20 tahun yang lalu. Karena kesulitan ekonomi, Tuan Pram terpaksa bekerja sebagai kurir narkoba jenis sabu-sabu seberat 8 kilogram.
Petikan tuntutan dibacakan Jaksa Penuntut Umun pada persidangan di Pengadilan Negeri Klas I A Khusus."Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 20 tahun, serta pidana denda sebesar Rp1 Miliar subsider kurungan 6 bulan," ujar Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutan.JPU berkeyakinan Tuan Pram terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan melawan hukum tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli menerima menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan narkotika golongan I beratnya melebihi 5 gram, sehingga melanggar Pasal 114 ayat (2) UU RI No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika.Atas tuntutan tersebut, terdakwa yang didampingi penasehat hukum dari Pos Bantuan Hukum (Posbankum) PN akan mengajukan pembelaan (Pledoi) seBeberapa saat sebelum insiden penikaman dikediaman keluarga Dimejo.Nyonya Dimejo baru saja menginjakkan kaki dihalaman rumahnya, matanya memperhatikan sekitar namun mobil suaminya belum terlihat dihalaman rumah menandakan dirinya belum kembali. Keadaan rumah terlihat seperti biasanya, para pelayan masih terlihat sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Tak lupa, mereka juga menyapa majikannya dengan ramah saat Nyonya Dimejo memasuki rumahnya."Bi, tolong masak yang bergizi untuk menantuku yang sedang hamil! Shiya akan segera kembali, kami akan makan malam bersama." Nyonya Dimejo melangkahkan kakinya kedalam kamar setelah berbicara pada pelayannya."Baik Nyonya." ia menjawab majikannya seraya menganggukkan kepalanya. Lalu segera mengerjakan perintah setelah majikannya masuk kedalam kamar.Seperti biasa, Nyonya Dimejo segera masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Menghilangkan aura negatif yang sudah seharian terkumpul dalam
Kediaman keluarga Dimejo masih sangat ramai. Polisi juga masih sibuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Sidik jari dan beberapa barang bukti tetap mengarah pada Shiya.Sedangkan Shiya sudah berada didalam sel tahanan. Ia meratapi nasibnya, musibah datang padanya secara bertubi-tubi. Bahkan ia masuk kedalam penjara dan belum sempat mengatakan kehamilannya pada suaminya sendiri."Nona Shiya! ada yang ingin bertemu denganmu." seorang polisi datang membukakan pintu untuknya. Ia kemudian membawanya masuk keruang kunjungandimana terdapat pemisah antara ruangan berupa tembok dan kaca yang saling berhadapan.Seorang pria tampan dengan perawakan gagah nyaris sempurna terlihat duduk di kursi kunjungan. Shiya pun segera menghadiahkan senyuman padanya, sedangkan Baro masih dengan ekspresi yang sama. Ia terlihat sangat kacau, penyesalan terlukis jelas diwajahnya."Katakan padaku apa yang sebenarnya terjadi?" buru-buru Baro melemparkan per
Ben mengeratkan rahangnya, tanpa Frans dan Baro ketahui. Dia juga mengepalkan kedua tangannya. Mengetahui wanita yang ia cintai melakukan tindakan yang sangat jauh tanpa sepengetahuannya, membuat amarahnya kian tersulut.Setelah kepergian Baro, Ben pun berjalan mendekati Frans yang masih duduk di sofa."Haha tak bisa dipercaya." Frans hilang akal, ia masih belum bisa menerima semua hal yang terjadi padanya."Hari itu, Nyonya pergi menemui Nona Lucy Tuan. Sepertinya perkataan Tuan Baro ada benarnya." Ben menyahuti perkataan Frans tanpa diminta."Benarkah?" Frans menatap Ben dengan lekat."Iya Tuan. Nyonya tahu penyebab kepergian Nona Shiya waktu itu adalah karena ia melihat anda sedang bersama Nona Lucy di The Amethyst. Itulah sebabnya Nyonya sangat marah dan menemuinya.""Sial! kenapa kau baru mengatakannya padaku sekarang?" raut wajah Frans berubah sangat kesal."Maafkan saya Tuan." Ben menundukkan kepala
Tak lama kemudian, Ben menghentikan laju mobilnya tepat didepan rumah keluarga Shalim. Mereka terdiam sejenak, sedangkan Shiya masih terisak didalam mobil itu."Sepertinya anda harus melihat ini Nona." Ben menyodorkan ponselnya sebelum Shiya turun dari mobilnya, ia menunjukkan sebuah video yang sempat ia rekam sebelumnya. Di sana ada Tuan Pram dan Lucy yang sedang berbincang."Salahku itu apa? memang apa yang aku perbuat? aku hanya menjalani hidupku, mereka ingin aku bagaimana? aku dan bayiku harus bagaimana?" Shiya menatap layar ponsel itu lekat, ia pun menangis sejadinya. Dari kedua matanya terlihat jelas ada kemarahan yang tersulut disana. Sedangkan Ben hanya terdiam disampingnya, tak tau harus bagaimana."Jika anda butuh sesuatu, katakan pada saya Nona. Saya aku membantu anda sebaik yang saya bisa." setelah Shiya agak tenang, Ben akhirnya berani mengeluarkan suaranya."Terima kasih atas bantuan mu Ben." Shiya menundukkan kepala sebelum
Mobil Andrew terhenti tepat didepan pintu gerbang rumah Shiya. Andrew pun segera turun untuk membukakan pintu untuknya, sementara Shiya masih sibuk melepas sabuk pengaman yang melilit tubuhnya."Terima kasih." Shiya menurunkan kakinya setelah Andrew membukakan pintu untuknya.Tanpa mereka sadari, ternyata ada seseorang yang memperhatikan mereka dari kejauhan. Ia melipat kedua tangannya didepan dada dan menyandarkan tubuh tegapnya di pintu gerbang, pertanda sudah cukup lama menunggu kedatangannya."Bagaimana perasaanmu?" Shiya memutar kepalanya mencari sumber suara tersebut sesaat setelah dirinya keluar dari dalam mobil."Ka-kau?" Shiya membulatkan kedua matanya melihat Baro yang sudah berdiri di gerbang rumahnya."Terima kasih sudah membawanya pulang." Baro berjalan mendekati Andrew yang masih mematung di samping pintu mobilnya. Baro juga menyunggingkan senyuman dan mengulurkan tangan padanya."Tu-Tuan Baro?" Andrew m
Pagi itu, Langit tampak gelap. Sama seperti pakaian yang membalut seluruh tubuh wanita hamil itu. Gumpalan awan berlomba-lomba menutupi matahari yang hendak memperlihatkan sinarnya ke Bumi.Shiya berdiri sejenak diambang pintu masuk pemakaman itu. Matanya berkaca-kaca, namun tertutup oleh kaca mata berwarna hitam dengan ukuran cukup besar membuat tak seorang pun bisa melihat tangis kesedihannya.Ia membawa dua bucket bunga berukuran besar dalam pelukannya, pelan ia melanjutkan langkahnya memasuki pemakaman itu. Langkahnya terhenti tepat di depan dua makam yang berjajar. Ia menatap kedua batu nisan itu dengan penuh luka.Dengan tubuh gemetar, ia meletakkan bunga yang dibawa pada masing-masing makam. Tangisnya tak bisa dibendung lagi membuatnya kini bersimpuh didepan kedua makam itu."Ma, Pa. Jika kalian masih ada, kalian pasti tidak akan membiarka
"Saya rasa bunga ini paling cocok untuk Nona Shiya Tuan." John kembali berbisik ditelinga Baro."Baiklah, aku akan ambil bunga ini." kini Baro semakin yakin saat mendapat bisikan dari assistantnya itu."Emmm tapi harganya cukup mahal Tuan. Perlu 72juta rupiah untuk satu ikat." wanita itu ragu-ragu untuk mengatakan harganya yang mahal. Padahal uang sebanyak itu bukanlah apa-apa bagi Baro."Haruskah aku beli 10 ikat John?" Baro kembali meminta pendapat pada assistantnya."Jangan Tuan. Nona Shiya tidak akan suka jika terlalu berlebihan, lebih baik beli satu paket saja." Baro menganggukkan kepalanya."Baik, berikan aku satu ikat dengan kualitas terbaik!" mendengar ucapan Baro, wanita itu membulatkan kedua matanya terlihat gembira."Benarkah? baik, baik. Tunggu sebentar Tuan, saya akan segera menyiapkannya untuk anda." wanita itu segera menghilang dari pandangan kedua pria itu secepat kilat.Selang beberapa saat
Sepanjang perjalanan, Ben terus memandangi bungkusan kecil yang ada di tangannya. Hingga tanpa ia sadari, ternyata dirinya sudah berada di depan pintu ruangan Frans. Ben pun segera menyembunyikan bungkusan itu di belakang tubuhnya. Ia kemudian membuka pintu yang ada di depannya. "Permisi, Tuan. Mobil anda sudah siap." "Baiklah Ben, ayo kita pergi!" Frans bangkit dari tempat duduknya, tak lupa ia juga meraih jas yang ia letakkan di kursinya. "Baik, Tuan." Ben berjalan mengikuti langkah Frans di belakang hingga sampai di mobilnya. Kedua pria itu masuk ke dalam mobil lalu melajukannya meninggalkan perusahaan. "Tunggu-tunggu Ben! Berhenti di toko bunga itu!" Frans tiba-tiba meminta Ben untuk menghentikan mobilnya saat melewati sebuah toko bunga di pinggir jalan. "Baik Tuan." Ben menganggukkan kepala mengiyakan perintah Frans. "Ayo! Bantu aku memilih bunga!" Frans keluar dari mobilnya, membuat Ben segera mengikutinya. Tring!