Share

08. Hari Pertama

Pagi ini aula akademi kerajaan dipenuhi oleh para murid baru karena acara pembukaan dialihkan ke sini. Mereka memakai seragam yang sudah dibagikan dan duduk di masing-masing kelas. Kelas hitam berada di sisi kanan dan kelas putih berada di sisi kiri.

Setiap sisi terdapat bangku yang diatur sedemikian rupa. Bangku-bangku itu diatur menjadi lima belas baris dan setiap baris berisi sepuluh bangku.

Vero yang sudah datang dari awal berada di kursi barisan kedua. Memakai seragam putih dan rambut peraknya menjadi perhatian murid di sekitar. Vero sudah tak mempermasalahkan tatapan itu dan melanjutkan aktivitasnya namun tiba-tiba seseorang masuk.

Seorang siswa kelas hitam, memiliki mata tajam, rambut merah, dan wajah rupawan. Di sampingnya berdiri seorang siswa kelas hitam juga, dia mengikuti siswa berambut merah. Saat dua orang itu melewati bangku-bangku belakang, aroma khas tercium.

"Hei, bukannya mereka dari Sirius?" bisik seseorang ke teman di sebelahnya.

"Darimana kau tau?"

"Lihat lambang di lengannya."

"Ah, itu lambang bangsawan."

"Bukan itu saja, dia merupakan pangeran ketiga Kerajaan Sirius," sahut teman lainnya.

"Kau bercanda? Kenapa mereka di akademi kita?"

"Aku tak tau."

Bisikan terus berlanjut, sementara dua orang itu duduk di bangku barisan pertama. Vero melihat dua siswa itu dengan alis berkerut.

Acara pembukaan segera dimulai, semua murid yang diterima sudah berada di aula. Mereka duduk dengan rapi. Vero melihat Reito, Bella, Yoshi, dan Roy juga duduk di barisan depan. Tak ada yang berbicara saat lampu dimatikan.

Setelah menunggu beberapa menit, lampu ruangan kembali menyala dan menyoroti panggung di depan mereka. Di sana sudah berdiri seorang wanita berambut sebahu.

"Selamat pagi para murid baru Kerajaan Quella!" Sapa wanita itu diikuti tepuk tangan seluruh aula.

"Perkenalkan, saya Helen selaku wakil dari kepala akademi. Saya memegang kelas untuk pelajaran sihir."

Helen terus melanjutkan pidatonya, dia menjelaskan susunan acara pembukaan itu dimulai dari dirinya lalu sambutan kepala akademi hingga perwakilan murid baru. Mereka mendengarkan semua yang dikatakan Helen.

Beberapa poin yang didapat, yaitu pertama, mereka akan dibagi menjadi dua bagian tiap kelasnya. Jadi, setiap kelas akan berisi dua puluh lima murid paling banyak. Poin kedua, pembelajaran akan dimulai dari jam delapan pagi hingga tengah hari. Setiap hari ada tiga mata pelajaran yang harus diikuti.  Mereka yang ingin kelas tambahan bisa mengajukan ke wali kelas masing-masing. Kemudian poin ketiga, ujian akan dilakukan setiap dua bulan sekali untuk menilai pertumbuhan mereka.

Setelah selesai menjelaskan, Helen memanggil kepala akademi untuk naik ke panggung.

Kepala akademi bernama Mazumi. Seorang pria tinggi dengan bahu lebar, memiliki aura yang membuat orang disekitarnya segan. Dia terlihat masih muda namun umurnya sudah menginjak empat puluh tahun.

"Selamat datang di Akademi Kerajaan Quella! Saya harap kalian memanfaatkan waktu selama di akademi ini."

Seperti biasa, pidato dari seorang kepala akademi itu memakan waktu lama. Pidato yang berisi sambutan dan motivasi bagi murid baru.

"Tahun ini sepertinya akan menjadi tahun yang menarik..." ujarnya.

Semua murid yang tadinya bosan, sekarang dibuat penasaran dengan ucapannya. Mereka kembali memperhatikan dengan mata yang tertarik.

"Wah, kalian langsung segar mendengarnya ya? Mungkin lebih baik ini dirahasiakan agar kalian mengalaminya langsung."

Beberapa murid terdengar kecewa. Mazumi tersenyum melihat reaksi mereka.

"Satu yang pasti, kita mendapat banyak murid berbakat dan juga ada perwakilan Kerajaan Sirius, Pangeran Hans dan temannya."

Mata Mazumi mengarah ke murid dengan rambut merah tadi. Seketika semua perhatian menuju ke arah Hans, Pangeran Sirius.

"Baiklah, sampai di sini sambutan dari saya. Selanjutnya perwakilan dari murid dengan nilai tertinggi."

Seorang gadis memakai seragam hitam maju dari samping panggung. Rambut biru keperakan dan aura elegan yang dipancarkan membuat semua mata tertuju ke arahnya, tak terkecuali Hans yang matanya terus menatap gadis itu.

"Bukannya itu Putri Reyna?"

"Iya, Kau benar."

"Sungguh?! Aku tak percaya akan se-akademi dengannya."

"Ya ampun.. Baru kali ini aku melihatnya secara langsung."

"Aku ingin menjadi temannya!"

Semua murid ribut dengan kemunculan Reyna. Mereka tak mengalihkan pandangan darinya.

"Oh, dia seorang putri.." gumam seseorang.

Seseorang itu merupakan Vero. Dia baru pertama kalinya melihat Reyna. Sejauh ini dia hanya melihat raja, ratu, dan Louis. Dua putri lainnya tak pernah Ia lihat.

"Kau baru melihatnya?" tanya seseorang.

Di sebelah Vero, duduk seorang gadis cantik dengan rambut pirang keemasan. Vero yang diajak bicara hanya menganggukkan kepalanya. Gadis itu menaikkan sebelah alisnya melihat reaksi Vero seperti itu.

Reyna yang saat ini sudah di atas panggung mulai berbicara.

"Selamat pagi semua. Saya Reyna Quella sebagai perwakilan dari murid baru tahun ini mengucapkan rasa bangga sekaligus bersyukur. Rasa bangga menjadi siswa akademi kerajaan yang berprestasi ini. Rasa syukur menjadi salah satu bagian dari akademi karena banyak orang di luar sana yang menginginkan posisi ini. Kami berjanji akan menjadi murid teladan dan berprestasi serta menjadi lulusan yang terhormat. Tak ada perbedaan kedudukan yang akan saya lakukan, semua orang memiliki posisi yang sama di mata saya. Jadi, saya harap kalian juga memiliki pandangan yang sama. Mari kita menuntut ilmu dengan giat dan damai. Sekian yang dapat saya sampaikan, terima kasih atas perhatiannya."

Ucapan singkat yang dikatakan Reyna membuat seisi ruangan terdiam. Mereka kagum mendengarkan Reyna berbicara seperti itu. Tepuk tangan langsung terdengar di seluruh ruangan.

"Kalimat yang tepat untuk seorang putri," ucap Vero.

Setelah ruangan mereda dengan tepuk tangan, Helen mengambil alih kembali. Dia membacakan nama-nama murid hingga empat kelompok. Pertama, kelas hitam dibagi menjadi dua, yaitu kelas Hitam A dan Hitam B dengan masing-masing berisi dua puluh tiga murid. Kedua, kelas putih juga dibagi seperti kelas hitam dengan jumlah siswa dua puluh lima setiap kelasnya.

"Baik, sekarang kalian bisa bubar dan menuju kelas masing-masing. Ikuti saja jalan keluar itu dan kalian akan menemukan masing-masing kelas." Helen menunjuk pintu keluar.

Semua orang di dalam aula bersiap menuju ruang kelas mereka. Vero menunggu pintu keluar sepi, dia tidak mau jalan menumpuk seperti lainnya.

"Hum.. Kau di kelas apa?" tanya gadis tadi.

"... A."

"Kalau begitu kita sekelas! Perkenalkan namaku Elvina. Kau bisa memanggilku Elvi."

"Aku Vero."

Vero mengakhiri pembicaraan dengan berdiri lalu berjalan menuju pintu keluar. Elvina yang melihat itu menghembuskan nafasnya kemudian mengikuti Vero untuk mencari kelasnya.

Di dalam ruangan sudah banyak murid yang duduk di bangku mereka. Susunan mejanya ialah 4×4, satu meja untuk dua orang. Itu berarti ada satu orang yang duduk sendiri.

Saat Vero masuk dan diikuti Elvina, semua orang melihat ke arah mereka. Tatapan yang sudah biasa mereka temui. Tatapan terpesona. Mungkin tatapan itu lebih ke arah Elvina, sedangkan untuk Vero adalah tatapan penasaran.

Vero kemudian duduk di barisan paling belakang. Barisan yang tidak ada orang mendudukinya.

"..."

"..."

Canggung. Itulah yang terjadi saat ini karena Elvina duduk di sebelah Vero. Vero sendiri juga heran dengan gadis di sampingnya, dia tidak menduga kalau gadis itu memilih duduk bersamanya.

"Kenapa kau duduk di sebelahku?" tanya Vero dengan tatapan mengarah ke luar jendela.

"Kau berbicara denganku?" tanya Elvina balik.

"Tidak. Aku sedang berbicara dengan makhluk halus di sampingku."

"Haha... Kau lucu."

".. Kau belum menjawabnya."

"Aku hanya ingin duduk di bangku belakang dan kebetulan aku mengenalmu, apa itu tidak boleh?"

"Sejak kapan kita saling mengenal? Jika kau ingin duduk di belakang silakan, aku akan pindah di meja lainnya."

Mendengar itu Elvina membuat raut wajah kesal. Baru kali ini ada orang yang mencampakkannya seperti itu.

"Aku hanya bercanda. Kau bisa duduk sendiri."

Elvina yang dikenal sebagai putri seorang duke sebenarnya memiliki kepribadian periang. Kebalikan dari Putri Reyna yang jarang berbicara. Dia suka membuka topik pembicaraan kepada seseorang. Tak hanya itu, jika dia tertarik dengan seseorang, dia akan mendekatinya sebisa mungkin.

Vero melihat Elvina pindah duduk ke depan mejanya. Dia langsung berbicara dengan siswi di sampingnya.

"Orang yang merepotkan," pikirnya.

Setelah beberapa saat, seorang guru perempuan masuk ke kelas mereka.

"..."

Ruangan sunyi.

"Hai! Selamat pagi anak-anak.."

""Pagi.""

"Ibu langsung saja perkenalannya. Nama ibu adalah Alma dan mulai dari sekarang ibu akan menjadi wali kelas kalian selama dua tahun kedepan. Mohon kerja samanya."

Dua tahun itu berarti hingga kelulusan mereka.

Alma merupakan guru yang memiliki kemampuan Alchemy sama seperti Vero. Dia berusia dua puluh tujuh tahun dan memakai kacamata. 

Alchemist sendiri merupakan Job yang memiliki empat puluh persen peluang untuk didapatkan oleh orang-orang di dunia itu. Mereka biasanya bergelut di dunia herbal seperti membuat potion maupun poison. Mereka juga biasanya membuat suatu mahakarya.

"Hari ini kita akan membahas mengenai tanaman apa saja yang bisa dijadikan bahan potion dan ciri-cirinya.. Tapi sebelum itu, silakan perkenalkan diri kalian mulai dari pojok belakang."

Semua mata tertuju ke arah Vero. Sedangkan dia yang menjadi perhatian hanya menghela nafas.

"Perkenalkan namaku Vero, Job Alchemist."

"Ah! Jadi kamu yang bernama Vero, memiliki nilai dua ratus di ujian pertama."

Alma langsung membalas perkenalan Vero dengan perkataan itu. Terdengar jelas ada penekanan di kata dua ratus tersebut namun hanya Vero yang mengerti.

"Iya, itu saya," balas Vero dengan tatapan mata langsung menuju ke arah Alma.

"Baiklah, silakan dilanjutkan."

Mendapat tatapan itu, Alma menyuruh siswa lainnya untuk melanjutkan perkenalan. Dia merasa akan menjadi suatu masalah jika membalas ucapan Vero.

Perkenalan terus dilanjutkan. Ada saatnya Elvina memperkenalkan diri yang membuat seisi kelas terpaku dengan keanggunannya dalam berbicara. Memang darah bangsawan tidak boleh diragukan.

Di kelas itu sendiri memiliki keseimbangan jumlah antara bangsawan dan penduduk biasa. Kemungkinan pihak akademi sengaja mengatur hal ini.

Pembelajaran pun dimulai. Alma menjelaskan materi dari dasar mengenai nama-nama tumbuhan dan ciri-ciri mereka. Semua murid mendengarkan penjelasannya dan menulis beberapa hal penting.

"Sebelum pelajaran berakhir, aku akan memberikan satu pertanyaan."

Perhatian seluruh murid semakin fokus dengan apa yang akan ditanyakan olehnya.

"Apa perbedaan secara fisik dari tanaman Exro dan Enro?"

Mendengar pertanyaan itu, Elvina mengangkat tangannya kemudian Alma mempersilakan dirinya.

"Tanaman Exro memiliki daun yang menggulung ke bawah sedangkan Enro menggulung ke atas."

"Benar, masih ada lagi yang ingin menjawab? Ya, silakan kamu." tunjuk Alma ke anak lelaki lainnya.

"Exro sendiri memiliki daun menyirip dan terdapat bulu halus di permukaan daunnya."

"Jawaban kalian berdua benar. Tanaman Exro biasanya dijumpai di pinggiran hutan, sebaliknya tanaman Endo berada di kedalaman hutan. Karena tanaman Endo berada di dalam hutan, permintaan dan khasiat darinya lebih banyak dari tanaman Exro sendiri."

Vero memperhatikan semua penjelasan dan tanya jawab Alma walaupun dia sudah mengetahui itu semua. Dia hanya tak ingin membuat masalah jika tidak memperhatikan penjelasannya.

Meskipun Vero merasakan firasat yang tidak mengenakkan sejak awal, pertanyaan tak terduga dari Alma membuatnya tetap terkejut. Namun, dia tetap berusaha menjawab dengan jujur meskipun jawabannya mungkin tidak diharapkan.

"Ah satu pertanyaan lagi, tapi ini untuk Vero," ujar Alma.

Benar saja firasat yang dirasakan Vero. Dia sudah menduga akan terjadi seperti ini sejak awal perkenalan.

"Kamu menjadi seorang Alchemist dan memiliki modal yang sedikit. Apa yang akan kamu lakukan dengan permintaan untuk membuat potion dari bahan yang langka?" tanya Alma dengan pertanyaan tak terduga.

Elvina dan lainnya tak menyangka dengan pertanyaan itu. Mereka pikir, Alma akan menanyakan mengenai tanaman herbal seperti sebelumnya.

Vero yang ditanya diam sebentar. Dia mengingat jika pertanyaan itu pernah dia baca. Setelah mengingat di mana dia pernah membacanya, Vero mengeluarkan suara tawa kecil.

"Aku tidak tau," jawab Vero.

Jawaban yang tak terduga membuat ruangan sunyi.

"Kenapa kau tidak tau?" tanya Alma kembali.

"Aku menjawab tidak tau karena memang tidak tau. Mungkin jika aku berada di posisi itu sekarang, aku akan menemukan jawabannya. Maksudku itu, aku akan melihat situasi dan kondisiku dalam mengambil keputusan sesuai keadaan."

".. Jadi jawabannya tergantung situasi yang kamu hadapi?"

"Ya, karena semuanya akan berbeda tergantung situasinya."

"..."

"Oke, itu salahku membuat pertanyaan yang kurang jelas."

Dengan begitu, pelajaran pertama berakhir. Alma keluar ruangan dengan pikiran rumit sementara mereka dapat beristirahat selama satu jam.

Elvina kemudian menghadap ke arah Vero.

"Aku tak percaya dengan jawabanmu."

"Ya benar, aku juga tidak menduganya."

Dua orang di depan Vero mengajaknya berbicara, sedangkan Vero bersiap untuk keluar ruangan.

"Hei! Kalau diajak berbicara itu dijawab dong."

Perempuan di sebelah Elvina menegur Vero yang sudah berjalan.

"Ah.. Iya, maafkan aku. Kalau begitu aku duluan," ucap Vero dengan senyuman.

Melihat Vero meminta maaf dengan senyuman yang jarang dilihat membuat Elvina dan beberapa orang di kelas terdiam. Mereka baru kali ini melihat Vero tersenyum dengan sangat menawan. 

Elvina lah yang pertama kali tersadar dan langsung keluar mengejar Vero. Namun Vero sudah tidak ada dalam pandangannya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status