SMK bukan SMA. Yang lulusan SMA adalah Ailisha. Ia merupakan salah satu siswa jurusan IPA sebelumnya. Bahkan gadis itu pernah berada di kelas unggulan. Meski hanya berlangsung selama satu tahun, setidaknya hal itu bisa ia banggakan.Mereka berdua sama-sama tidak sinkron. Hidupnya nyaris tanpa arah, tapi mereka tetap bisa bertahan. Shevandra memutuskan untuk terjun ke dunia bisnis dan telah membangun