Pintu itu mulai terbuka, seorang wanita terlihat muncul dari balik pintu itu.
"John? kau kah itu?" Shiya menyipitkan matanya menatap pria yang tengah berdiri dihadapannya itu."Katakan padaku Nona! dimana kau sembunyikan Nona Lucy?" John berteriak padanya, memaksa air mata Shiya untuk keluar begitu saja."A-aku... hiks hiks hiks." Shiya tak kuasa menahan tangisnya. Bahkan ia kesulitan untuk melanjutkan perkataannya."Ibu?" Hans melangkahkan kakinya pelan menatap Shiya yang sedang menangis diambang pintu itu.Suaranya pun berhasil membuat tangis Shiya terhenti sejenak, ia kemudian menatap pria yang sedang berjalan kearahnya itu dengan seksama."Si-siapa?" Shiya menatap Hans yang berjalan kearahnya dengan tatapan mata sendu."A-aku Hans Bu." Shiya pun berjalan mendekatinya, pelan ia memegang wajah tampan itu dengan kedua tangannya."Hans? benarkah itu kau?" Shiya pun memeluk tubuh tegap pria yang aHari berikutnya, Hans dan John pun kembali ke Jepang setelah mereka mendapat informasi yang cukup tentang Lucy. Mereka terus berusaha mencari keberadaan Lucy hingga ke seluruh penjuru dunia. Namun, usahanya tak kunjung juga mendapatkan hasil.Selama berada di Jepang, Hans pun kembali memperdalam ilmu bisnisnya dengan bimbingan sang kakek dan juga John. Karena bagaimanapun juga, Hans adalah satu-satunya penerus keluarga Heng.Lima tahun kemudian.Tibalah saatnya untuk Hans kembali ke Indonesia untuk mengambil alih semua perusahaan Baro yang selama ini tidak terlalu terurus. John sendiri juga kuwalahan menangani semua perusahaan besar itu seorang diri.Kini dengan adanya Hans, pekerjaan John pun bisa lebih ringan. Ia hanya perlu mengurus beberapa anak perusahaan milik Baro yang ada diluar negeri."Uruslah perusahaan Ayahmu dengan baik. Jangan mengecewakannya!" Tuan Heng berdiri di teras rumahnya saat Hans hendak berangkat ke Indonesia meninggalkannya."Baiklah, Kek. Jagalah kesehatan Kak
Di malam yang tenang, terlihat sepasang kekasih yang sedang menikmati makan malam romantis di rooftop restaurant hotel bintang 5 termewah yang berada di salah satu pusat kota yang ada di Indonesia. Pasangan tersebut terlihat sangat serasi hingga membuat iri bagi siapa saja yang melihatnya. Malam itu adalah hari perayaan 5 tahun hubungan mereka yang diadakan setiap tahunnya. Meskipun sudah lama menjalin hubungan, pasangan itu selalu menjaga keromantisan hubungan mereka seakan tak pernah bosan satu sama lain. "Sayang, sudah 5 tahun kita menjalani hubungan ini. Namun, kita tetap tidak mendapatkan restu dari orang tuamu." tutur Lusiana pada kekasihnya dengan raut wajah sedihnya. Wanita itu bernama Lusiana. Namun, kerap dipanggil dengan sebutan "Lucy". Malam itu ia terlihat cantik dengan balutan dress mewah yang terlihat anggun. "Hei! Hei! Hei! Jangan tunjukan wajah sedihmu di hari yang penting untuk kita berdua ini, Sayang." ucap Frans sembari men
Wanita itu tak lain adalah Mama Frans. Ia terlihat begitu tak suka ketika Frans sedang bersama Lucy. Terlebih ia memergoki Frans yang sedang membelikan tas mahal untuk Lucy. "Untuk apa kau membelikan barang mahal seperti ini untuknya?" Suaranya terdengar begitu menggelegar, membuat semua orang yang berada di dalam toko tersebut menghentikan aktifitasnya dan menatap ke arah sumber suara. "Ma, sudahlah. Jangan seperti ini!" pinta Frans pada Mamanya bermaksud menenangkan. "Jawab pertanyaan Mama, Frans! Kenapa?" Ia kembali melontarkan pertanyaan pada anaknya. "Dan kau? Kenapa kau tidak bekerja dan berhenti meminta-minta pada putraku?" tanyanya geram seraya menujukkan jari telunjuknya ke arah Lucy yang sedari tadi hanya diam di belakang tubuh Frans. "Ma-maafkan Lucy, Tante. Lucy tidak bermaksud untuk..." jawabnya lirih dan terbata dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Sudahlah! Ambil tas yang kau mau lalu segera pergi dari hadapanku!" Ia me
Sore harinya setelah menyelesaikan semua pekerjaannya, Tuan Dimejo terlihat keluar dari gedung kantornya menuju mobil mewahnya dengan langkah kaki yang cepat. Rupanya ia harus segera pulang ke rumahnya untuk bersiap-siap dan menjemput istrinya pergi memenuhi undangan jamuan makan malam di rumah temannya. Membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk sampai ke rumah dari kantornya. Ia pulang berdua bersama Pak Bhambang, supir pribadinya yang sudah lama bekerja dengannya. Sesampainya di rumah, ia tidak melihat sosok anaknya. Rupanya memang benar, Frans memang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Ia pun segera masuk ke kamarnya untuk menemui istrinya yang sedang bersiap-siap sambil menunggu kepulangan suaminya. "Tunggu ya, Ma! Papa mandi dan siap-siap sebentar." ujar Tuan Dimejo pada istrinya yang sudah berpakaian rapi sedang berdandan di depan cermin. "Baiklah, Pa." jawabnya sambil menatap Sang Suami dari pantulan cermin. Beberapa saat kemudian, s
"Pada siapa, Ma?" tanya Frans penasaran. "Ah sudahlah lupakan. Selesaikan makanmu dan istirahatlah! Mama kembali ke kamar dulu ya, Nak." ucap Nyonya Dimejo sembari beranjak berdiri dari tempat duduknya. Ia sebenarnya ingin mengutarakan keinginannya untuk mengenalkan Frans pada Shiya anak teman suaminya itu. Namun, ia khawatir akan memancing perdebatan antara mereka yang sering sekali terjadi. Lagipula waktu sudah sangat larut dan mereka juga sedang dalam kondisi yang lelah. Frans pun hanya menganggukan kepalanya, kemudian melanjutkan makannya tanpa ambil pusing perkataan mamanya tadi. Setelah selesai menghabiskan semua makanannya, ia beranjak berdiri dan berlalu meninggalkan meja makan menuju kamarnya yang berada di lantai 2. ***Pagi harinya keluarga Dimejo terlihat sedang sarapan bersama di meja makan yang cukup besar dengan anggota yang lengkap, tidak seperti malam sebelumnya yang hanya diisi oleh Frans Sang Anak seorang diri. "Apa hari
"Shi-Shiya, anu Tante..." Shiya yang tengah menundukkan kepala tiba-tiba terkejut dengan pertanyaan Nyonya Dimejo yang sama sekali tak ia sangka. Ia mendongakkan kepalanya dan menjawab pertanyaan Nyonya Dimejo dengan terbata kemudian menatap ke arah bundanya. "Silahkan makanannya Nyonya. Jika ada lagi yang anda butuhkan, anda bisa memanggil saya." Belum sempat menyelesaikan jawabannya, tiba-tiba seorang pelayan datang membawakan makanan yang telah mereka pesan membuyarkan perbincangan antara Nyonya Dimejo dan Shiya. "Baik terima kasih." sahutnya bersamaan. "Jadi, Cantik. Apa kamu sudah mempunyai kekasih?" tanya Nyonya Dimejo mengulangi karena belum mendapat jawaban dari Shiya. "Anak ini sibuk membantuku sehingga tak ada waktu untuk memikirkan hal seperti itu." tutur Nyonya Shalim. "Ah, kau sungguh anak yang berbakti. Tante sangat menyukaimu, Nak." ucap Nyonya Dimejo sambil tersenyum ke arah Shiya. Shiya hanya terdiam malu seraya membal
Nyonya Dimejo terlihat keluar dari ruangannya membuat Frans mengurungkan niatnya untuk menjawab panggilan telepon dari kekasihnya. "Siapa yang menelponmu? Kenapa tidak kau jawab?" tanyanya penuh selidik. "Ah bukan siapa-siapa, Ma. Ayo kita pulang!" ujarnya mengalihkan topik pembicaraan sembari menggandeng tangan sang mama menuju mobilnya. Frans memarkirkan mobil mewahnya di parkiran vvip yang terletak di depan Lobby utama LULA CITY MALL. Sesampainya di tempat parkir, keduanya segera masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya. "Mama sudah memberi kabar pada papa dan sopir kalau pulang bersamaku?" tanya Frans memecah keheningan. "Sudah, kau tenang saja. Bisakah kau mengantarku ke suatu tempat sebelum kembali ke rumah?" pintanya dengan penuh penekanan. "Kemana, Ma?" tanyanya ingin tahu. "Nanti akan Mama beritahu saat kita sampai, tempatnya searah dengan arah menuju rumah kita." ucapnya. "Baiklah" Frans kembali fokus menge
Dalam perjalanan pulang ke rumahnya yang tadi sempat tertunda sebentar karena kunjungannya ke toko Nyonya Shalim, Nyonya Dimejo terlihat tersenyum senang memperhatikan parfume-parfume yang ia bawa sambil menyelipkan beberapa obrolan kepada Frans. "Mama suka sekali dengan aroma parfume ini, kemasannya juga sangat cantik." Ia tersenyum senang sambil memandangi kantung yang ia bawa. Frans hanya terdiam dan tersenyum ke arah mamanya seraya sibuk mengemudikan mobilnya. "Apa yang kau bicarakan dengan Shiya tadi?" tanyanya tiba-tiba. "Tidak ada, Ma. Aku hanya bertanya tentang parfume yang ia jual saja." Frans tak berani memberitahu mamanya jika ia membeli parfume untuk Lucy. "Ah, begitu rupanya. Apakah Shiya cantik menurutmu?" tanya nyonya Dimejo pada Frans. "Kenapa mama menanyakannya padaku?" Frans menoleh ke arah mamanya heran. "Mama hanya ingin tahu pendapatmu, karena menurut Mama dia sangat cantik." "Bukankah semua perempu