Chapter 23
It's Not Fucking Jokes
"Aku harus ke restoran pukul dua," ucap Vanilla sambil mengelus bulu-bulu di dagu Nick.
Nick meraih telapak tangan Vanilla, mempermainkan jari gadis itu. "Kau baru saja tidur dua jam, Mi Amor."
"Kau membuatku tidak tidur," gumam Vanilla, wajahnya bersemu merah mengingat bagaimana ia dan Nick menghabiskan sisa malam.
Nick melirik jam digital yang berada di atas nakas samping tempat tidurnya. "Ini masih pukul delapan, kau masih memiliki waktu untuk tidur."
Jemari Vanilla mengelus dada Nick yang ditumbuhi bulu-bulu lebat. "Sebenarnya aku lapar, tapi mataku tidak bisa berkompromi," erangnya.
Ia menyapukan bibirnya di dada Nick lalu membenamkan wajahnya di sana, menghirup aroma khas pria itu sambil lalu memejamkan matanya.
Nick membelai kulit pundak Vanilla yang seelok batu pualam lalu perlahan me
Epilogue
Chapter 57
Chapter 56
Chapter 55
Chapter 54
Chapter 53
Chapter 52
Chapter 51
Chapter 50I ApologiesVanilla menikmati paginya dengan menatap wajah tampan Nick yang tersaji di depannya, pria itu tampaknya masih dibuai mimpi. Ia mengulurkan tangannya, jemarinya menyentuh alis tebal Nick, senyum bahagia mengembang di bibir indah Vanilla. Pemuda yang dulu ia kagumi di sekolah menengah atas kini menjadi miliknya, berada di atas ranjangnya, menjadi calon suaminya, dan mereka juga akan segera memiliki buah hati. Masih seperti mimpi. Terlepas dari segala konflik keluarga, kehadiran Nick bagi Vanilla memang seperti mimpi. Seperti seorang gadis biasa yang mendapatkan seorang pangeran berkuda putih di dalam dongeng anak-anak. Jemari Vanilla turun menyentuh sudut bibir Nick, matanya menatap bibir kenyal itu seolah ia sedang mendamba. Perlahan ia mendekatkan bibirnya dan men