Sesampainya di toko, Shiya disambut oleh beberapa karyawannya yang sudah bersiap dengan pekerjaan mereka masing-masing.
Bangunan toko yang lebih kecil dari toko pusat milik bundanya itu berhasil Shiya desain menjadi bangunan yang sangat menakjubkan bagi siapa saja yang melihatnya.
Dari awal didirikannya, bundanya mempercayakan segalanya pada Shiya. Dari konsep bangunannya hingga konsep racikan parfume yang juga dipakai di toko pusat karena peminatnya semakin banyak.
Tidak setiap hari Shiya mendatangi toko cabang tersebut, ia lebih memilih sering menghabiskan waktu di toko pusat bersama bundanya karena tak tega membiarkan bundanya menangani pelanggan sendirian.
***
The Treville Lounge and KitchenHari ini Frans dan Baro kembali bertemu di sebuah Lounge yang cukup mewah dan nyaman untuk membahas kerja sama bisnis mereka. Karena kerja sama yang akan mereka jalankan bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan, membuat kedua pria itu hampir setiap hari harus bertemu.
"Kau mau tambah pesan makanan? Aku sudah mulai lapar." Mereka mulai merasa lapar setelah hampir 3 jam keduanya habiskan untuk memperbincangkan pekerjaan.
Drrrrrt
Drrrrrt
Drrrrrt
Saat hendak memanggil pelayan, tiba-tiba suara dering yang berasal dari ponselnya mengurungkan niat Frans untuk memanggil pelayan dan lebih memilih untuk menjawab panggilan dari ponselnya terlebih dahulu.
"Kau di mana, Sayang?" Suara wanita yang berada di seberang panggilan itu membuat ekspresi wajah Frans berubah seketika.
"Ada apa, Sayang? Apa kau ingin menemuiku?" Frans pikir Lucy ingin bertemu dengannya.
"Bisakah? Aku merindukanmu." Suara Lucy dengan nada khas manjanya.
"Datanglah kemari! Aku akan mengirimkan alamatnya." Frans menutup panggilan telponnya dan mulai mengetikkan beberapa huruf yang berisikan alamat di mana dia berada untuk segera dikirimkan pada kekasihnya.
"Apa kau keberatan jika aku mengundang seseorang kemari?" tanya Frans berharap Baro menyetujui maksudnya.
"Tentu saja, lagi pula tidak ada yang perlu kita bahas lagi hari ini." Baro tersenyum menjawab pertanyaan Frans.
Mereka akhirnya memesan beberapa cemilan sambil menunggu kedatangan Lucy, hingga tak lama kemudian datanglah seorang gadis cantik yang menghampiri meja Baro dan Frans. Gadis itu tak lain adalah Lucy.
Tatapan Lucy tertuju pada pria yang duduk di depan kekasihnya.
"Bukankah dia pemilik Baro Corp?" Ia bergumam dalam hati. Diam-diam ekspresi wajahnya tampak mengangumi pria yang sedang bersama kekasihnya itu.
"Kau sudah datang, Sayang? Kenalkan ini rekan bisnisku!" sapa Frans lalu mengenalkan mereka berdua.
Lucy dan Baro saling melemparkan pandangan dan senyuman seraya berjabat tangan.
"Ah, aku baru ingat. Aku juga ada janji dengan seseorang. Apa kalian tak keberatan jika aku undang dia kemari? Daripada aku sendirian menemani kalian di sini." Baro menepukkan telapak tangan kejidatnya, tiba-tiba teringat janjinya dengan Shiya.
"Tentu saja, kapan lagi kita bisa makan beramai-ramai. Biasanya hanya berdua dan membahas pekerjaan saja." ucap Frans sambil terkekeh.
Baro mengirimkan pesan pada Shiya sambil terus tersenyum ke arah layar ponselnya karena mendapat balasan dari Shiya yang akan segera datang.
***
Shiya segera merapikan dirinya di depan cermin dalam toilet tokonya setelah mendapat pesan dari Baro.Tak lupa ia juga membawakan 1 botol parfum spesial yang ia racik khusus untuk Baro.Setelah siap, ia pun berangkat menuju Lounge yang dimaksud Baro. Tak membutuhkan waktu lama untuknya menempuh perjalanan karena lokasi yang tak begitu jauh dari tokonya.
Ia segera menaiki lantai 2 yang ada dalam gedung tersebut. Seorang pria terlihat tersenyum dan menaikkan salah satu tangannya, ia melambaikannya ke arah Shiya, membuatnya tak harus kesulitan mencari keberadaannya.
Shiya menghampiri keberadaan Baro sambil menyunggingkan senyum manisnya. Ia tak menyadari dengan pria yang duduk di depan Baro.
Saat hendak menyapa Baro, tiba-tiba tatapannya teralihkan pada pria yang duduk di depan Baro. Sontak ia terkejut dan melototkan kedua matanya ke arah Frans.
"Ka-kau?" ucapnya terbata dengan raut wajah terkejut. Frans pun juga mengeluarkan ekspresi yang sama terkejutnya.
"Duduklah di sampingku! Apa kalian saling mengenal?" Suara Baro membuyarkan suasana tegang di tempat itu.
Shiya hanya terdiam lalu duduk di samping Baro masih menatap heran ke arah Frans dan gadis yang ada di sampingnya.
"Kau pasti haus, maaf sudah membuatmu jauh-jauh datang kemari untuk menemuiku. Aku akan memesankan makanan dan minuman untukmu." Baro segera melambaikan tangan ke arah pelayan bermaksud memintanya datang ke meja mereka.
"Kau ingin makan dan minum apa, Sayang?" Pertanyaan Frans pada Lucy membuat Shiya menyadari bahwa wanita yang ada di sebelahnya adalah kekasih Frans.
'Ahh jadi ini kekasihnya.' Shiya hanya berani bergumam dalam hati.
Setelah selesai memesan, mereka kembali berbincang sambil menunggu pesanan mereka datang.
"Ah, aku membawakan ini untukmu. Semoga kau menyukainya." Shiya memberikan paper bag yang ada di tangannya pada Baro.
"Kenapa kau repot-repot seperti ini? Aku bahkan tak sempat menyiapkan apapun untukmu." Baro menerima paper bag tersebut dan membukanya.
"Ah, tidak repot. Aku tadi meraciknya sendiri untukmu. Cobalah! Jika kau suka, lain kali aku akan membuatkannya lagi untukmu." Shiya tersenyum manis ke arah Baro.
"Waaah, jadi kau membuatnya sendiri? Aku hampir tak percaya, kualitasnya sangat bagus. Aku suka aromanya." Baro mencium aroma parfum racikan Shiya masih dengan raut wajah tak percaya.
Lucy melirik heran ke arah Baro dan Shiya yang sedang membicarakan parfume. Ia menyadari merk parfume yang Frans berikan sama dengan yang dipegang oleh Baro sekarang. Lucy melirik ke arah kekasihnya yang sedari tadi tatapannya tak lepas dari Shiya dan Baro sebelum akhirnya ia melontarkan pertanyaan pada Shiya.
"Jadi kau pemilik The Amethyst? Kekasihku juga memberikan parfume seperti itu padaku." Lucy bertanya pada Shiya sambil tersenyum dan melirik kekasihnya.
"Ah benarkah?" jawab Shiya singkat tanpa menghiraukan pertanyaan Lucy.
Frans tidak begitu banyak bicara melihat kedekatan Shiya dengan lawan bisnisnya itu, ia heran dan terus memperhatikan percakapan mereka berdua.
Setelah menyelesaikan makannya, Shiya segera ijin undur diri untuk pergi meninggalkan mereka.
"Aku harus segera pergi, maaf tak bisa berlama-lama di sini bersama kalian." ucapan Shiya membuat semua perhatian teralihkan ke arahnya.
"Tunggu! Aku akan mengantarmu. Tadi aku sudah tak menjemputmu, jadi sekarang aku harus mengantarmu." Baro tiba-tiba menahan salah satu tangan Shiya yang hendak melangkah pergi.
"Ah, tidak perlu." Shiya sungkan harus merepotkan pria yang belum lama ia kenal.
Baro tersenyum dan mendahului langkah kaki Shiya. Shiya pun hanya diam dan mengikuti pria itu dari belakang.
"Kau mau pergi ke mana? Kenapa buru-buru?" Pertanyaan Baro memecah keheningan dalam mobil yang mereka kendarai.
"Aku akan kembali ke toko terlebih dahulu untuk memberikan arahan pada karyawan sebelum aku pulang." ucapnya jujur.
"Bolehkah aku mampir ke tokomu?" pinta Baro berharap Shiya mengiyakan kemauannya.
"Tentu saja, sebenarnya aku ragu kau mau mampir ke tokoku yang kecil dan tak sebesar perusahaanmu itu." Shiya merasa tidak percaya diri dengan tokonya yang akan didatangi Baro. Ia sadar bahwa perusahaan Baro sangatlah besar.
Hari berikutnya, Hans dan John pun kembali ke Jepang setelah mereka mendapat informasi yang cukup tentang Lucy. Mereka terus berusaha mencari keberadaan Lucy hingga ke seluruh penjuru dunia. Namun, usahanya tak kunjung juga mendapatkan hasil.Selama berada di Jepang, Hans pun kembali memperdalam ilmu bisnisnya dengan bimbingan sang kakek dan juga John. Karena bagaimanapun juga, Hans adalah satu-satunya penerus keluarga Heng.Lima tahun kemudian.Tibalah saatnya untuk Hans kembali ke Indonesia untuk mengambil alih semua perusahaan Baro yang selama ini tidak terlalu terurus. John sendiri juga kuwalahan menangani semua perusahaan besar itu seorang diri.Kini dengan adanya Hans, pekerjaan John pun bisa lebih ringan. Ia hanya perlu mengurus beberapa anak perusahaan milik Baro yang ada diluar negeri."Uruslah perusahaan Ayahmu dengan baik. Jangan mengecewakannya!" Tuan Heng berdiri di teras rumahnya saat Hans hendak berangkat ke Indonesia meninggalkannya."Baiklah, Kek. Jagalah kesehatan Kak
Pintu itu mulai terbuka, seorang wanita terlihat muncul dari balik pintu itu."John? kau kah itu?" Shiya menyipitkan matanya menatap pria yang tengah berdiri dihadapannya itu."Katakan padaku Nona! dimana kau sembunyikan Nona Lucy?" John berteriak padanya, memaksa air mata Shiya untuk keluar begitu saja."A-aku... hiks hiks hiks." Shiya tak kuasa menahan tangisnya. Bahkan ia kesulitan untuk melanjutkan perkataannya."Ibu?" Hans melangkahkan kakinya pelan menatap Shiya yang sedang menangis diambang pintu itu.Suaranya pun berhasil membuat tangis Shiya terhenti sejenak, ia kemudian menatap pria yang sedang berjalan kearahnya itu dengan seksama."Si-siapa?" Shiya menatap Hans yang berjalan kearahnya dengan tatapan mata sendu."A-aku Hans Bu." Shiya pun berjalan mendekatinya, pelan ia memegang wajah tampan itu dengan kedua tangannya."Hans? benarkah itu kau?" Shiya pun memeluk tubuh tegap pria yang a
Hari berikutnya, Hans dan John sudah bersiap-siap untuk pergi meninggalkan resort setelah selesai menikmati sarapan. Keduanya pun kini berdiri di lobby untuk menunggu kedatangan mobil yang menjemputnya.Saat sedang berdiri disana, seekor anjing tiba-tiba mendekatinya. Anjing itu terus menggonggong didekatnya seakan ia tahu bahwa Hans akan segera pergi."Kau datang untuk mengucapkan selamat tinggal padaku?" Hans mengusapnya dengan lembut. Sedangkan John hanya memperhatikannya."Dia mirip sekali dengan Coda." John memperhatikannya sejenak."Kau benar Paman." Hans mengedarkan pandangannya seperti sedang mencari seseorang."Mobil kita sudah tiba Tuan." tak lama setelah itu, mobil yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang. Hans pun mengucapkan selamat tinggal pada anjing itu dan masuk kedalam mobilnya."Codaaa! Codaaa!" saat mobil yang membawa mereka mulai berjalan. Lucy terlihat berlari menghampiri anjing itu sambil berte
Sore itu, seperti biasanya. Lucy berjalan-jalan disepanjang pantai bersama dengan anjingnya. Anjing itu terus setia berjalan didekat Lucy. Namun, tidak seperti biasanya tiba-tiba anjing itu berlari menjauh darinya. Sontak Lucy pun terkejut dibuatnya."Coda! Coda! kemarilah!" Lucy berteriak setengah berbisik karena anjing itu berlari mendekati seorang pria tampan yang tengah berdiri menikmati pemandangan indah pantai yang tak jauh darinya. Ia takut suaranya akan didengar oleh pria itu. Bukan apa-apa, hanya saja Lucy tak enak hati jika anjingnya mengganggu orang lain.Namun, sangat berbeda dari dugaannya. Pria itu malah menundukkan tubuhnya dan mengusap-usap bulu anjing itu dengan lembut. Rupanya, Coda mencium bau susu yang sedang Hans pegang ditangannya.Lucy pun segera berlari mendekatinya karena melihat anjing itu sudah bertindak keterlaluan pada orang asing."Maafkan saya Tuan. Anjing ini sedikit nakal. hehe." Shiya membawa anjing itu pa
Beberapa tahun kemudian.Lucy berjalan dipinggir pantai di depan resort nya menikmati pemandangan sore yang indah itu. Kegiatan itu sekarang telah menjadi kebiasaannya. Ia selalu berjalan-jalan dengan ditemani seekor anjing jenis German Sheperd yang ia temukan beberapa lalu dipinggir pantai.Karena anjing liar itu mengingatkannya pada Coda, jadi Lucy memutuskan untuk merawatnya. Ia membiarkan anjing itu berkeliaran di resort nya dan kini anjing itu sangat patuh padanya.Gadis kecil yang sebelumnya masih berumur 10 tahun itu kini sudah berumur 17 tahun. Lucy sudah tumbuh dengan sangat baik dan kuat. Ia pun juga sangat cantik, bahkan umurnya sudah memenuhi syarat untuk memiliki kartu tanda pengenal sendiri.Keahlian bela diri Lucy pun kini tak main-main, ia bahkan memenangkan banyak kompetisi muay thai diberbagai pertandingan yang ia ikuti. Namun, namanya terkenal sebagai Sangrawee Narong bukan dengan nama Lusiana Arabelle.Hal it
Untuk pertama kalinya, Lucy menapaki negara yang terasa asing baginya. Negara yang sama sekali belum pernah ia kunjungi meski hanya didalam mimpi saja.Suara-suara orang yang berbicara dengan bahasa asing pun terus menyelimuti telinganya. Suasana yang sangatlah berbeda dari sebelumnya.Sebuah mobil mewah pun sudah terparkir didepan pintu masuk bandara Internasional Phuket untuk menjemput mereka. Beberapa pria terlihat segera menghampiri mereka untuk membawakan koper yang sedang mereka bawa."Ma?" Lucy menggenggam erat lengan Nyonya Aom karena merasa takut melihat pria-pria asing bertubuh kekar yang mengambil alih kopernya itu."Jangan takut, mereka adalah orang-orang yang bekerja untuk Papamu." Nyonya Aom pun memeluknya agar gadis kecil itu tak merasa takut."Kemarilah! Paman ini baik hati. hahaha" Tuan Narong terkekeh di samping mobilnya saat melihat Lucy yang ketakutan. Ia juga menepuk-nepuk bahu salah satu pria bertubuh kekar