Setelah kepulangan keluarga Shalim, Frans masih bersi keras protes dengan rencana orang tuanya. Ia memang keras kepala, tapi sebenarnya Frans adalah anak yang berbakti dan sayang pada orang tuanya. Dari kecil hingga saat ini hanya satu hal yang membuat orang tuanya kecewa, yaitu hubungannya dengan Lucy. Itu pun masih sebatas pacaran dan belum berani menikah.
Pikirannya sangat kacau karena sampai sekarang tidak juga mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. Bahkan ibu Lucy ternyata juga tak menyetujui hubungan mereka.
"Papa dan Mama tidak memberikanmu waktu terlalu lama untuk menyetujui keputusan kami!" ucap Tuan Dimejo tegas.
"Bagaimana bisa kalian melakukan ini padaku? Bagaimana dengan hubunganku dan Lucy? Aku tak bisa meninggalkannya Pa, Ma. Bukankah selama ini Frans sudah menuruti semua kemauan kalian? Tolong kabulkanlah permintaan Frans yang satu ini." Ia mengatupkan kedua tangannya membentuk salam namaste di depan orang tuanya.
"Bukankah kau sudah melihat dan merasakan bagaimana kehidupanmu selama mendengarkan nasihat kami? Kau tau Nak, orang tua selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Saat ini pun kami yakin ini adalah pilihan yang terbaik, apa kau tak percaya pada orang tuamu?" Frans sejenak terdiam mencerna perkataan papanya yang dirasa benar. Semua keputusan yang diambil orang tuanya dari semasa dia kecil untuk dirinya selalu berjalan dengan baik.
"Baiklah jika itu yang Papa dan Mama mau, tapi tolong berikan Frans waktu untuk menyelesaikan urusan Frans dengan Lucy." ucapnya penuh keyakinan.
"Baguslah, Nak. Jadilah laki-laki sejati seperti yang selama ini Papa ajarkan padamu. Apapun yang terjadi, kau harus berani menghadapi dan melepaskannya dengan cara baik-baik." Tuan Dimejo menepuk bahu anaknya bangga dengan senyum haru.
Nyonya Dimejo lebih memilih diam dan membiarkan dua lelaki itu saling bicara. Ia sadar dengan emosinya yang mudah sekali meledak, Ia khawatir malah akan membuat Frans sulit untuk dibujuk.
***
Di dalam mobil saat perjalanan pulang ke rumahnya, banyak sekali pertanyaan yang Shiya lontarkan pada kedua orang tuanya."Yah, Bun. Shiya masih tak mengerti dengan keputusan kalian." ucapnya heran.
"Ayah dan Bunda hanya ingin segera melihatmu bahagia dan ada yang menjagamu, Nak." Nyonya Shalim tersenyum menatap wajah putri semata wayangnya itu.
"Shiya bukan anak kecil, Shiya bisa mencari suami sendiri. Apa ayah dan Bunda tahu seperti apa kelakuan anak teman Ayah itu?" Shiya mencoba mengutarakan kekesalannya.
"Ayah dan Bunda yakin dia adalah anak yang baik, bukankah kau lihat tadi? Dia begitu tampan dan sopan. Bahkan, di umurnya yang masih muda dia sudah mampu memimpin perusahaan yang cukup besar." Tuan Shalim mencoba menjelaskan latar belakang Frans pada Shiya.
"Bagaimanapun juga dia harusnya sopan terhadap semua orang, tidak hanya di depan orang tuanya saja." Shiya mengerucutkan kedua sudut bibirnya seraya melipat kedua tangannya di dada.
"Kau bahkan belum mengenalnya, bagaimana bisa kau berbicara seperti itu? Bertemanlah dulu, Nak!" ucap Nyonya Shalim pelan.
Shiya lebih memilih diam dan tak menyahuti perkataan bundanya hingga mereka sampai rumah. Ia merasa begitu kesal dengan kedua orang tuanya yang terus menerus membicarakan kebaikan Frans. Padahal Shiya sendiri pernah mendapati Frans menabraknya dan membentaknya.
Sesampainya di rumah, ia segera berlalu pergi ke kamarnya tanpa mengatakan sepatah katapun pada kedua orang tuanya, membuat Tuan Shalim heran dan menggelengkan kepalanya seraya mengusap lembut bahu istrinya yang ia rangkul melihat sikap Shiya malam itu.
Tanpa membersihkan diri terlebih dahulu, Shiya langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia merasa begitu lelah memikirkan apa yang telah dialaminya hari itu.
Hingga tak membutuhkan waktu lama, akhirnya kedua matanya terpejam dan memasuki dunia mimpi.
Pagi harinya Shiya bangun lebih awal dari biasanya, ia langsung pergi ke toko cabang sebelum orang tuanya bangun. Ia memilih pergi ke toko cabang karena tidak ingin bertemu dengan bundanya dan berdebat seharian tentang perjodohan itu di toko pusat.
Cornydessert Coffee
Sebelum pergi ke tokonya, Shiya lebih memilih untuk mampir ke sebuah Coffee shop terlebih dahulu untuk mengisi perutnya yang masih kosong karena ia pergi dari rumah tanpa sarapan.
"1 hot Coffee vanilla latte low sugar dan 1 potong corn cake." Saat hendak meraih beberapa lembar uang yang ada di dalam dompetnya untuk membayar pesanannya pada pelayan kasir, tiba-tiba seorang lelaki menyodorkan kartu kredit pada kasir yang ada di depan Shiya.
"Masukkan tagihannya dalam billku! dan tambah 1 Hot black coffee!" Suara Frans sontak membuat Shiya menoleh ke arahnya kaget.
"Ka-kau? Tidak perlu! Kau pikir aku tak mampu membayarnya sendiri?" ucapnya terbata masih melotot ke arah Frans.
"Diamlah dan duduklah!" Frans menegaskan suaranya.
Shiya hanya diam dan berlalu menuju meja yang ada di ujung Coffee shop tersebut tak ingin menyahuti perkataan Frans sambil mendengus kesal.
Tak lama kemudian, Frans terlihat menghampiri meja yang Shiya duduki diikuti oleh seorang pelayan yang berada di belakangnya, membawa nampan berisikan pesanan mereka.
Frans duduk di kursi berhadapan dengan Shiya setelah pelayan meletakkan pesanan mereka di atas meja.
"Apa yang kau lakukan di sini seorang diri di waktu sepagi ini?" tanya Frans memecahkan keheningan.
"Bukan urusanmu!" jawab Shiya singkat sambil menyeruput kopinya tanpa menatap ke arah Frans.
"Jangan-jangan kau sengaja kemari untuk bertemu denganku karena kau tau tempat ini dekat dengan perusahaanku bukan?" Frans menyunggingkan senyuman dengan percaya diri.
"Hahaha, kau terlalu percaya diri. Apa kau tak lihat bangunan yang ada di ujung jalan itu adalah tokoku? Yah, tentu saja kau tak melihatnya. Tokonya memang tidak terlihat dari sini." ucap Shiya dengan ekpresi yang datar sambil meletakkan kopinya kembali ke meja.
"Jangan berbohong, aku sudah pernah datang ke tokomu. Jelas lokasinya bukan di dekat sini." Frans terkekeh masih tidak percaya.
"Terserah kalau kau tak percaya." Shiya menaikkan bahu dan kedua tangannya bersamaan sambil menikmati cakenya dengan mulut yang belepotan.
Frans hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya melihat tingkah lucu Shiya.
"Terima kasih traktirannya, lain kali aku akan membayarmu kembali." Shiya beranjak berdiri dari kursinya dan berlalu keluar dari Coffee shop itu, masih dengan mulut yang belepotan.
Frans segera mengikuti langkah kaki Shiya dari belakangnya. Ia memandang punggung gadis itu dari belakang dan meraih salah satu tangan Shiya. Shiya yang terkejut tiba-tiba menoleh ke belakang dengan kedua mata yang membulat sempurna.
"A-apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!" suara Shiya terdengar gemetar.
"Kalau mau pergi sebaiknya bercermin dulu!" Frans menyodorkan tissue pada Shiya dan melepaskannya begitu saja membuat tubuh Shiya hampir terjatuh.
"Ah sial!" Shiya mengumpat pelan seraya membersihkan mulutnya yang belepotan akibat krim cake yang ia makan.
Frans menarik salah satu sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman dan berlalu pergi meninggalkan Shiya.
Setelah ia membersihkan mulutnya, Shiya segera berjalan menuju tokonya yang ternyata letaknya tak begitu jauh dari gedung perusahaan milik Frans.
"Kenapa bunda harus mendirikan toko di dekat perusahaan lelaki kurang ajar itu sih!" Shiya bergumam kesal di sepanjang perjalanan menuju tokonya.
Sesampainya di toko, Shiya disambut oleh beberapa karyawannya yang sudah bersiap dengan pekerjaan mereka masing-masing. Bangunan toko yang lebih kecil dari toko pusat milik bundanya itu berhasil Shiya desain menjadi bangunan yang sangat menakjubkan bagi siapa saja yang melihatnya. Dari awal didirikannya, bundanya mempercayakan segalanya pada Shiya. Dari konsep bangunannya hingga konsep racikan parfume yang juga dipakai di toko pusat karena peminatnya semakin banyak. Tidak setiap hari Shiya mendatangi toko cabang tersebut, ia lebih memilih sering menghabiskan waktu di toko pusat bersama bundanya karena tak tega membiarkan bundanya menangani pelanggan sendirian. ***The Treville Lounge and Kitchen Hari ini Frans dan Baro kembali bertemu di sebuah Lounge yang cukup mewah dan nyaman untuk membahas kerja sama bisnis mereka. Karena kerja sama yang akan mereka jalankan bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan, membuat kedua pria itu hampir setiap
Setelah kepergian Baro dan Shiya, Frans masih duduk disamping kekasihnya. Ia melanjutkan makannya."Sayang ada yang ingin kukatakan padamu." Frans menatap kearah Lucy ragu-ragu. Ia bermaksud ingin mengutarakan rencana pernikahannya dengan Shiya pada Lucy."Ada apa sayang? katakanlah!" Lucy menyahuti sambil tersenyum kearah Frans seakan kekasihnya itu akan mengatakan hal yang membuatnya gembira."Sebelumnya aku minta maaf padamu, tapi sepertinya aku tak bisa melanjutkan hubungan kita." raut wajah Frans berubah menjadi lemah tak berdaya. Ia nyaris tak mampu menatap mata Lucy."Ahh kenapa kau tiba-tiba bercanda sayang?" Lucy menelan minuman yang ia pegang ditangannya, ia tertawa lebar kearah Frans. Ia masih tak ambil serius perkataan kekasihnya itu."Aku mengatakan hal yang sebenarnya." raut wajahnya berubah sangat serius.Lucy yang tadinya tertawa tiba-tiba menghentikan tawanya dan menatap tajam kearah Frans. Ia masih tak mengerti dengan apa y
"Kita sama - sama tidak ingin mengecewakan orang tua kita, jadi bekerja samalah!" Frans berusaha keras agar perkataannya didengar oleh Shiya."Hmmm baiklah terserah kau saja." Shiya berlalu pergi meninggalkan Frans yang masih duduk begitu saja.***"Hey cantik!" suara itu membuyarkan lamunan Shiya. Shiya tengah berdiri melamun di tokonya hingga membuatnya tak menyadari kedatangan Baro. Sebelumnya Baro sudah memberitahunya bahwa dirinya akan menemui Shiya di tokonya. Namun, tetap saja hal itu tidak membuat Shiya tidak terkejut dibuatnya."Baro? kau mengagetkanku." Shiya memejamkan matanya, kedua tangannya reflek memegang dada."Kenapa kau melamun? sedang memikirkan apa? ku harap kau memikirkanku hahaha." perkataan Baro berhasil membuat Shiya tersenyum."Apa yang membawamu kemari?""Aku merindukanmu Shiya.""Rindu?" Shiya mengernyitkan kening heran."Iya, ayo temani aku sebentar!" Baro menarik tangan Shiya begitu saja dan me
Shiya terlihat cantik bak putri dengan gaun indah yang terbalut ditubuhnya. Ia memperhatikan dirinya didepan cermin dan tersenyum menyadari kecantikannya. Namun, dalam hatinya ia sangat kecewa lantaran kecantikannya ia berikan pada orang yang menurutnya tidak tepat.CeklekIa mengalihkan pandangannya kearah pintu dan terlihat seorang pria tampan berjalan menghampirinya. Baro membawakan bucket bunga untuk Shiya."Ka-kau cantik sekali." Baro menatap Shiya dengan sangat kagum karena melihat kecantikannya hingga membuat matanya tak berkedip."Kau pun terlihat sangat tampan. Aku pandai memilihkan pakaian untukmu kan?" Shiya melemparkan senyum manisnya."Apa gunanya ketampananku jika kau tak bisa jadi istriku?" Baro masih sempat melemparkan candaan pada Shiya yang sebentar lagi akan melaksanakan pernikahan dengan pria lain.Tap tap"Ahh ada pengunjung rupanya?" Frans sudah terlihat rapi menggunakan setelan pernikahannya. Ia melemparkan seny
Shiya mengikuti langkah kaki Baro menuju restaurant. Tak sengaja ia berpapasan dengan Frans dan Lucy yang juga sedang sarapan. Frans menatap kearah Shiya dan Baro. Namun, mereka berdua sama sekali tak mempedulikannya. Shiya sangat lelah hingga tak punya tenaga untuk memperhatikan suaminya dan kekasihnya.Shiya dan Baro sibuk dengan sarapan mereka. Dua pasangan itu terlihat seperti orang asing karena tak menyapa satu sama lain walaupun berada di tempat yang sama."Aku sudah memesankan kamar untukmu, jika sarapanmu sudah selesai pergilah ke kamar! kau pasti lelah." Baro terlihat khawatir pada Shiya padahal dirinya sendiri juga lelah dan masih harus bekerja. Tapi dia tak mempedulikan dirinya dan lebih mengutamakan keadaan Shiya."Baiklah, kau tak perlu khawatir." Shiya mulai memasukkan makanan kedalam mulutnya."Ada lagi yang kau butuhkan? setelah ini aku harus kembali bekerja." Baro masih ingin memastikan keadaan Shiya."Tidak terima kasih, kuharap k
"Katakan padaku apa yang kau inginkan? Bagaimana kau bisa masuk?" Shiya melemparkan pertanyaan pada Frans, ia sangat heran kenapa tiba-tiba suaminya bisa masuk kedalam kamarnya. Ia masih ingat dengan jelas bahwa pintunya sudah terkunci."Pergilah mandi! Aku perlu bicara padamu setelah kau mandi." Shiya mengibaskan selimut dengan sangat kasar sebelum masuk kedalam kamar mandi meninggalkan Frans. Ia sangat kesal hanya dengan melihat Frans."Matanya bengkak. Apakah dia menangis semalam?" Frans bergumam dan menatap punggung Shiya yang berjalan masuk ke dalam kamar mandi tanpa berkedip."Mataku sakit melihat pemandangan buruk di restaurant kemarin!" Shiya sangat kesal mendengar perkataan Frans.Brakkk!Shiya menutup pintu kamar mandi dengan sangat keras. Rupanya ia mendengar suara Frans yang bergumam. Frans membulatkan kedua matanya menyadari perkataan Shiya."Bodoh!" ia menepukkan tangannya ke jidat menyadari kebodohannya
"Kenapa kita kesini?" Frans menghentikan mobilnya diparkiran vvip yang terletak tepat didepan lobby apartment mewah itu dan segera turun dari mobil tanpa menjawab pertanyaan Shiya."Turunlah!" Frans kemudian membuka pintu mobil untuk Shiya dan mengulurkan tangan untuknya."Kenapa?" Shiya masih bingung dibuatnya. Berusaha mencari jawaban namun sama sekali tak ada hasilnya."Kita tinggal disini sekarang." Shiya tersentak mendengar perkataan Frans."Hah? bahkan kita belum meminta ijin pada orang tuamu." itulah yang Shiya pikirkan."Tenang saja. Aku sudah mengurusnya." Frans menjawabnya dengan sangat santai sambil berjalan menggandeng tangan Shiya menuju lift dan tetap menggenggamnya dengan erat selama di dalam.Triiiing (suara lift terbuka)Saat pintu terbuka pelan terlihat seorang wanita tengah berdiri tepat didepan lift, terlihat cantik dengan rambut panjangnya yang terurai begitu saja. Bahkan cara berdiriny
"Dimana kekasihmu?" Shiya celingukan melihat sekeliling seperti sedang mencari keberadaan seseorang."Sudah pergi." Frans mengalihkan tubuhnya kearah tv setelah sebelumnya menghadap kearah Shiya. Pertanyaan Shiya seperti membuatnya kehilangan mood."Ku kira dia juga tinggal disini." Shiya melontarkan perkataan tanpa berpikir panjang setelah melihat tingkah Lucy sebelumnya."Kau mau dia tinggal disini bersamaku?" Frans melemparkan senyum menggoda kearah Shiya. Berharap ada kecemburuan sedikit saja."Terserah kau, ini kan apartment mu!" Jawabnya ketus. Shiya berpura-pura untuk tidak peduli."Kau tidak mungkin cemburu dan menyukaiku kan?" Frans terlihat seperti sedang memastikan sesuatu. Ia mengernyitkan keningnya."Diamlah! jangan menggodaku!" Shiya terlihat kesal dengan pertanyaan Frans dan berusaha menyembunyikan wajahnya."Bukankah kau juga menjalin hubungan dengan pemilik Baro Corp?" kali ini Frans tak ma