Share

Chapter 6

Keesokan harinya, setelah membersihkan diri dan bersiap-siap. Bunga membuka pintu kamar dan terperanjat saat mendapati Arya sudah berdiri bersandar di daun pintu kamarnya dengan melipat kedua tangannya di depan dadanya.

Bunga mengerutkan dahinya, “Kenapa kamu belum turun?” tanya bunga.

“Aku menunggumu,” jawab Arya dingin. Pandangan matanya tak beranjak dari wajah bunga. Wajah bunga merona, tampak matanya yang sembab dan sedikit bayangan hitam di kantong matanya menandakan jika gadis tersebut pasti menghabiskan waktu semalam ya dengan menangis dan tidak bisa tidur.

Seketika Arya maju ke depan merengkuh Bunga ke dalam pelukan dan menundukkan wajahnya. “Morning kiss,” bisiknya kemudian melumat bibir Bunga, tidak ada kelembutan dalam cumbuan Arya yang ada adalah cumbuan penuh tuntutan dan sedikit kasar. Arya melepaskan cumbuannya saat di rasanya Bunga kehabisan nafas.

“Ayo turun, kau jalan duluan,” ajak Arya serak seraya mengurai pelukannya.

“Harusnya kamu mencari Sekar bukan aku,” gumam Bunga yang masih bisa di dengar oleh Arya, reaksi pria itu hanya memicingkan sebelah matanya dengan alis tebalnya yang tertarik ke atas, seberti ulat bulu.

Sampai detik ini Arya masih bertanya-tanya pada dirinya sendiri, tak ada penyesalan bahwa ia sudah merenggut keperawanan Bunga. Dirinya semakin puas malah, sepertinya akan sulit menghilangkan bayangan dan rasa gadis itu nantinya. Belum pernah Arya merasakan rasa kepemilikan dan posesif seperti ini. Arya tentu bukan pria bodoh. Dirinya tahu saat hatinya mulai menyimpan rasa, tetapi sekali lagi ego menutupi semuanya.

Kemudian di sisi lain tempat Sekar duduk dengan tenang memperhatikan Yanuar yang sedang melakukan olah raga pagi sekaligus memberikan arahan pada pegawainya untuk merapikan kebun mawar miliknya. Pria kekar penyuka bunga rupanya.

“Sedang apa di sini?” sapa Yanuar yang sudah berdiri di depan Sekar tanpa disadari gadis itu.

Sekar bengong menatap ke arah Yanuar dan menelan salivanya kasar. “Hanya menatap taman mawar saja. Harumnya membuai hidungku,” kilah Sekar. Tidak mungkin bukan, jika ia mengakui menikmati pemandangan makhluk Tuhan yang paling seksi ini.

Yanuar tersenyum geli kepada Sekar, ia tahu jika gadis yang berada di depannya saat ini sedang berbohong. Namun ia tidak akan mempermasalahkan soal itu.

“Bagaimana kalau kita sarapan sekarang,” ajak Yanuar.

Sekar mengangguk dengan wajahnya yang berseri-seri. Lalu mengikuti langkah Yanuar yang terlebih dulu masuk, Sekar berlari kecil mensejajari langkah lebar Yanuar.

Bunga jalan perlahan di depan Arya saat sampai di pertengahan tangga mereka bertemu dengan Sekar dan Yanuar yang muncul dari arah samping, wajah Sekar merah padam dilihatnya tetapi sepertinya Arya cuek. Sekalipun ia tidak menghampiri sang kekasih.

Yanuar berhenti dan berdiri di ujung tangga menunggu Bunga. Tatapan matanya lembut dan jenaka.

“Bagaimana tidurmu, Bunga?” tanya Yanuar, penuh perhatian. Tutur kata dan nada pria itu lembut dan hangat, Arya tidak suka hal itu.

Bunga tersenyum menatap Yanuar. “Nyenyak, ayo kita sarapan,” ajak Bunga. Bunga melangkah lebar dengan antusias dan mengulurkan tangannya.

Yanuar meraih siku tangan kiri Bunga. Arya yang berdiri persis di belakang mereka mengatupkan bibir rapat, rahangnya mengeras. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Rasanya ia ingin sekali menghancurkan pergelangan tangan Yanuar yang menyentuh Bunga.

“Sayang.” Sekar mengalungkan tangan di leher Arya mengecup sekilas bibir pria itu.

Arya melepaskan rengkuhan tangan Sekar di lehernya, menghela gadis tersebut menyusul Yanuar dan Bunga yang sudah terlebih dahulu ke ruang makan.

Suasana ceria terjalin saat sarapan berlangsung, “Bunga, jadi kita cari furniture untuk rumahmu ? Apa tidak sebaiknya kamu tinggal dengan kami saja?” tanya Lucy. Tetap masih berusaha mencari perhatian anak gadisnya itu.

Bunga mengangguk. “Sepertinya tidak Ma, Bunga ikut dengan kalian kembali ke rumah hari ini.” Bunga berkata demikian sembari melirik Arya yang dengan tenang menyantap sarapannya tak acuh.

“Bunga harus segera pergi ke luar pulau.” Bunga sungguh enggan mengatakan dengan spesifik ke mana dirinya pergi, karena di sana ada Arya. Dalam hati kecilnya ia tahu, Arya pasti akan memantau kegiatannya. Bukan bermaksud kepedean tetapi sejak kejadian semalam dan sikap Arya tidak menutup kemungkinan pasti akan ada saatnya pria itu menguntitnya atau menyuruh orang. Bunga bukan gadis bodoh yang bisa di kendalikan laki-laki dengan mudah.

“Pergi lagi?” protes sang ayah.

Bunga meringis, “Maaf Papa, putrimu ini bukan pengangguran. Kalau jadi, Kakak Jyoti dan Mbak Almira akan kemari membahas bisnis kami di Bali,” ujarnya lagi.

“Sepertinya Kakak ingin join usaha denganmu Sayang,” ujar Jovan dan disetujui oleh Roby kakaknya yang lain.

“Sedangkan aku lebih suka menjadi ibu rumah tangga biasa saja,” ucap Sekar.

“Maaf Nona Bunga, ada Nyonya Jyoti Abundio dan Nyonya Almira Alsaki di depan,” ujar salah seorang anak buah Yanuar.

“Terima kasih Bang Yusuf,suruh tunggu sebentar ya dan pesankan minuman di dapur. Bunga segera menyusul ke depan.”

Bunga melirik semua orang yang ada di meja makan. Robert menggeleng, tampak kekecewaan di wajahnya. Lagi-lagi keinginannya untuk mencoba motor keren milik sang putri sepertinya batal.

“Papa kenapa?” tanya Bunga heran.

“Papa sebenarnya ingin meminjam motor keren mu itu. Tapi sepertinya tidak mungkin,” keluh Robert.

Bunga tersenyum, Arya yang melihatnya tercubit rasa cemburu. Senyuman Bunga seharusnya hanya miliknya, sungguh posesifnya si Arya.

“Kalau Papa mau, motor itu bisa untuk Papa kok. Lagipula Bunga akan lebih sering di luar pulau,” ujar Bunga lagi.

Wajah Robert seketika berubah ceria. Seperti anak kecil yang mendapatkan apa yang ia inginkan

“Sungguh Nak? Terima kasih ya,” ujar Robert.

"Tante Bunga, jika Tante Mimi di sini berarti Lika juga di sini ya kan?" tanya Narendra keponakannya.

Bunga menggeleng. “Anulika sedang menyiapkan berkas untuk persiapan kuliahnya di Amerika. Bagaimana denganmu? Rendra ingin melanjutkan kuliah di mana?” tanya Bunga.

“Rendra maunya sama dengan Lika, tapi Mama nggak kasih.” Rendra melirik Nita sang bunda.

Nita berdeham. “Mama sih setuju saja jika papamu juga setuju.” Nita menatap suaminya Roby.

“Akan Papa pikirkan dulu.” ucap Roby. Roby harus memikirkan masak-masak karena anak pertamanya itu pergaulannya sangat luas dan sedikit bandel.

“Untuk apa lagi dipikir-pikir biarkan saja Rendra sekolah di Amerika. Cucuku ini kan pintar,” ucap Robert.

Iya, pintar tapi bandel! kata hati Roby.

“Pa, Rendra ini ingin kuliah di Amerika karena dia suka dengan Lika. Sedangkan Lika itu ‘kan masih anak-anak bahkan usianya masih empat belas tahun mana tau rasa cinta monyet, seperti yang Rendra rasakan,” timpal Roby.

“Rendra dengan Anulika cuma beda lima tahun saja Pa. Bukan usia yang jauh, Rendra pasti akan setia menunggu Anulika sedikit lebih dewasa baru Rendra melamar,” ucap Narendra dengan penuh kepercayaan diri.

“Sekolah dan kerja dulu yang benar, baru lamar anak orang,” timpal Giovani sang adik, sembari terkekeh. Seluruh orang di meja ikut tertawa dan mengamini perkataan Giovani.

Bunga bangkit berdiri, berpamitan untuk menemui tamunya. Setelahnya mereka kembali ke kediaman keluarganya. Tak lupa motornya ikut serta dengan mereka.

“Bunga, kamu tidak lupa kan jika aku akan segera bertunangan?” ucap Sekar.

Mereka sekarang berada di dalam mobil milik Arya. Beruntung bagi Arya bisa satu mobil dengan Bunga, tadi Sekar bersikeras agar Bunga ikut dengan mobil mereka.

“Iya, aku usahakan hadir ya. Jika pekerjaanku bisa kutinggalkan.” Bunga mencari alasan. Tak sengaja matanya bersirobok dengan mata Arya melalui kaca tengah mobil. Tatapan Arya tajam, dia pasti menginginkan Bunga hadir di pertunangannya.

Bunga menghembuskan nafas berat, kemudian memalingkan wajahnya menatap keluar jendela. Lamunannya kembali ke  malam sebelumnya. Bagaimana jika aku hamil, sepertinya sekarang ini masa suburku ? Tapi sepertinya tidak mungkin karena dokter pernah mengatakan bahwa aku akan susah memiliki anak bukan. Tadi Bunga sempat dilanda kecemasan, setelah dia mengingat kembali perkataan dokter dulu akhirnya dia lega. Karena dia tahu karena kecelakaan yang dulu menyebabkan masalah pada sel telurnya.

Yora yang berada di sampingnya menggeram tangannya menenangkan. Wanita itu tau jika majikannya sedang resah saat ini.

Aku harus mencari cara menghindari Arya. Apakah aku harus keluar negeri lagi saja kalau begitu? Ya, setelah mereka bertunangan aku akan pergi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status