Air di dalam gelas hampir saja keluar karena tangan Nadya bergetar menahan amarah.
“Pulanglah, Nad.” Kata Dimas.
Dimas tahu Nadya tidak akan berani menumpahkan air itu padanya. Dengan santai ia mengambil gelas yang dipegang Nadya dengan erat, lalu menaruh gelas itu kembali ke tempatnya. Baik Dimas maupun Nadya tidak melihat pemilik minuman itu segera mengamankan minumannya.
“Kamu pikir ini lelucon?” Tanya Nadya, kedua matanya menatap Dimas dengan tajam.
“Tentu saja tidak, kamu menjadi tontonan orang orang apa kamu tidak malu?”
“Kita sudah berjanji datang ke sini.”
Nadya tidak perduli ucapan Dimas sama tidak perdulinya kepada orang orang yang menonton mereka, sekalian saja bikin malu sudah kepalang.
“Itu benar tapi aku tidak bilang ingin menonton denganmu.” Dimas berhenti, ia berpura pura membelalakkan matanya seakan tidak mempercayainya. “Tunggu, apa kamu sudah membeli tiket menonton?”
“Apa kamu sengaja berjalan dengan perempuan lain karena ingin putus denganku?” Alih alih menjawab Nadya balik tanya.
Dimas mengedikkan bahunya. ”Jika itu yang kamu pikir.”
Gejolak amarah membumbung tinggi dalam diri Nadya, ia ingin meninju wajah Dimas dengan keras dan mengatakan kurang ajar pada Dimas. Nadya tidak menyangka Dimas akan berbuat jahat kepadanya dengan sengaja membuat janji kencan untuk putus dengannya dan mempermalukan dirinya di depan pacar barunya dan orang orang yang penasaran melihat mereka.
Hati Nadya sakit diperlakukan seakan ia seorang perempuan jelek dan tidak tahu diri karena berani mengaku pacar Dimas. Pasti orang orang tidak tahu jika Nadya memang pacar Dimas. Perempuan di samping Dimas terlihat mengejeknya dengan tatapan menilai dan seringai di bibirnya yang dipoles lipstik merah.
Memangnya apa yang salah dengan penampilannya. Banyak perempuan seperti dirinya yang tidak mau repot repot bermake up dengan memakai segala peralatan make up. Tidak seperti perempuan di samping Dimas dan beberapa teman komikusnya yang wajib bermake up seakan tanpa make up mereka tidak bisa hidup. Nadya hanya perempuan sederhana dan tidak berpikiran untuk dandan hanya untuk menarik perhatian laki laki.
Nadya pikir selama setahun Dimas menerima dirinya apa adanya ternyata ia salah. Dimas sangat picik dan keterlaluan, Dimas tidak perlu sejauh ini jika ingin putus.
“Aku tidak akan memaafkanmu.”
“Terserah, tapi aku tidak merasa bersalah.” Kata Dimas santai. “Aku tidak ingat kalau pernah menyatakan cinta padamu.”
“Apa maksudmu?”
“Nad, kamu suka aku kan, aku jalan denganmu karena kamu suka padaku, aku sebenarnya tidak menyukaimu tapi aku kasihan padamu.”
“Hentikan.”
“Kamu sangat bahagia ketika jalan denganku, aku tidak mau merusak kebahagianmu tapi aku tidak bisa terus terusan seperti itu, aku menyukai perempuan lain dan aku ingin kamu dan Larissa bertemu untuk itulah aku ingin kamu datang ke sini.”
“Aku bilang hentikan!” Seru Nadya pelan, suaranya tercekat karena menahan emosinya.
Dada Nadya terasa sakit mendengar ucapan Dimas, tidak ada rasa penyesalan dari raut muka Dimas seakan hal itu wajar diucapkan bagi Dimas, dan apa yang dilakukan Dimas kepadanya selama tahun seakan hanya permainan belaka bagi Dimas. Nadya merasakan air mata sudah membendung di matanya.
“Kamu jahat Dimas.” Geram Nadya, ia menggertakkan giginya dan tangannya memegang tali tas sorennya dengan kuat berusaha menahan amarahnya.
Dimas pasti mengharapkan ia berteriak teriak tidak karuan karena ucapan dan perbuatannya seolah Dimas sangat berharga. Tidak. Nadya tidak akan mengikuti keinginan Dimas.
Nadya menarik napasnya dalam dalam, ia menatap ke arah Dimas dengan tajam, lalu ia melirik perempuan di samping Dimas sama tajamnya seperti pada Dimas. Tanpa mengatakan apa apa lagi Nadya berbalik pergi dari hadapan Dimas dan orang orang yang melihat mereka.
Nadya berlari sambil menghapus air mata yang akan keluar. Ia tidak akan menangis karena Dimas. Tidak akan. Laki laki jahat seperti itu tidak perlu ditangisi. Lihat saja ia akan buktikan pada Dimas kalau ia akan melupakan Dimas dengan cepat dan tidak akan meratapi Dimas seperti yang diharapkan Dimas.
Masa kini“Namaku Nadya Ivanka, aku bersumpah tidak akan tertipu lagi dengan makhluk yang bernama laki laki.”Klik. Berkali kali Nadya menonton video yang ia buat di hpnya setahun yang lalu hanya untuk memberikan semangat kepada dirinya kalau semuanya akan baik baik saja. Terkadang rasa lelah karena disakiti itu menghinggapi hari harinya yang terus berjalan dan sudah setahun penderitaan itu berlalu.Nadya menaruh hpnya di atas kasur sambil melamun ke masa lalu saat ia mengenal laki laki itu, namun dengan cepat Nadya menggelengkan kepalanya berkali kali dan berkata dalam hati ia tidak akan pernah mengingat hal itu lagi. Nadya kembali mengambil hpnya sambil membetulkan kaca mata minus yang bertengger di matanya, ia beringsut berdiri dari tempat tidur dan berjalan ke arah meja yang di atasnya ditaruh laptop kesayangannya. Laptop itu tertutup rapat, ia berbicara kepada laptop itu seolah laptop itu makhluk hidup.“Istirahatlah d
Di perjalanan ke tempat reunian yang diadakan di cafe milik orang tua Mita, emosi Nadya terus muncul menguasai akal pikirannya. Gimana tidak, setelah putus darinya Dimas dikabarkan bertunangan dengan perempuan yang ia lihat di bioskop bersama Dimas. Oh bukan hanya itu, komiknya berhasil menjadi Top Trending yang selalu dicari semua orang dan berkat hal itu Dimas membangun kantor sendiri dengan label namanya sendiri. Sampai sekarang Dimas terkenal dengan komikus cerdik.Cerdik? Huh! Orang orang tidak tahu seperti apa Dimas Erlambang aslinya, laki laki yang tidak segan melontarkan kata kata yang tidak baik kepada perempuan karena keegoisannya dan mempermainkan perempuan seolah perempuan itu gampangan, dan Dimas dengan mudahnya melakukan perbuatan jahat untuk menyakiti hati perempuan. Mata Nadya memincing tajam seraya menghentikan motornya tepat ketika lampu lalu lintas berubah merah.Sambil menunggu lampu berubah hijau Nadya menarik napas menenangkan diri. Ia harus tenan
Getaran hp di dalam saku mengalihkan perhatian Ethan yang tampak serius membaca tulisan yang ada di dalam buku tebal dengan cover berwarna biru muda. Ethan mengambil hp itu dan melihat siapa yang meneleponnya. Ternyata Panji yang meneleponnya. Seulas senyum tersungging di bibirnya yang merah. Pesannya pasti sudah dibaca Panji. Ethan segera menjawab panggilan dari Panji.“Halo.”“Ethan are you sure you want to come here?”“Yeah, while I’m in Jakarta I want to drop by to see you and your family.”“Oh God Man.” Terdengar Panji tidak mempercayai kalau Ethan akan menemuinya.“I’m on my way to your parents café.” Kata Ethan yang membuat Panji semakin tidak percaya.“Oh wait are you serious…bagaimana dengan ayahmu, pasti ayahmu mengirim pengawal untuk mengawalmu.”“Yah dia selalu seperti itu setiap aku keluar rumah, tapi tenanglah aku bisa
Nadya memarkirkan motornya di depan cafe, ia membuka helmnya sambil menarik napas bersiap diri. “Nadya” Suara yang sangat dikenalnya dan yang dulu membuat hatinya sakit seketika mendatangkan kemarahannya yang tiba tiba muncul. Kenapa begitu cepat bertemu orang itu. Pikir Nadya sebal. Nadya menaruh helmnya di stang motor lalu berpaling ke arah suara itu. Dimas Erlambang berdiri dengan santai dan wajah tampannya tampak terkejut. “Kamu ikut reunian juga?” Nadya memincingkan mata di balik kacamatanya. “Aku rasa kamu tahu aku akan ikut.” “Sungguh aku tidak tahu, Mita tidak bilang padaku kalau kamu mau datang ke reunian.” “Jangan pura pura deh.” Kata Nadya marah. Baiklah Nadya tahu emosinya muncul lagi tapi ia tidak perduli. Melihat Dimas kejadian pahit setahun lalu terlintas di benaknya sehingga emosinya tidak bisa direndam, namun kali ini ia tidak akan membiarkan Dimas mempermalukannya lagi di tempat umum, untung saja di tempat par
Nadya berjalan cepat ke arah Mita ketika melihat Mita bersama teman teman yang lain sedang duduk dan bersenda gurau mengelilingi meja panjang yang sudah tersedia makanan dan minuman dari cafe orang tua Mita. Emosi masih berkelabat di matanya yang semakin coklat. Mita mendongak melihat Nadya ketika sudah mendekat. “Nad! duduk sini.” Seru Mita sambil menunjuk kursi kosong di sampingnya. Tiba tiba ia mengerutkan keningnya ketika melihat sorot kedua mata Nadya yang memancar kemarahan. “Ada apa?” Tanya Mita penasaran ketika Nadya sudah duduk di sampingnya. “Aku bertemu Dimas di tempat parkir.” Jawab Nadya. “Apa!” Mita berseru tidak percaya. “Tadi memang aku lihat Dimas keluar cafe, tidak sangka kamu malah bertemu Dimas.” Kata Riana Wulandari teman Nadya yang memilih menjadi novelis sama seperti Nadya. Riana merasa kasihan melihat temannya pasti tidak mudah bertemu dengan mantan yang pernah hinggap dihati temannya itu. “Apa yang dikatakan Di
“Ethan!” Seru Panji seraya berjalan cepat menghampiri kursi cafe yang sedang diduduki Ethan. Ethan berdiri. “Panji, long time no see.” Ia segera memeluk Panji ketika Panji mengulurkan tangannya untuk memeluknya. “Man is it you?” Tanya Panji lagi setelah melepas pelukannya, ia tidak mempercayai pandangannya kalau temannya yang kaya raya dan banyak pengawalnya ada di sini, pasti tidak mudah bagi temannya bisa ke sini dan terbebas dari pengawasan para pengawal ayahnya. “Yeah it’s me.” Jawab Ethan, seulas senyum tersungging di bibirnya melihat Panji tidak percaya kalau ia sekarang ada di hadapannya. “Tidak ada yang mengawalmu?” Tanya Panji lagi masih tidak percaya kalau temannya yang super perfect ini tidak dikawal. “Aku menyuruh mereka diam di mobil.” Kata Ethan seraya mengedikkan bahunya, ia menyengir melihat ekspresi Panji ketika mengetahui ia berhasil menaklukkan para pengawal itu pada akhirnya. “Man…akhirnya kamu berhasil juga.” Kata
Nadya menatap dirinya di cermin toilet, wajahnya basah karena dibasuh beberapa kali untuk menghilangkan amarah yang masih menguasainya. Kamu sudah siap Nad, bertemu lagi dengan Dimas, setidaknya Dimas mendapatkan pembalasannya meski berupa injakan kaki, tarik napas dan tenangkan diri. Nadya mengingatkan dirinya sendiri. Ia menarik napas berulang kali sehingga dirinya tenang. Setelah merasakan ketenangan pada dirinya, kekuatan untuk menghadapi Dimas muncul kembali. Nadya menarik napasnya lagi dan mengangguk kepada dirinya sendiri di cermin kalau dirinya sudah siap. Ia mengambil tissue di atas wastafel dan menghapus air dari wajahnya. Sekali lagi ia melihat cermin untuk memastikan kalau wajahnya sudah tidak basah. Ia membuang tissue itu ke dalam tempat sampah dan mengambil kacamata yang ia taruh di atas wastafel, ia keluar tanpa memakai kacamatanya. Di tengah jalan menuju meja cafe di mana teman temannya berkumpul Nadya melihat Dimas tertawa dan kelihatan bahagia. Tiba
Ethan tidak tahu kalau ada orang yang membaca bukunya. Ia baru ingat bukunya ketika membicarakan soal buku dengan Panji sehingga ia kembali keluar dari ruangan yang ditata meriah itu untuk mengambil bukunya yang ia taruh di atas meja cafe. Perempuan yang ia lihat di tempat parkir dengan mantan pacarnya itu sedang membuka lembar demi lembar bukunya dan tampak tertarik untuk membacanya. Ethan sengaja hanya duduk dan memperhatikan. Perempuan itu cantik kalau tanpa kacamatanya, beberapa helai rambutnya lepas dari ikatannya dan membingkai wajahnya yang putih kemerahan sehingga membuatnya tambah cantik. Keinginan untuk merapihkan helai helai rambut ke belakang telinga perempuan itu membuat Ethan terkejut. Belum pernah ada seorang perempuan yang menggugah keinginannya dengan cepat. Apakah karena terlalu lama ia tidak pernah memperhatikan perempuan sehingga ia seperti ini. Ethan tidak tahu. Tapi memang tidak ada seorang perempuan pun yang menarik perhatiannya termasuk Adel selain pe