Masa kini
“Namaku Nadya Ivanka, aku bersumpah tidak akan tertipu lagi dengan makhluk yang bernama laki laki.”
Klik. Berkali kali Nadya menonton video yang ia buat di hpnya setahun yang lalu hanya untuk memberikan semangat kepada dirinya kalau semuanya akan baik baik saja. Terkadang rasa lelah karena disakiti itu menghinggapi hari harinya yang terus berjalan dan sudah setahun penderitaan itu berlalu.
Nadya menaruh hpnya di atas kasur sambil melamun ke masa lalu saat ia mengenal laki laki itu, namun dengan cepat Nadya menggelengkan kepalanya berkali kali dan berkata dalam hati ia tidak akan pernah mengingat hal itu lagi. Nadya kembali mengambil hpnya sambil membetulkan kaca mata minus yang bertengger di matanya, ia beringsut berdiri dari tempat tidur dan berjalan ke arah meja yang di atasnya ditaruh laptop kesayangannya. Laptop itu tertutup rapat, ia berbicara kepada laptop itu seolah laptop itu makhluk hidup.
“Istirahatlah dengan tenang Vixie aku pergi dulu sebentar.” Kata Nadya sambil menepuk nepuk laptop hitam itu dengan sayang. Nadya memberi nama pada laptopnya karena hanya laptop itu yang selalu setia menemaninya setiap saat.
Nadya mengambil tas selempang coklat di samping laptop itu dan menyilangkannya ke bahu. Sebelum keluar kamar ia melangkah dulu ke arah cermin untuk melihat penampilannya. Sweeter hoodie warna cream bergambar beruang dan jeans hitam melekat di tubuhnya dengan rapi. Ia mengangguk puas dengan penampilannya lalu melangkah pergi.
Hari ini ada acara reuni grup penulis komik dan ia sudah siap untuk bertemu laki laki itu lagi. Meskipun ia sudah bukan penulis komik sama halnya beberapa temannya yang lain tapi ia tetap menghadiri reuni grup penulis komik karena sebagian besar teman temannya masih menjadi penulis komik termasuk laki laki itu, di samping itu ia juga rindu dengan teman temannya. Karena kejadian pahit yang dialami Nadya bersama laki laki itu, Nadya memutuskan keluar dari penulis komik dan beralih ke novel.
Tiba tiba hp Nadya berdering. “Halo.”
“Nad, kamu masih dimana semua sudah kumpul?”
“Ini mau berangkat.”
“Ok cepetan yah.”
“Iya.”
Sambil menghela napas Nadya memutuskan sambungan telepon dari temannya, Mita Maharani. Nadya berlari cepat ke arah rak sepatu dan memakai sepatu sneaker putihnya. Ia keluar dan mengunci pintu rumah lalu berlari menuju motor scoopy coklat yang sudah di parkir di halaman rumah.
Rumahnya sedang sepi kedua orang tuanya berlibur ke Surabaya kecuali Nadya. Bukan Nadya tidak mau tapi karena jadwal deadline novelnya yang harus rampung minggu ini dan ia tidak mau membuang waktu untuk packing dan sebagainya, cukup untuk reunian saja ia sediakan waktunya itupun tidak akan lama. Nadya sudah memberitahu pada Mita kalau ia hanya punya waktu dua jam.
Dengan cepat Nadya menghidupkan motor dan keluar dari halaman rumahnya. Perumahan ini juga sedang sepi karena sudah masuk libur akhir tahun, hampir semua tetangganya liburan. Tapi Nadya tidak memikirkan tetangganya. Pikiran akan bertemu lagi dengan laki laki yang banyak memberikan penderitaan padanya bercokol di benaknya sejak tadi malam ketika Mita memberitahu kalau Dimas Erlambang akan datang ke acara reunian.
Dimas Erlambang. Pemilik nama itu dulu selalu membuat hatinya berbunga bunga sehingga hatinya dipenuhi rasa kebahagiaan. Tapi sekarang mendengar nama itu di telinganya dengan cepat emosinya tersulut sehingga menimbulkan kemarahan. Nadya tidak ada niat untuk membalas dendam, ia hanya ingin meninju wajah yang tampan itu dan memberitahu bahwa perbuatannya membuatnya menderita seperti yang ingin ia lakukan dulu kepada laki laki itu.
Dulu Nadya menahan amarahnya, ia seolah kerbau yang dicocok hidungnya. Kata kata yang tidak baik dilontarkan laki laki itu bagaikan pedang yang menghunus jantungnya sehingga membuat Nadya terkejut dan tidak menyangka kalau laki laki itu bisa melontarkan kata kata seperti itu. Yah cinta memang buta. Tidak. Ini bukan cinta, Nadya tahu ini bukan cinta. Nadya menggertakkan giginya, sorot matanya berubah tajam, ia memacu motornya dengan kencang.
Di perjalanan ke tempat reunian yang diadakan di cafe milik orang tua Mita, emosi Nadya terus muncul menguasai akal pikirannya. Gimana tidak, setelah putus darinya Dimas dikabarkan bertunangan dengan perempuan yang ia lihat di bioskop bersama Dimas. Oh bukan hanya itu, komiknya berhasil menjadi Top Trending yang selalu dicari semua orang dan berkat hal itu Dimas membangun kantor sendiri dengan label namanya sendiri. Sampai sekarang Dimas terkenal dengan komikus cerdik.Cerdik? Huh! Orang orang tidak tahu seperti apa Dimas Erlambang aslinya, laki laki yang tidak segan melontarkan kata kata yang tidak baik kepada perempuan karena keegoisannya dan mempermainkan perempuan seolah perempuan itu gampangan, dan Dimas dengan mudahnya melakukan perbuatan jahat untuk menyakiti hati perempuan. Mata Nadya memincing tajam seraya menghentikan motornya tepat ketika lampu lalu lintas berubah merah.Sambil menunggu lampu berubah hijau Nadya menarik napas menenangkan diri. Ia harus tenan
Getaran hp di dalam saku mengalihkan perhatian Ethan yang tampak serius membaca tulisan yang ada di dalam buku tebal dengan cover berwarna biru muda. Ethan mengambil hp itu dan melihat siapa yang meneleponnya. Ternyata Panji yang meneleponnya. Seulas senyum tersungging di bibirnya yang merah. Pesannya pasti sudah dibaca Panji. Ethan segera menjawab panggilan dari Panji.“Halo.”“Ethan are you sure you want to come here?”“Yeah, while I’m in Jakarta I want to drop by to see you and your family.”“Oh God Man.” Terdengar Panji tidak mempercayai kalau Ethan akan menemuinya.“I’m on my way to your parents café.” Kata Ethan yang membuat Panji semakin tidak percaya.“Oh wait are you serious…bagaimana dengan ayahmu, pasti ayahmu mengirim pengawal untuk mengawalmu.”“Yah dia selalu seperti itu setiap aku keluar rumah, tapi tenanglah aku bisa
Nadya memarkirkan motornya di depan cafe, ia membuka helmnya sambil menarik napas bersiap diri. “Nadya” Suara yang sangat dikenalnya dan yang dulu membuat hatinya sakit seketika mendatangkan kemarahannya yang tiba tiba muncul. Kenapa begitu cepat bertemu orang itu. Pikir Nadya sebal. Nadya menaruh helmnya di stang motor lalu berpaling ke arah suara itu. Dimas Erlambang berdiri dengan santai dan wajah tampannya tampak terkejut. “Kamu ikut reunian juga?” Nadya memincingkan mata di balik kacamatanya. “Aku rasa kamu tahu aku akan ikut.” “Sungguh aku tidak tahu, Mita tidak bilang padaku kalau kamu mau datang ke reunian.” “Jangan pura pura deh.” Kata Nadya marah. Baiklah Nadya tahu emosinya muncul lagi tapi ia tidak perduli. Melihat Dimas kejadian pahit setahun lalu terlintas di benaknya sehingga emosinya tidak bisa direndam, namun kali ini ia tidak akan membiarkan Dimas mempermalukannya lagi di tempat umum, untung saja di tempat par
Nadya berjalan cepat ke arah Mita ketika melihat Mita bersama teman teman yang lain sedang duduk dan bersenda gurau mengelilingi meja panjang yang sudah tersedia makanan dan minuman dari cafe orang tua Mita. Emosi masih berkelabat di matanya yang semakin coklat. Mita mendongak melihat Nadya ketika sudah mendekat. “Nad! duduk sini.” Seru Mita sambil menunjuk kursi kosong di sampingnya. Tiba tiba ia mengerutkan keningnya ketika melihat sorot kedua mata Nadya yang memancar kemarahan. “Ada apa?” Tanya Mita penasaran ketika Nadya sudah duduk di sampingnya. “Aku bertemu Dimas di tempat parkir.” Jawab Nadya. “Apa!” Mita berseru tidak percaya. “Tadi memang aku lihat Dimas keluar cafe, tidak sangka kamu malah bertemu Dimas.” Kata Riana Wulandari teman Nadya yang memilih menjadi novelis sama seperti Nadya. Riana merasa kasihan melihat temannya pasti tidak mudah bertemu dengan mantan yang pernah hinggap dihati temannya itu. “Apa yang dikatakan Di
“Ethan!” Seru Panji seraya berjalan cepat menghampiri kursi cafe yang sedang diduduki Ethan. Ethan berdiri. “Panji, long time no see.” Ia segera memeluk Panji ketika Panji mengulurkan tangannya untuk memeluknya. “Man is it you?” Tanya Panji lagi setelah melepas pelukannya, ia tidak mempercayai pandangannya kalau temannya yang kaya raya dan banyak pengawalnya ada di sini, pasti tidak mudah bagi temannya bisa ke sini dan terbebas dari pengawasan para pengawal ayahnya. “Yeah it’s me.” Jawab Ethan, seulas senyum tersungging di bibirnya melihat Panji tidak percaya kalau ia sekarang ada di hadapannya. “Tidak ada yang mengawalmu?” Tanya Panji lagi masih tidak percaya kalau temannya yang super perfect ini tidak dikawal. “Aku menyuruh mereka diam di mobil.” Kata Ethan seraya mengedikkan bahunya, ia menyengir melihat ekspresi Panji ketika mengetahui ia berhasil menaklukkan para pengawal itu pada akhirnya. “Man…akhirnya kamu berhasil juga.” Kata
Nadya menatap dirinya di cermin toilet, wajahnya basah karena dibasuh beberapa kali untuk menghilangkan amarah yang masih menguasainya. Kamu sudah siap Nad, bertemu lagi dengan Dimas, setidaknya Dimas mendapatkan pembalasannya meski berupa injakan kaki, tarik napas dan tenangkan diri. Nadya mengingatkan dirinya sendiri. Ia menarik napas berulang kali sehingga dirinya tenang. Setelah merasakan ketenangan pada dirinya, kekuatan untuk menghadapi Dimas muncul kembali. Nadya menarik napasnya lagi dan mengangguk kepada dirinya sendiri di cermin kalau dirinya sudah siap. Ia mengambil tissue di atas wastafel dan menghapus air dari wajahnya. Sekali lagi ia melihat cermin untuk memastikan kalau wajahnya sudah tidak basah. Ia membuang tissue itu ke dalam tempat sampah dan mengambil kacamata yang ia taruh di atas wastafel, ia keluar tanpa memakai kacamatanya. Di tengah jalan menuju meja cafe di mana teman temannya berkumpul Nadya melihat Dimas tertawa dan kelihatan bahagia. Tiba
Ethan tidak tahu kalau ada orang yang membaca bukunya. Ia baru ingat bukunya ketika membicarakan soal buku dengan Panji sehingga ia kembali keluar dari ruangan yang ditata meriah itu untuk mengambil bukunya yang ia taruh di atas meja cafe. Perempuan yang ia lihat di tempat parkir dengan mantan pacarnya itu sedang membuka lembar demi lembar bukunya dan tampak tertarik untuk membacanya. Ethan sengaja hanya duduk dan memperhatikan. Perempuan itu cantik kalau tanpa kacamatanya, beberapa helai rambutnya lepas dari ikatannya dan membingkai wajahnya yang putih kemerahan sehingga membuatnya tambah cantik. Keinginan untuk merapihkan helai helai rambut ke belakang telinga perempuan itu membuat Ethan terkejut. Belum pernah ada seorang perempuan yang menggugah keinginannya dengan cepat. Apakah karena terlalu lama ia tidak pernah memperhatikan perempuan sehingga ia seperti ini. Ethan tidak tahu. Tapi memang tidak ada seorang perempuan pun yang menarik perhatiannya termasuk Adel selain pe
Dimas berdiri di samping meja cafe, ia tampak terkejut melihat Nadya berpegangan tangan dengan seorang bule, dan bule itu lebih tampan darinya. Kepercayaan dirinya sebagai laki laki tampan tiba tiba merosot, tapi ia tidak akan membiarkannya. Dimas segera menegakkan tubuhnya dan melipat kedua tangannya di depan dada dengan angkuh, kedua matanya terpancar rasa sombong, ia tidak mau bule asing itu membuat dirinya tidak percaya diri. Dimas menatap Nadya dengan pandangan mengejek meskipun Nadya sekarang menunduk dan tidak melihat ke arahnya. “Aku tidak menyangka ternyata kamu perempuan seperti itu,” kata Dimas menggelengkan kepalanya pura pura tidak percaya. “Kamu sebenarnya cantik, coba deh kamu dandan sedikit aku pasti tidak akan memutuskanmu,” lanjut Dimas acuh tak acuh. Dimas tidak melihat perubahan sorot kedua mata Nadya yang berubah marah karena Nadya menunduk. Nadya segera menurunkan pandangannya dari Ethan ke ar